Part 3
#pertama kali dekatPov Aryo
"Gila, ini hal yang bodoh,
Ini hal yang bodoh!" Aku meracau sendiri. Aku membalikkan badan, beringsut hendak cepat keluar dari ruangan ini dan mengurungkan niat untuk bertemu Alina sebelum..."Mas Aryo?!"suara lembut seseorang disana memanggilku.
Oh My God,, itu Alina... itu pasti suara Alina yang memanggilku. Aku menghela nafas sejenak, menata degup jantungku dan putar badan, aku melihat wajahnya yang penuh tanya dan heran, bagiku itu sangat menggemaskan. Aku membetulkan kaos dan mengetes tenggorokanku, setidaknya aku harus nampak santai dan cool walau sebenarnya panas dingin dan mulai berkeringat. Aku melempar senyum dan menghampirinya.
"Tuhaaan, itu Alina, gadis impianku!!"gumamku dalam hati.
"Hai, Alina? Kamu ada disini juga?" Aku reflek menyodorkan tangan mengajak salaman.
"Mas aryo? Aku melihat dari tadi, Tapi aku pikir barangkali cuma mirip. Iya, aku lagi ikut seminar penulis berita online mas" katanya seraya membalas menjabat tanganku dan buru-buru melepaskannya.
"Oh ya? Wah hebat donk,"tanpa disuruh aku menggeser kursi kosong di depannya, lalu duduk, mencoba bersikap santai, kebetulan ia memilih meja samping jendela dengan dua kursi ini. Alina tampak gugup, kemudian mengambil gawai dan bukunya yang terbuka untuk di tutup dan ditumpuk ulang didekatnya. Kulihat dia juga sedikit merapikan baju.
Alina, seumur-umur baru kali ini aku sedekat ini dengan dia, ada perasaan bahagia, bahagia yang lebih dari biasanya, ya, karena biasanya aku hanya melihatnya dari kejauhan saja.
"Mmm, Mas Aryo sendiri disini ngapain?, ada acara di tempat ini juga?" Alina bertanya membuyarkan lamunanku."Eh iya, aku... aku juga ada acara disini, sosialisasi pengusaha muda," ujarku sekenanya, tadinya mau sambil garuk kepala tapi inget jaim langsung pura-pura menyibak rambut. Setidaknya aku tidak berbohong karena memang aku ke Bandung membahas proyek dan semalam bertemu teman sejawatku.
"Oya? Bisa kebetulan bareng gini ya?"tanya Alina, entah mungkin itu sekedar basa-basi menanggapi obrolanku. Sejenak mata kita beradu, namun ia buru-buru menundukkan pandangannya.
"Nah itu, aku juga gak nyangka jauh disini malah ketemu tetangga,"jawabku kemudian."Tetangga??" Alina tertawa kecil,"Iya dulu tetangga, sekarang kan nggak lagi," lanjutnya
"Iya, tapi kan masih satu kota, teman kecil kan tepatnya?" sambungku kemudian. Alina tersenyum datar tanpa menjawab, aku segera sadar, bahwa walaupun dulu rumah kami bisa dikatakan dekat tapi kami tidak pernah main bersama, bahkan tak saling sapa. Tepatnya, aku tak pernah berani menyapanya. Jika bertemu dia, si gadis kecil impian dadaku selalu bergetar, apakah dia mencap ku sebagai pria yang sombong?
"Eh, Alina, kamu disini sama siapa?"tanyaku lagi, mencoba mengalihkan pembicaraan tadi."Aku sendiri mas, nanti malam pulang pakai kereta."jawab Alina.
"Alhamdulillah kalau sendiri," kataku pelan, keceplosan, tapi sepertinya ia mendengar, karena ia langsung menaikkan alisnya.
"Eh maksudnya, Alhamdulillah... aku seneng banget ketemu temen disini, Oya, gimana kalo nanti sore sebelum pulang kita makan bareng, sambil cari oleh-oleh, mau nggak?" tanyaku antusias sekaligus H2C alias harap-harap cemas.
Alina terdiam sebentar, "Nggak usah mas, nanti aku malah gugup nanti ke stasiunnya, aku juga harus beres-beres, packing dulu." Alina menolak dengan halus.
"Ngga apa-apa, nanti aku anterin juga ke stasiun, daripada kamu pesen taksi online, pokoknya nanti aku siap jadi supir pribadi sampai kamu pulang," aku mencoba membujuk, tak ingin kesempatan ini berlalu sia-sia. Ia terdiam lagi dan nampak berfikir,
"Tidak, aku..." sebelum Alina melanjutkan bicara aku langsung memotongnya. "Alina, tolong ijinkan sekali ini aja, please... setelah hari ini belum tentu juga kita bisa bertemu kaya gini kan, eh nanti aku bawa temen, tenang dan santai aja, lagian cuma makan bareng ini, jam berapa kamu selesai?" Alina terdiam lagi lalu dengan ragu ia membuka suara,
"Sekitar... mungkin sekitar jam 4 lebih mas," katanya pelan. Yes, kuanggap itu sebagai jawaban iya, gak percuma aku jauh-jauh sekolah marketing, ilmuku tentang teknik bicara masih terpakai, menggiring pertanyaan tanpa jawaban No.
"Oke, nanti aku jam 4 udah standby!"jawabku semangat. "Memang acaranya mas juga udah selesai?"tanya Alina.
"Oh... itu...gampang diatur, hehehe..." akhirnya tanpa sadar aku menggaruk juga kepalaku yang tak gatal itu.
*************
"YeS!!" Aryo keluar hotel dengan sumringah tangannya dikepalkan ke atas berkali-kali sambil senyum-senyum sendiri. Security hotel yang memperhatikannya hanya tersenyum geli, mungkin security itu berpikir bahwa dia habis nembak cewek terus diterima.
"Oh God, this is my best day!"kata Aryo setelah masuk ke mobil, Andi yang sedari tadi nungguin di mobil cuma geleng-geleng kepala lihat keabsurdan tingkah bos nya sejak keluar dari hotel tadi.
"Nanti sore aku bakal ajak dia makan, aku rasa cuma makan aja gapapa kan? Lo ikut ya, biar gak dikira ngedate berdua doank, jadi ada temennya," cerocos Aryo. Andi diem males ngebayangin ntar dia bakalan jadi kacang atau obat nyamuk aja kalo diajak bosnya nanti, meskipun bukan pacaran.
"Kira-kira gue perlu bawain dia sesuatu nggak ya? Ya gue harus bawa donk ya? Tapi apa ya?"ucap Aryo dengan mimik muka yang berubah-ubah. Sambil menyetir mobil Andi cuma geleng-geleng kepala, memang orang kalo lagi jatuh cinta nanya sendiri jawab sendiri, hadeuh...
"Oh ya gue tau mesti beliin dia apa, stop-stop ndi!, Berhenti!" Perintah Aryo. Andi bingung dengan instruksi bos nya yang tiba-tiba, lalu meminggirkan mobilnya.
"Stop bagaimana si bos?emang mau kemana?"tanya Andi bingung.
"Lu turun!"perintah Aryo lagi.
"Hah, apa?" Andi kaget plus nambah bingung, "Iya turun, lo gak denger apa, gue mau cari sesuatu buat Alina, dan gue mau cari sendiri!" Tegas Aryo. Andi pun turun keluar dan digantikan Aryo yang nyetir mobil. Sebelum jalan Aryo membuka kaca mobil,
"Oya, nanti sore mending lu gak usah ikut kali ya, terserah lu dah mau ngapain mau pergi apa balik ke hotel lagi, nanti aku hubungi kalo butuh sesuatu, okey?"kata Aryo sembari memacu mobilnya meninggalkan Andi yang bengong sendiri di tepi jalan.
"Dasar lu ya bos, kan elu yang ngajakin sendiri tadi, siapa juga yang minta ikut?" teriak Andi sambil melempar kerikil kecil ke arah jalan, "Biarin dah gue mau balas dendam dengan makan!"sungut Andi kemudian. Ya begitulah Andi, mereka berteman sejak lama, karena kondisi ekonomi Andi nyari kerja susah ia datang kepada Aryo agar membantunya mendapatkan pekerjaan, Aryo dengan senang hati menerima Andi sebagai asisten sekaligus supir pribadinya. Masalah uang sekarang Andi tak perlu khawatir lagi karena ada sultan baik hati disampingnya. Aryo juga sangat baik dan menganggap Andi dan keluarganya seperti keluarga sendiri. Dari sinilah Andi bertekad untuk mengabdi pada Aryo sepenuh hati juga.
***Part 4#menghindarPOV AlinaAku berdiri di depan kaca toilet."Aduh Tuhan, ini beneran?!"Aku? Sama dia? Aku beneran ketemu sama dia? Deket dan ngobrol trus janjian? Itu sesuatu yang seperti aku yakini bakal terjadi, dan ternyata itu beneran kenyataan. Aku nggak pernah menyangka akan bertemu dengannya disini, terus bagaimana ini, ngapain aku tadi iya aja waktu diajak ketemuan.Oh no...Gawat-gawat, nggak bisa kayak gini, ini bener sesuatu yang pernah aku impikan dulu, tapi bukan kaya gini juga, keadaannya sudah beda! Apa Aryo tau bahwa aku sudah sendiri ya? Tapi, tidak banyak yang tau tentang statusku. Dan justru karena sekarang aku sendiri aku tetap harus menjaga sikapku. Aku mendenguskan napas."Ok, mending nggak usah deket lagi sama sekali, ya lebih baik aku menghindar saja nanti, menghindar titik!"****Sore itu kelas selesai, sesi terakhir adalah sesi photo bersama dan testimoni tapi Alina minta izin untuk pulang du
#part5*Terkadang kita mati-matian menghindari sesuatu, tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan*"Tumben banget sepi sekali, biasanya gak sesepi ini," Alina menyusuri jalan dengan lebar sekitar 3.5meter sebelum ke jalan utama. Aduh batrenya habis, belum sempat nge charge handphone karena buru-buru tadi, baiklah aku cari angkot di jalan depan saja. Sebenarnya jarak jalan kecil ini ke jalan utama tidak begitu jauh hanya sekitar kurang dari 200 meter saja, jalan ini bisa dilalui mobil tentunya, terdapat beberapa rumah tempat kost atau penginapan tapi juga masih ada tanah atau kavling-kavling kosong, dan beberapa kavling kosong tersebut ditumbuhi semak ilalang. Kalau sudah di jalur utama jarak ke hotel tempat seminar kemarin juga tidak begitu jauh, bisa ditempuh dengan jalan kaki, Alina memilih tempat menginap yang lebih terjangkau biayanya.Saat berjalan alina merasakan ada orang yang mengikuti, tadinya alina fikir mereka juga hanya sekedar lewat s
#part6#dekapanpertama "Alina, kamu baik-baik saja?!" Aryo segera menghampiri Alina dan melepas ikatan kain yang membekap mulutnya."Mas Aryo..." melihat airmata yang berderai di pipi Alina secara refleks Aryo memeluk Alina dengan erat ke dalam dekapannya, tangis Alina semakin tumpah, untung saja Aryo datang tepat pada waktunya jika tidak entah bagaimana jadinya nanti jika malapetaka datang dan merenggut kebahagiaannya. Untuk sekian waktu mereka tidak menyadari itu, ada desiran aneh dan rasa nyaman bersamaan. Hingga akhirnya Alina tersadar, degup jantungnya tidak beraturan, ia mencoba lepas dari pelukan Aryo, ternyata tangannya juga masih terikat dibelakang."Mm...maaf..." kata Aryo gugup seraya melepas dekapannya. "Maaf Alina, aku tidak bermaksud..." Alina tidak membalas ucapan Aryo, ia sedang berusaha melepas sendiri ikatan tangannya tapi tidak bisa. "Bis
#part7 "Alina, terimakasih." kata Aryo seraya menyerahkan sebuah kotak kecil berbungkus kertas kado dengan sebuah pita kecil yang manis. "Apa ini?"tanya Alina sambil memperhatikan kotak manis itu. "Tadi siang aku memang udah menyiapkan sesuatu buat kamu, maaf aku tadi sempat marah saat tau kamu pergi lebih dulu,"ujar Aryo. "Tidak-tidak, kamu nggak perlu minta maaf, seharusnya disini aku yang harus meminta maaf dan juga aku sedari tadi belum berterimakasih padamu" tukas Alina kemudian melanjutkan bicara. "Mm...maaf, dan terimakasih kamu sudah menolongku hari ini, jika kamu tidak datang aku tidak tau bagaimana nasibku tadi,"ucap Alina sambil menunduk, membayangkan kejadian yang tadi dialami. "Hei sudahlah, jangan di ingat lagi, yang penting sekarang kamu baik-baik saja" tutur Aryo dan Alinapun tersenyum. "Oh ya mas, kalau boleh tau, bagaimana bisa tadi kamu menemukanku?"tanya Alina heran. "Oh itu, baiklah, aku akan menceritakan s
#part8#Darahsegar Tanpa mereka sadari, dari arah semak ada yang mengintai. Alina yang tadi tersenyum, melebarkan matanya saat melihat seseorang berlari menuju Aryo dan dibalik jaketnya ia membawa sebuah... Belati!"Mas Aryo!!" pekik Alina keras."JLEBB!" sebuah tusukan mengenai perut bagian samping saat Aryo menoleh panggilan Alina. "Aaaaaak!!!!" Aryo yang sedang di posisi nyaman tak terjaga tak mampu membuat perlawanan."Rasakan pembalasanku!" ujar seorang lelaki berbadan besar kepada Aryo dengan mata yang merah penuh dendam."Cepat lari Bos!" teriak seseorang dari kejauhan, pria gondrong bertato itu kemudian seketika kabur meninggalkan Aryo yang jatuh bersimba darah. Tubuh Alina bergetar hebat menyaksikan kejadian dihadapannya."Mas Aryoo... tidaak!" Alina meraung langsung memapah tubuh Aryo yang limbung. "Tolong...!!" Alina berteriak meminta p
#part9 #transfusi Andi terlihat panik dan sibuk lagi dengan gawainya menelpon kesana kemari."Ndi, ada apa? Katakan!" Andi tidak menjawab pertanyaan Alina."Katakan Ndi ada apa?!"Andi melirik Alina kemudian berkata, "Pak Aryo butuh transfusi secepatnya karena ia kehilangan banyak darah!" Aku ternganga menutup mulutku, kembali lemas mendengar berita tersebut."Masalahnya golongan darah yang dibutuhkan tidak ada stok di bank darah. Mereka sudah berusaha menghubungi cabang PMI disekitar wilayah ini namun belum membuahkan hasil. Kita juga sedang mencari pendonor diluar, sembari menunggu keluarga Bos Aryo datang, tapi itu masih lama takut nggak kesampaian!"kata Andi dengan panik."Apa golongan darah mas Aryo, Ndi?"tanya Alina kepada Andi. "Kalau saja gue punya golongan darah yang sama, gue bakal donor sekarang juga, apapun bakal gue lakuin demi Bos Ar
#part10 Pov Aryo Brengsek! Bedebah itu! Beraninya menusukku saat aku lengah. Aku ambruk menahan sakit, dan kulihat Alina begitu cemas melihatku, demi apapun aku tak peduli dengan yang sedang kurasakan aku hanya sangat senang saat didekatnya, saat melihat wajahnya yang sepertinya sangat takut kehilanganku, aku merasakan kebahagiaan yang tak terhingga diatas sakitku. Entahlah, setelahnya aku tak ingat apa-apa, mungkin aku pingsan. Aku mulai sadarkan diri, ketika kurasakan seperti ada aliran energi masuk ke tubuhku, aku berangsur pulih, namun aku belum bisa bergerak, ragaku masih lemah, hanya saja aku masih bisa mendengarkan suara-suara disekitarku. "Alina..." ucapku lirih, ingin sekali kubelai wajahnya yang begitu indah saat tertidur, namun aku urungkan. Aku hanya bisa sedikit menyentuh ujun
#part11 #bersamaAndi "Ndi... apa semua akan baik-baik saja?" Setelah beberapa saat saling diam dalam perjalanan akhirnya Alina angkat bicara. "Tentu!" ucap andi singkat. "Jika ada yang tau aku bersama Aryo saat kejadian, bukankah orang akan berfikir negatif padaku?"tanya Alina cemas. "Dengerin ya Na, lo tuh sama sekali nggak salah Alina. Gue tau elo sama sekali nggak bakalan nyangka ketemu Aryo di Bandung. Bukankah tadinya lo juga berusaha menghindar?" Aku mengangguk lemah membenarkan pernyataan Andi. "Kalo bahas yang salah, ya yang salah bos gue donk yang ngedeketin lo Na!" Ujarnya lagi. "Tapi disini gue nggak mau bahas yang salah itu siapa, ya anggap saja itu takdir kalian dipertemukan dalam kejadian luar biasa kaya kemaren," lanjutnya lagi mendadak bijak. "Takdir?" jawab Alina lirih...