Lazia terdiam beberapa detik, sebelum ia berteriak.
"Aaa!"
Dan langsung berdiri, walaupun Lazia sempat menginjak tangan Fabio. Mengambil sebuah tisu yang ada di meja lalu melap bibirnya dengan kasar.
"Tapi Zia. bisa di ulang lagi enggak? Soalnya manisnya cuma sedikit kerasa," ujar Fabio tersenyum sembari duduk dan melihat Lazia sedang sibuk membersihkan bibirnya.
"Dicky maafin gue!" teriak Zia ke udara.
"Ciuman pertama gue. Gue kasih sama cowo gila itu," tambah Zia sembari melihat Fabio yang sedang tersenyum. Kemudian kembali melap bibirnya.
"Lebay banget si lo!" kekeh Fabio sembari tersenyum lalu berdiri.
"Ini salah lo! Salah lo! Salah ... Lo!" teriak Zia dengan kuat. Sembari mengerakan kedua kakinya di lantai, seperti anak kecil yang sedang merengek.
"Salah gue?"
"Bukannya lo sendiri yang nimbuk gue! Udah lo bilang aja, kalau itu emang mau cem-ceman sama gue," balas Fabio tersenyum lalu mengambil bukunya.
"Dasar gila tau
"Lo letakin aja di meja gue," ucap Zia. Lalu berjalan pergi bersama Dewi."Tapi bentar lagi itu masuk." teriak Wizdan.Benar saja, keluar Lazia dan Dewi dari kelasnya. Tak lama kemudian bel tanda masuk, berdering. Membuat Lazia tidak jadi pergi ke ruang kelas Fabio.Karena Lazia seorang sekertaris. Lazia harus menulis soal pelajaran yang di berikan ibu Olah kepadanya. Walaupun Lazia sedang malas, gara-gara kejadian tadi pagi di rumahnya. Soal demi soal Lazia tulis di papan tulis. Sampai seorang siswa memanggilnya, dia bernama Reyhan."Apa?" jawab Zia."Lo gimana, si? Gue belum selesai, lo udah ngahapus aja," ujar Reyhan tersenyum. Sembari melihat teman-temannya."Hello ...""Siapa suruh lo main-main." sahut Zia. Dan kembali menulis soal.Hari ini semua siswa ribut. Hampir sebagaian tidak ada yang menulis, semua sibuk dengan perkerjaannya. Ada bernyanyi, tidur, berdandan dan sebagainya. Mereka anggap, mereka sedang ada di rumahnya terma
Lazia terus melamunkan kejadian tadi di kelas, saat-saat dimana Dicky melakukan hal yang romantis. Senyum manis terlihat di wajah Lazia, Dewi yang melihatnya saja sedikit kawatir, melihat Lazia yang seperti itu."Jadi hasilnya berapa anak-anak?" tanya Guru.Semua siswa tidak ada yang menjawab. Guru itu mengkerutkan dahinya, melihat ke arah Lazia yang sedang tersenyum."Lazia," ucap Guru itu dengan tatapan tajam."Zia, Zia ... " bisik Dewi sembari menyenggol badan Lazia. Tapi Lazia tetap saja tidak mendengarnya."Lazia!" bentak Guru. Membuat Lazia kaget setengah mati."Iya-iya, pak!" sahut Zia sembari mengkedipkan matanya. Dan mengambil pulpen."Kamu ngelamunin apa?" tanya Guru dengan nada tinggi."Dicky, pak!" jawab Zia cepat lalu menutupnya.Sontak semua siswa tertawa mendengarnya. Guru itu hanya membalasnya dengan menggelengkan kepala."Maksud Zia itu pelajaran, pak." ujar Zia tersenyum lalu terkekeh setelahnya.Dri
"Masih, emangnya kenapa?" tanya Dewi sembari terus menyetir."Kita muter-muter aja," jawab Zia tersenyum."Maksud lo?" balas Dewi bingngung."Masa lo enggak ngerti, si?! Kita ajak dia muter-muter jauh, sampai motornya itu habis bensin," ucap Zia."Oh, Iya-iya gue ngerti." sahut Dewi terkekeh.Dewi melanjutkan mobilnya sedikit cepat ke pusat kota. Dewi juga masih melihat Fabio sedang mengikutinya, di pusat kota itu. Dewi hanya berputar-putar hingga sepuluh kali, yang jaraknya itu tiga belas kilometer. Sampai Dewi memberhentikan laju mobilnya, karena dia melihat motor Fabio yang tiba-tiba berhenti."Kok lo berhenti?" tanya Zia."Kayanya motor Fabio udah habis bensin," jawab Dewi tersenyum. Sembari melihat Fabio dari spion mobilnya."Serius lo!" lanjut Zia lalu melihat ke belakang. Melihat Fabio sedang memeriksa tangki bensin motornya."Gimana kita lanjut?" tanya Dewi."Udah kita lanjut aja, langsung pulang. Biarin dia di situ
Semakin penasaran Lazia memberanikan diri untuk membuka pintu. Walau di dalam hatinya, ia merasa takut.Klek!Pintu terbuka, namun Lazia tidak melihat siapa-siapa. Lazia hanya melihat derasnya hujan dan angin kencang."Perasaan tadi ada yang ngetuk deh," gumam Zia pelan dengan rasa takut menghantuinya.Dorr!Tiba-tiba kilat datang di sertai gemuruh yang kuat, bersamaan dengan cahaya kilat itu, Lazia seseorang di pintu gerbangnya sedang berdiri menggunakan sebuah payung. Lazia ketakutan setengah mati, dan masuk kembali ke dalam rumah."Itu siapa?""Apa jangan-jangan hantu," gumam Zia sembari bersandar di balik pintu.Tok, tok!Ketukan pintu kembali terdengar, namun kini sangat keras."Siapa disana?!" teriak Zia dengan masih sembunyi di balik pintu.Tapi tetap saja tidak ada yang menjawab. Lima menit Lazia menunggu, Lazia memutuskan untuk membuka lagi pintunya. Namun kini secara perlahan.Ngek...Lazia melih
"Oh, masa?!" balas Zia dengan senyum kecut. Setelah itu ia menginjak kaki Fabio yang menghalangi pintu."Aww!" lirih Fabio sembari memegang kakinya dan.Bugh!Pintu langsung tertutup rapat dengan kuat. Lazia tersenyum lalu berjalan ke arah sofa, membiarkan Fabio di luar."Zia! Buka pintunya," ujar Fabio sembari mengetuk pintu. Tapi Zia hanya diam dan terus menonton televisi."Buka Zia!"Buka ... ""Biarin aja dia di luar kedinginan, siapa suruh datang ke rumah gue," gumam Zia."Ok. Kalau lo enggak mau buka pintu ini. Gue bakalan teriak Zia! Biar om Sopandi sendiri yang ngebukain pintu ini," ujar Fabio."Gawat, kalau sampai ayah bangun. Terus lihat gue biarin Fabio di luar, bisa-bisa uang jajan gue di kurangin dong," gumam Zia."Gimana nih?" sembari mengigit imut jari kelingkingnya."Gue itung sampai tiga-ni Zia," tambah Fabio."Satu.""Dua.""Ti ..., "Klek!Pintu terbuka lebar, walau Laz
"Tapi, satu hal juga yang harus lo tau tentang gue. Gue, enggak suka sama lo.""Jadi lo enggak usah nyimpen perasaan lo sama gue. Karena sampai kapan pun, gue enggak akan cinta sama lo," balas Zia dengan raut muka serius."Zia, lo tau Romeo dan Juliet?" tanya Fabio tersenyum."Udah deh, enggak usah bawa-bawa Romeo dan Juliet. Masalah ini, beda jauh dengan mereka.""Jadi gue harap lo bisa mikir dua kali buat di jodohin sama gue, atau perlu lo batalin perjodohan ini. Sebelum lo sakit hati," usul Zia.Fabio terdiam dengan menundukan kepalanya mendengar perkataan Lazia, yang menurutnya benar-benar merobek hatinya. Sampai Fabio melihat lagi Lazia dengan senyum manisnya, itu cara agar Lazia tidak tau kalau Fabio sedang sedih."Kenapa lo senyum-senyum?" tanya Zia."Enggak kenapa-kenapa." jawab Fabio tersenyum.Setelah Fabio mengucapkan kalimat itu. Tiba-tiba lampu mati di sertai kilat dan gemuruh petir. Seketika semuanya gelap gulita.
"Dasar cowo nyebelin!" geram Zia lalu melempar bantal sofa."Awas aja kalau lo sampai ngelamar gue besok!" mengepalkan tangan kepada Fabio."Gue serius Zia!" berjalan kearah pintu."Besok, gue akan bawa kedua orang tua gue. Jadi, besok lo dandan yang cantik-ya!" ujar Fabio tersenyum dan keluar dari rumah Zia"Eee ... dasar cowo aneh.""Tapi lihat aja besok. Siapa yang menjadi pemenangnya." gumam Zia dengan senyum miring.Keesokan harinya. Saat Lazia sedang menali sepatunya di kamar, tiba-tiba Sopandi memanggilnya dengan nada lembut."Iya bentar." selesai menali sepatunya Lazia langsung berjalan menemui ayahnya.Tiba disana. Lazia melihat ayahnya sedang tersenyum manis kearahnya, membuat Lazia sedikit kebingungan."Ayah kenapa ngelihatin Zia kaya gitu?" tanya Zia lalu duduk di sofa."Ayah seneng aja, karena bentar lagi. Kamu akan di lamar sama na, Fabio," jawab Sopandi tersenyum."Barusan, ayahnya Fabio nelpon ayah. Ka
Setelah perempuan itu pergi, tak lama berselang guru memanggil Lazia. Lazia meletakan pulpennya dan berjalan ke arah meja guru."Iya, bu," sahut Lazia."Kamu pergi ke kelas IPS1, ada guru yang mau nanya sesuatu sama kamu disana," ucap Guru."Iya bu." balas Lazia dan berjalan pergi.. . .Tok, tok!"Permisi." kata Lazia dan berjalan masuk ke dalam kelas IPS1.Di sana Lazia melihat Fabio sedang berdiri di depan meja guru. Fabio membalas tatapan Lazia dengan senyuman, yang sempat membuat Lazia sedikit jijik."Kamu yang namanya Lazia?" tanya Guru."Iya ibu," jawab Zia."Jadi, apa kamu juga yang udah buang buku Fabio?" tanya Guru itu lagi.Lazia kaget mendengar ucapan guru itu. Lazia melihat ke arah Fabio yang sedang senyum-senyum sendiri."Loh, kamu kenapa diem," ujar Guru nampak emosi."Iya, bu! Saya yang udah buang buku Fabio," sahut Zia tersenyum."Alasannya kenapa," lanjut Guru."Alasannya ...