Share

Impossible Love
Impossible Love
Penulis: Shimuramari

Khairana

Kringgg... Kringgg...

Suara jam alarm berbunyi tepat di pukul 5:30 pagi waktunya bagi Khairana Mustika Putri untuk bangun.

"Non? Sudah pagi non sarapan sudah siap" ucap Ira pembantu rumah tangga dirumah Khairana yang sering dipanggil Rara itu.

"Iya bi Rara bangun, otw kebawah"

"Baik non"

Rara kemudian bersiap mandi dan mengganti pakaiannya dengan seragam sekolah menengah atas, Yap Rara adalah siswi SMA disekolah yang lumayan terkenal dan mahal di kotanya.

Banyak sekali yang masuk ke sekolah itu dengan cara 'menyogok' para guru agar anak-anak mereka bisa belajar disana tapi Rara masuk dengan hasil otaknya sendiri.

Setelah selesai Rara segera turun dan menghampiri meja makan serta memakan sarapan yang dibuatkan bi Ira.

"Masakan bi Ira selalu enak Rara suka"

"Ah non bisa aja hehe"

"Rara mau belajar masak sama bibi boleh kan?"

"Boleh banget non, emang non Rara pernah masak apa aja sebelumnya?"

"Cuma masak mie instan aja sih tapi Rara juga bisa bikin omelet telur pepes tahu sama sayur kangkung"

"Wahh bagus tuh non"

"Rara sering masak sendiri sambil nunggu pembantu baru dateng dan akhirnya bi Ira dateng jadi Rara pengen belajar banyak sama bi ira"

"Iya non bibi pasti ajarin kok"

"Asik! Makasih ya bi"

"Sama-sama non, udah selesaikan makannya nanti terlambat loh"

"Oh iya" balas Rara sambil segera makan sarapannya dengan cepat.

Sebenarnya Rara dan keluarganya sering berganti-ganti pembantu dirumah mereka, pembantu rumah tangga mereka yang sebelum-sebelumnya selalu minta memundurkan diri karna beralasan takut dengan Rara.

Ya takut dengan Rara yang sering sekali berbicara sendiri dan bermain sendiri tanpa ada seseorang bersamanya, tapi Rara selalu bilang kalau dia sedang bermain dengan teman sebayanya dan membuat para pembantu dirumah itu berhamburan keluar karna takut.

Bi Ira adalah satu-satunya pembantu rumah tangga yang bertahan lama dengan Rara, dari Rara sekolah dasar sampai saat ini.

Rara berangkat ke sekolah diantar oleh supir pribadi yang direkrut papanya, sesampainya disekolah terlihat banyak sekali siswa-siswi yang berlalu lalang di gerbang sekolah.

"Makasih ya pak Iwan udah anterin Rara"

"Sama-sama non"

"Rara berangkat dulu"

"Hati-hati non belajar yang rajin"

"Siap pak"

Pak Iwan juga salah-satu pegawai yang bertahan lama dengan Rara, sedari kecil Rara lebih sering diurus oleh para pegawai yang ada dirumahnya.

Papa dan mamanya selalu saja bekerja dan pulang larut malam saat Rara sedang tidur dan kembali berangkat pagi harinya kadang tidak pulang kerumah jadi Rara terbiasa hidup dengan orang lain bukan dengan orang tuanya sendiri.

Mungkin itu juga penyebab Rara memiliki kelebihan bisa melihat apa yang tidak bisa orang lain lihat, tapi Rara sering sekali menyangkal fakta itu.

"Khairana!!!"

Terdengar suara seorang gadis dari arah jauh memanggil nama Rara.

"Riani? Gak usah teriak-teriak begitu dong Rara gak tuli tau"

"Hehe maaf, oh iya pr kemarin sudah selesai?"

"Sudah kok, kenapa? Mau lihat lagi?"

"Rara tuh ya peka banget deh"

"Udah kebaca sama Rara huh"

"Hehe jadi boleh dong ya? Janji deh ini yang terakhir kali aku nyontek"

"Iya boleh kok"

"Rara ter the best pokoknya makasih ya"

Sebenarnya siswa-siswi disekolah itu sudah tau kalau Rara memiliki kebiasaan sering berbicara sendiri, mereka menganggap Rara gila dan tak jarang juga Rara dibully disekolahnya walau Rara termasuk siswi yang pintar.

Dan seperti biasa Rara menyangkal hal yang orang-orang katakan tentang nya dia menganggap kalau dia tak sedang berhalusinasi dan dia merasa benar-benar sedang berbicara dengan lawan bicaranya.

Tapi berbeda dengan Riani, dia sering menemani Rara kemana pun dia pergi dan berpikir mungkin Rara agak sedikit berbeda dengannya atau pun dengan orang lain.

"Kenapa lagi kak? Rara gak mau bolos sekolah coba sekali kali kakak dateng kerumah Rara nanti pasti Rara bantuin kok"

"Hm? Ngobrol sama dia lagi ya?"

Seperti biasa setiap masuk sekolah Rara pasti mengobrol dengan seseorang yang tidak terlihat oleh orang-orang disekitarnya.

Karna Riani sudah terbiasa dengan kebiasaan Rara jadi dia hanya akan bertanya 'ngobrol sama dia lagi?' seakan Rianti melihat apa yang Rara lihat.

"Iya nih kak Aldo ganggu Rara mulu padahal bisa kan dateng kerumah Rara kalau minta bantuan Rara jangan ngajak bolos"

"Mungkin dia gak bisa pergi gitu aja Ra, coba aja dulu ikutin apa mau dia tuh aku temenin kok"

"Iihh udah deh kak mending kakak pergi ke kelas kakak dulu nanti kita omongin lagi aja" ketus Rara dengan nada agak kesal membuat siswa-siswi dilorong menatapnya.

"Eh dia ngehalu lagi tuh wah makin parah aja deh sekarang"

"Iya tuh udah gak waras tingkat kehaluannya"

"Dia lebih cocok ke psikiater dari pada disini iya gak?"

Begitulah yang mereka bicarakan soal Khairana disekolah, omongan seperti itu sudah menjadi sarapan kedua Rara sehari-hari.

"Ra jangan sampai kamu ngamuk gitu disini"

"Rara gak ngamuk cuma kesel aja sama kak Aldo nih bawel banget"

"Iya-iya tapi.. semua orang ngomongin kamu lagi tuh"

"Yang harusnya disalahin kan kak Aldo bukan Rara"

Tiba-tiba saat masuk kelas mereka ada salah-satu teman sekelas Rara dan Riani menghadang mereka berdua.

"Heh Khairana, siapa sih kak Aldo yang lo bicarain itu? Penasaran gue"

"Kak Aldo? Dia ada di... Eh? Kok ilang? Tadi masih jalan kok sama Rara"

"Mana mana? Kelas mana dia? Gak ngehalu lagi kan?"

"Mungkin saking gak betahnya ngejomblo dia jadi ngehalu parah" sahut salah satu teman Mutia orang yang menghadang jalan Rara dan Riani.

"Ups jangan ngomong gitu nanti dia sakit hati dan ngadu ke kak Aldo yang dia sebut-sebut itu" semua orang dikelas tertawa keras begitu juga Mutia.

Riani. yang naik darah mendengar penghinaan Mutia terhadap sahabatnya mencoba untuk menghajarnya tapi ditahan oleh tangan Rara yang menggeleng kearah Rianti.

"Udah biarin aja kalau mereka lihat kak Aldo mungkin bakal percaya"

"Tapi ra!?"

"Udahlah yang punya kelainan mental mending ke psikiater aja gak usah sekolah lebih enak ngehalu disana dari pada disini malah kena bully iya gak guys" sontak perkataan Mutia kembali membuat seisi ruangan menggelegar karna suara tawaan mereka.

Khairana menunduk mencoba untuk tidak menjatuhkan air bening dari matanya namun terlambat sudah cairan bening itu berhasil lolos begitu saja tanpa perlawanan.

Riani yang menyadari hal itu membawa Rara keluar dari kelas dan mengajaknya untuk mencuci wajahnya.

"Ra gak usah dipikirin ya omongan si Mutia, biar aku yang balas nanti"

"Gak apa-apa kok Riri, mungkin Rara emang aneh dari dulu gak heran dirumah sering berganti-ganti pembantu"

"Hah? Memangnya dulu pembantu rumah tanggamu kenapa?"

"Kata mama mereka takut sama Rara yang sering berbicara sendiri dirumah, padahal Rara beneran sedang main dengan teman Rara saat itu namanya Julian dia anak lelaki turunan barat sering sekali main dengan Rara tapi sejak dia mendengar obrolanku dengan mama dia tak pernah kembali lagi"

"Hmm... Ra, kamu sadar gak sih?"

"Sadar apa?"

"Sadar gak kalau kamu itu punya sesuatu yang gak kita miliki?"

"Apa?"

"Ra, jujur ya aku juga gak lihat orang yang kamu sebut kak Aldo itu jangankan melihat mendengar suaranya aja enggak"

"Hah? Tapi Riri suka tanya kan kalau aku ngobrol sama dia?"

"Iya itu aku tanya cuma agar aku emang bener-bener ngeliat apa yang kamu lihat tapi sebenarnya enggak Ra, tapi aku maklumi karna mungkin kau memiliki apa yang tidak kami miliki Ra"

"Memiliki apa yang tidak orang lain miliki?"

"Iya, matamu Ra"

"Mataku?"

"Kau punya indra ke-enam, yang artinya kau bisa melihat juga berkomunikasi dengan makhluk gaib"

"Gak! Riri salah! Jelas-jelas kak Aldo itu nyata! Dia tinggi pakai seragam yang sama seperti kita juga tampan ya walau agak pucat sedikit tapi dia tampan!"

"Sampai kapan kamu bakal menyangkal fakta ini Ra?! Kalau kamu gak percaya coba tanyakan ini pada kak Aldo mu itu mungkin ada sebabnya dia mendekatimu terus"

Khairana terdiam dan berpikir untuk membuktikan apakah perkataan Riani itu benar atau tidak.

To be continue...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status