"Apa pentingnya ini buat lo," jawab Boby menatap sinis Zia.
"Ini penting banget buat gue bob," kata Zia dengan nada sedih.
"Pentingnya mana dia dengan Dicky?" tanya Boby cepat.
"Gue emang suka sama Dicky, tapi itu dulu! Sebelum gue bertemu dengan dia, dia yang membuat hari-hari ku jadi berwarna," jawab Zia dengan mata berkaca-kaca.
"Bob, please! Di mana Fabio sekarang."
"Zia kayanya udah benar-benar mulai jatuh cinta sama Fabio, tapi kenapa dia baru sadar sekarang," batin Boby.
"Kenapa lo diem Boby, ayo jawab di mana Fabio sekarang," ucap Zia dengan nada sedih.
"Please!"
Boby menghela nafas panjang lalu berjalan pergi masuk ke dalam kelas, "Lo bisa datang lagi sepulang sekolah dan gue akan kasih tau semuanya sama lo."
Jam pulang pun terdengar. Saat Boby satu langkah dari pintu kelasnya, tiba-tiba salah satu temannya memanggil dan menunjuk ke arah belakang Boby. Saat Boby berbalik ia kaget, melihat Zia sedang jon
"Zia gue minta maaf, Zia!" ujar Fabio dengan nada tinggi dan Lazia berhenti sembari menangis tersedu-sedu."Gimanapun gue harus pergi.""Kenapa Fabio, Kenapa," lirih Zia dengan air mata yang tak kunjung berhenti."Di saat cinta datang dan lo harus pergi! Apa kita tidak bisa mencobanya terlebih dahulu? Setelah itu lo bebas mau pergi atau nggak.""Zia, hapus air mata lo. Lo jangan tangisi pria seperti gue," kata Fabio dengan nada dingin."Jika memang kita berjodoh, pasti Tuhan akan mempertemukan kita kembali dengan cara apapun.""Please Fabio jangan pergi," lirih Zia."Gue nyakin setelah nanti gue pergi. Lo pasti mendapatkan pria yang jauh lebih segalanya dari gue. Karena bagaimanapun gue harus pergi," kata Fabio yang membuat air mata Zia menetes cepat."Gue cuma pengen lo! Gue nggak mau yang lain Fabio, jadi please lo jangan pergi," pinta Zia."Kalau begitu, berikan alasan. Agar gue tetap bisa bertahan di sini," ujar Fabi
"Ganteng banget!"Lazialita Hidayanti, sering di panggil Zia. Gadis cantik di yang sekarang duduk di bangku kelas 12 sekolah menengah atas semester 2."Kenapa dia semakin hari semakin ganteng, ya!""Jelas dong, dia 'kan keturunan Korea. Makanya gantengnya enggak pernah luntur!"Balasan teman sebangkunya, Destiana Dwi Lestari. Sering di panggil Dewi. Teman seperjuangan Zia semenjak SMP. Suka dan duka mereka jalani bersama."Pengen rasanya gue bersandar di bahunya!" lirih Zia dari atas meja, melihat seorang pria sedang bermain basket, dari jendela kelasnya."Woi! Udah selesai belum?! Gue mau ngerjain pr, nih!" bentak pria pemilik meja yang mereka naikki."Iya-iya!""Bawel banget, si! Kaya ibu kos." ucap Dewi dan turun dari atas meja bersama Zia.Mereka berdua berjalan ke arah pintu masuk kelasnya, melihat kembali pria tersebut.Dicky Afrizal pria terpopuler di sekolah dengan khas rambutnya berwarna putih. Siswa terk
"Ck, sok akrab!" kata Zia lalu berjalan masuk ke dalam rumah.Malam tiba, Sopandi masuk ke kamar putri bungsungnya itu. Melihat putri kesayangan sedang belajar dengan headset di telinganya."Lazia!""Lazia!"Lazia tidak mendengar perkataan ayahnya itu, lalu Sopandi mendekatinya dan menarik headset yang bersarang di telingan Zia."Ayah?""Ayah ngapain ke kamar Zia?" tanya Zia."Kepala ayah sakit, tolong beliin obat!" jawab Sopandi memegang kepalanya."Ini udah jam 9, ayah! Mana ada warung yang buka," kata Zia."Tapi, Apotek enggak 'kan!" ucap Sopandi tersenyum."Ayah ... Zia lagi males!" ucap Zia dan memasukan lagi headset ke telinganya.Sopandi langsung menariknya headset itu lagi."Kalau kamu enggak mau, besok ayah enggak akan kasih uang jajan!" ujar Sopandi lalu berjalan perl
"Oh iya gue lupa""Sini sarungnya, bukanya gue nerima tawaran lo! Gue cuma mau ambil sarung itu!" ujar Zia mengulurkan tangannya.Fabio memberikan sarung itu dengan senyum manisnya. Lazia langsung melipat sarung itu dengan rapih dan memasukannya ke dalam keresek tempat obatnya itu.Setelah Lazia sampai di depan rumahnya, Fabio langsung memutuskan untuk pergi dengan lambaian yang dia lontarkan, Lazia hanya membalasnya dengan tatapan jijik."Aneh" gumang Lazia.*****"Hari ini siapa temanmu ke sekolah?" tanya Sopandi di meja makan."Seperti biasa ayah ... Dewi!" jawab Zia sambil memakan roti yang telah zia lapisi selai.Bim...Tak lama kemudian suara klakson mobil terdengar. Lazia langsung menghambiskan rotinya dan meminum secangkir susu, lalu mencium kening ayahnya dan beranjak pergi ke sekolah."Pr udah lo kerjain belum?" tanya Dewi berjalan di tepi lapangan."Udah dong. Mana mungkin gue enggak kerjain tugas dari guru
"Itu semua dari gue!"Suara yang berasal dari pintu masuk, Lazia dan Dewi berbalik dan melihat seorang pria menggunakan jaket levis berjalan ke arah mereka."Jadi dia!" gumang Zia."Maaf kalau sederhana." ucap pria itu.Boby Dirgantara, kelas 12 IPS 1. Pria yang sejak kelas 10 telah menyimpan cinta untuk Lazia. Tapi, Lazia tidak pernah membalas cinta darinya. Padahal Boby tidak termasuk pria jelek di sekolah bahkan populer. Dia juga anak dari Jendral tentara AD. Mungkin ini yang ke 20 kalinya dia menembak Lazia."Lo mau enggak jadi pacar gue?"Pria bersujud di hadapan Lazia sambil mengakat sebuah kotak kecil yang berisi cincin emas. Dewi yang melihatnya saja ikut terbawa suasana."Soswet deh!" ucap Dewi tersenyum.Siswa-siswi yang berada di kelas itu berteriak keras mengucapkan kaliamat Terima berulang-ulang."Diam!" teriak Lazia.Seketika semua siswa dan siswi terdiam saat mendengar perkataan Lazia."Lo berdiri
"Tunggu bentar napa!" ujar Fabio lalu menoleh sedikit kebelakang."Nunggu apa lagi?" tanya Zia."Tunggu sampai tangan lo itu pegangan sama gue!" jawab Fabio tersenyum."Enggak! Gue enggak mau," bentak Zia.Fabio membalikan badannya dan memegang kedua tangan Zia lalu meletakannya di pinggang Fabio."Nah gini maksud gue, susah amat!" ujar Fabio lalu menjalankan motornya.Diperjalan Zia melepaskan pegangan ke Fabio. Membuat Fabio tersenyum miring, lalu sedikit mempercepat laju kendaraannya."Bisa pelan-pelan enggak, si? Kalau gue jatuh gimana?" tanya Zia panik."Jatuh? Itu buka urusan gue ... Bukannya dari awal gie udah bilang sama lo!" jawab Fabio tersenyum."Bilang apa?" ujar Zia dengan nada tinggi."Gue bilang lo pegangan sama gue!" sahut Fabio tertawa lalu menjalankan motornya sedikit lebih cepat dari sebelumnya.Dan tak lama kemudian, saat Fabio sedang membelokan motornya ke arah jalan masuk rumah Zia. Tiba-tiba dua
"Ganti enggak!" bentak Zia. Melototi pria yang sedang duduk tersenyum menonton televisi."Enggak! Ini seru tau, dari pada drama korea lo itu!" sahut Fabio tersenyum."Sini biar gue sendiri yang ganti!" kata Zia emosi.Zia mendekati Fabio yang sedang duduk di sampingnya, sembari berusaha mengambil remot dari Fabio. Fabio mengakat tangan kanan yang sedang memegang remot menghindari tangan dari Zia."Sini!" ucap Zia yang masih berusaha."Enggak gue enggak mau!" tersenyum Fabio."Sini!"Yang akhirnya Lazia berhasil mengambil remot dari Fabio. Namun Lazia harus terjatuh ke dalam pelukan Fabio, di ikuti Fabio yang terjatuh terlebih dahulu ke sofa. Mereka saling menatap satu sama lain, hembusan nafas mereka rasakan."Kenapa gue jadi dek-dekan gini?" batin Zia."Gadis ini benar-benar cantik!" batin Fabio tersenyum."Dasar modus!" ketus Zia. Sembari mengambil remot dan duduk kembali di tempatnya."Tau aja kalau gue modus." uca
Chit!Taxi yang ditumpangi Lazia dan Fabio berhenti di depan rumah makan sederhana yang berada di pinggir jalan raya.Lazia mengkerutkan dahinya, melihat ke arah warung yang berada di samping pintu keluarnya. Lalu melihat kearah Fabio, yang ternyata Fabio sedang melihatinya dengan senyum tipis di wajahnya."Tunggu apa lagi? Ayo turun." ujar Fabio lalu beranjak keluar dari taxi.. . ."Makasih mas!" teriak Fabio. Melihat taxi yang ditumpanginya telah berjalan pergi sembari melambaikan tangan.Lazia masih tidak bisa membayangkan jika harus diner di sebuah rumah sederhana di pinggir jalan. Lazia terbangun dari lamunannya saat Fabio merangkul erat Lazia dan membawanya masuk.Di dalam rumah makan itu, ada seorang wanita yang merupakan pemilik rumah makan. Melihat tersenyum ke arah Fabio yang sedang merangkul Lazia."Lo apa-apaan, si? Lepasin!" bentak Zia dan melepaskan rangkulan Fabio dengan kasar."Galak amat," ucap Fabio terkekeh.