Share

Part 5

Minggu pagi ini Bulan telah bersiap untuk berangkat menonton pertandingan basket antara SMA Merpati sekolahnya dengan SMA Mahkota.

Sebenarnya Bulan tak ingin pergi, namun Farel terus memaksanya datang karna cowok itu akan bermain. Alhasil Bulan menurutinya, itung-itung cuci mata.

Bulan datang ke sini sendiri, kedua temannya tak bisa ikut menonton, dan ia naik taksi lantaran tak ingin dijemput Farel, padahal cowok itu sudah berkali-kali menawarinya namun Bulan tolak.

Sesampainya ia di Gor Lawung itu, Bulan langsung bergegas masuk mencari keberadaan Farel. Hal pertama yang ia lihat adalah banyaknya pasang mata yang menatapnya, baik dari sekolahnya ataupun sekolah lain yang ikut menonton pertandingan ini. Ada yang terpesona, kaget, dan ada juga yang berbisik-bisik. Ayolah nama Rembulan Aurora Ayodha sangat tidak asing di luar sekolahnya.

Memilih mengabaikannya, Bulan terus melangkah mencari keberadaan Farel. Lambaian tangan seseorang membuat langkah Bulan menuju cowok itu, Farel.

"Lama banget datengnya." cemberut Farel.

"Cewek ribet!" balas Bulan yang membuat Farel terkekeh.

"Lo nonton dari sini aja!" pinta Farel.

"Gak!"

"Terus lo mau nonton di mana? Di sana ramai, gue gak bisa ngawasin lo."

"Terserah gue!'

"Nurut aja sih sama gue!"

"Lo bukan cowok gue!"

Farel berdecak. "Kalau gue menang, jadi cewek gue?"

"Gak mau!"

"Lo selalu nolak gue." lirih cowok itu.

"Lo menang kita liburan." ucap Bulan tiba-tiba.

"Seminggu?" pinta Farel.

"Bolos gitu?"

Farel mengangguk.

"Oke."

Mendengar ucapan Bulan, Farel tersenyum lebar. Menautkan jemari kirinya dengan jemari kanan Bulan. Bulan menggelengkan kepala, dasar cowok!

"Asli gak rela buat melepas ini!" ungkap Farel menatap tautan mereka kala sang wasit meniupkan peluit tanda pertandingan akan dimulai.

"Ya udah, gak jadi liburan!"

"Harus jadi!" saut Farel, melepaskan tautan mereka.

"Cabut! Lo kalah kita batal!" usir Bulan.

"Apapun, gue usahain yang terbaik buat lo."

Bulan mengangguk tersenyum tulus. Untuk pertama kalinya, Farel melihat senyuman tulus cewek yang sangat ia gilai itu. Jantungnya berdetak tak karuan, apakah Bulan mulai membuka hati pada Farel? Doakan saja semoga itu benar terjadi.

Bulan berjalan mundur dan berbalik pergi kala Farel telah berlari menuju lapangan.

Langkah kaki Bulan mengarah ke area stan minuman, dan memesan satu minuman.

Sembari menunggu pesanan, Bulan menjelajahi aplikasi i*******m di ponsel Farel. Cowok itu juga belum mengembalikan ponselnya hingga hari ini, biarkan saja.

Saking tenggelamnya dalam menscroll beranda akun Farel, Bulan dikagetkan dengan tangan yang menjulurkan ponsel di depan wajahnya.

Bulan mendongak, mata imut tajamnya bertabrakan dengan mata emerald di hadapannya,  Bulan terpana.

"Hei!" ucap seseorang yang melambaikan tangan di depan wajah Bulan.

"E-eh ya?" Kaget Bulan kala cowok bermata emerald itu menyadarkannya.

Cowok itu mengulurkan kembali ponsel ke arah nya, "Boleh minta nomor lo?"

"B-boleh." Gugup Bulan, menerima ponsel itu dan mengetikkan digit nomornya.

Cowok itu berlalu begitu saja tanpa berucap setelah Bulan mengembalikan ponselnya.

Bulan tetap menatap kepergian cowok itu, di kejauhan cowok itu menoleh dan tersenyum simpul ke arahnya lalu menghilang di tikungan.

Bulan memegang kedua pipinya, panas! Jantungnya berdetak! Ini tak baik untuk kesehatannya. Bulan benar-benar di buat linglung oleh tatapan mata emerald itu. Bulan malu! Menutup mukanya dengan kedua tangan dan menggertakkan kedua kakinya berkali-kali di lantai.

"Mbak, ini pesanannya?" ucap penjaga stan tersebut.

Bulan mendongak, merapikan rambutnya, dan berdehem. "Makasih." ucapnya sembari berlalu dengan satu tangan yang menutup sedikit wajahnya, malu!

Brukk...

Akibat Bulan yang menutup sedikit wajahnya tanpa sadar dirinya menabrak seseorang dan tidak sengaja minuman Bulan mengenai baju orang itu.

"E-ehhh sorry-sorry gak sengaja, maa- Rigel?"

Rigel tersenyum tipis. "Hei! Ketemu lagi?"

Bulan ikut tersenyum. "Sorry ya gue bener-bener gak sengaja, sebentar!"

Bulan membuang cup ke tempat sampah di sebelahnya, menggeledah tas slempangnya, mengambil tisu.

"Gue bersihin ya." tangan Bulan bergerak membersihkan noda di jaket Rigel namun Rigel menahannya.

"Gak usah, santai aja ini masalah kecil." kata Rigel, melepas jaketnya memperlihatkan kaus hitam polos yang melekat pas di tubuhnya, kulit putih, dan jangan lupakan urat cowok itu yang sedikit menonjol.

Bulan merebut jaket Rigel dengan paksa. "Kalau gitu biar gue cuci sebagai permintaan maaf."

Rigel yang hendak menolak lantas mengurungkan niat lantaran cewek itu menyatukan kedua tangannya dan mengedipkan berkali-kali mata imut tajamnya, alhasil Rigel mengangguk.

"Kayaknya ngobrol di sini kurang nyaman. Mau ke cafe depan?" ajak Rigel.

"Boleh."

Keduanya berjalan berdampingan menuju cafe depan. Cafe bernuansa outdoor itu sangat menyegarkan mata.

"Lo ngapain di sini?" tanya Bulan setelah waiters itu pergi.

"Gue anak SMA Mahkota, ya gue nonton mereka lah."

Bulan ber-oh ria sembari mengangguk.

"Lo ada hubungan apa sama Farel?" to the point cowok itu.

Bulan membasahi bibirnya. "Lo kenal Farel?"

"Sekedar tau, dan... Nomor yang lo kasih-"

"Hp gue ada di Farel, dan gue pakai hp dia." Jujur Bulan.

"Kalian pacaran?"

Bulan menggeleng. "Ya gimana ya, gue belum ada rasa sama dia sih!"

"Tapi lo sama Farel keliatan deket banget."

"Iya emang! Dia baik sama gue, dan gue juga gak punya alasan buat gak baik sama dia."

"Dia tau lo gak suka sama dia?"

Bulan mengangguk. "Gue udah sering nolak dia, tapi dia tetep kekeh. Ya udah, kita deket terus."

"Lo gak ingin menjauh dari Farel?" tanya Rigel penuh arti.

"Gue gak punya alasan buat jauhin Farel. Jadi kenapa gue harus jauhin dia? Kalau masalahnya tentang perasaan itu urusan hati masing-masing, kan?"

Rigel mengangguk pelan bersamaan dengan getaran ponsel di saku cowok itu. Cowok itu memberi kode Bulan untuk mengangkat telfon, Bulan mengangguk memilih membuka aplikasi whatsappnya. Bulan sedikit mendengar, cowok itu mengatakan bahwa gue di cafe depan... ya udah gue ke situ.

"Lan, Lo masih mau di sini atau balik ke dalam?"

"Kenapa? Lo ada perlu?" tanya Bulan balik.

Rigel mengangguk.

"Oh ya udah gak papa, pergi aja! Nanti pesenannya biar gue yang bayar."

"Thanks, gue cabut dulu!" pamit Rigel yang masih sempat mengelus puncak kepalanya.

"Ini mbak pesanannya!" lamuyan Bulan buyar saat pelayan itu mengantarkan pesanannya.

"Makasih."

Pelayan itu mengangguk bersamaan dengan ponsel Farel yang bergetar.

Bulan is calling...

Dengan cepat Bulan mengklik icon hijau.

Lo di mana?

Cafe depan!

Tetep di situ, gue otw ke sana!

Bulan meletakkan ponselnya menunggu kedatangan Farel.

Terlihat cowok itu masuk dengan tampilan fresh, sepertinya cowok itu baru mandi. Pakaiannya juga sudah tidak memakai jersey.

"Lo gak nonton gue, kan?" tuding Farel kala cowok itu telah duduk di tempat Rigel tadi.

Bulan mengeleng. Terlihat cowok itu menghela nafas dalam.

"Lo menang atau kalah?" tanya Bulan, kepo.

"Maafin gue." lirih Farel.

Bulan memutar bola matanya. "Sayang banget kita gak jadi berduaan selama seminggu."

"Maafin gue... Gue jelas menang lah!"

Bulan melotot. "Jangan bohong?"

Farel menunjukkan ponsel ke arah Bulan, terdapat sebuah foto di mana seluruh anggota basket berfoto bersama dengan piala di tangan Farel.

Farel mengeluarkan smirknya penuh kemenangan menatap Bulan.

"Kita undur, besok kita ujian!"

Farel mendelik. "Jangan ngada-ngada buat nunda hal baik."

Bulan mengedikkan bahunya. "Cek grub sekolah!"

Dengan cepat Farel mengikuti perintah Bulan. Sialan! Gagal sudah liburan mereka besok.

"Abis ujian! Harus pokoknya, gak mau tau."

Bulan mengangguk saja.

"Minuman siapa?" tunjuk satu minuman di hadapannya.

"Punya Rigel! Belum tersentuh! Kalau mau minum, kalau gak mau pes-"

"Lo ngapain sih ketemu dia?"

"Gak sengaja ketemu!" ralat Bulan.

"Tetep aja! Terus kenapa lo di sini? Kenapa gak nonton gue?"

"Gue di ajak kesi-"

"Harusnya lo nolak!"

"Lo kenapa sih?" Bulan mulai kesal.

Farel terdiam, menggosok mukanya kasar.

"Lo udah pesen makan?" alih Farel.

"Ayo pulang!"

Farel berdecak melihat Bulan berdiri hendak berlalu lalu dengan cepat menahan lengannya.

"Jawab! Ini jaket Rigel?" tunjuk Farel ke arah jaket ditangan Bulan.

"Gue gak sengaja nabrak dia dan minum gue kena jaketnya. Mau gue cuci sebagai permintaan maaf!" ungkap Bulan dengan wajah juteknya.

"Biar gue aja yang cuci!" Farel merebut jaket itu.

Bulan merebutnya kembali. "Apaan sih gak usah!"

"Udah biar gue aja!"

"FAREL PLISSS!" kesal Bulan kala cowok itu hendak merebutnya lagi.

Farel diam, Bulan memandangnya. Membuka tas slempang, menaruh selembar kertas merah dan berlalu pergi.

Farel mendengus, mengekori cewek itu pergi.

"Gak usah ngambek, maafin gue!" ucap Farel memeluk Bulan dari belakang kala mereka berada tepat di sebelah mobil Farel dengan Bulan yang hendak membuka pintu samping kemudi.

Bulan menutup pintu kemudi kembali. Berbalik badan, menatap Farel, lalu memeluknya erat.

Mereka berdua tak sadar, dari kejauhan ada seseorang yang mengamati mereka sejak tadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status