LOGINMatahari pagi masih lembut menyelinap melalui celah tirai jendela kamar Felicity ketika suara berisik di luar mengganggu kesunyian. Lalu, terdengar ketukan bergegas yang tidak sabar pada pintu kamarnya.
"Lady Felicity! Bangun!" suara Bea, sang pelayan, bernada khawatir. "Tuan Blackwood ada di bawah. Dia mendesak untuk bertemu. Katanya sangat penting."Felicity mengerang, menggosok mata yang masih berat. Theron? Pagi-pagi sekali? Jantungnya berdebar tidak karuan. Ini pasti bukan kunjungan sosial biasa."Aku akan segera turun," sahutnya, berusaha terdengar tenang.Dengan cepat dia berganti pakaian, meninggalkan gaun tidur dan mengenakan pakaian sederhana namun pantas untuk seorang bangsawan, rambutnya yang berantakan hanya diikat longgar. Tidak ada waktu untuk bersolek. Saat dia melangkah ke ruang tamu kecil, Theron sudah berdiri di sana, mondar-mandir seperti singa dalam sangkar. Wajahnya yang biasanya penuh perhitungan sekarang diliputi kegelisahaMarcus menutup pintu kamar dengan sangat perlahan dan hati-hati, memastikan mereka benar-benar sendirian tanpa kemungkinan adanya penyadap atau gangguan tak terduga. Wajahnya yang biasanya tak beremosi dan profesional kini tampak jelas kegelisahan dan frustrasi yang dalam, garis-garis kelelahan terlihat di sekitar matanya yang biasanya waspada."Laporan lengkap dan terbaru, Tuan Theron," mulutnya dengan suara rendah yang penuh penyesalan dan sedikit rasa malu. "Harus saya akui dengan berat hati bahwa kami telah mencapai kebuntuan total dalam pelacakan sosok berkerudung itu. Setiap jejak, setiap petunjuk, setiap lead yang kami ikuti dengan susah payah berakhir di tembok kosong atau jalan buntu."Theron mengangkat alisnya dengan perlahan, meski tubuhnya masih terasa lemah dan lukanya masih berdenyut-denyut, pikirannya tetap setajam silet. "Kebuntuan total? Itu tidak seperti tim kita. Jelaskan lebih detail apa yang terjadi, Marcus.""Tim terbaik kita telah be
Ketika isakan Felicity perlahan-lahan mereda menjadi desahan napas yang teratur, Theron tidak berhenti mengelus punggungnya dengan gerakan menenangkan yang ritmis. Dengan sangat hati-hati, seolah sedang memegang benda paling berharga di dunia, ia mengangkat wajah Felicity yang masih basah oleh air mata dan bekas kesedihan. Menggunakan ujung jarinya yang kasar akibat tahunan memegang pedang namun kini menjadi lembut penuh kasih, ia mengusap satu per satu jejak air mata yang membasahi pipi gadis itu."Sudah lebih baik?" tanya Theron dengan suara rendah serak yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua, seperti angin sepoi-sepoi yang berbisik di antara dedaunan.Felicity mengangguk pelan, matanya yang masih merah dan bengkak justru berbinar dengan kelembutan yang jarang terlihat, seperti mutiara yang baru saja dibersihkan dari lumpur. "Maaf... aku biasanya tidak mudah menyerah dan menunjukkan kelemahan seperti ini. Tidak pantas bagiku sebagai—""Jangan pernah
Sore hari mulai menyingsing, cahaya keemasan matahari sore menerobos melalui jendela kamar Theron. Felicity memasuki kamar bersama Dokter Wells, wajahnya menunjukkan ekspresi serius saat mengamati kondisi pasiennya."Demamnya sudah turun signifikan," gumam Dokter Wells sambil memeriksa denyut nadi Theron. "Antibiotik dan analgesik bekerja dengan baik."Felicity mengangguk, matanya tak lepas dari botol infus yang hampir habis. "Biarkan saya yang menggantinya, Dokter."Dengan tangan terampil, Felicity melepas selang infus yang kosong dan menggantinya dengan botol baru berisi cairan bening. Gerakannya penuh presisi dan kehati-hatian, seolah setiap gerakan telah dilatih ratusan kali.Setelah Dokter Wells mengundurkan diri dengan janji akan kembali esok hari, kamar kembali sunyi. Bea muncul sebentar membawa baskom berisi air hangat dan sepotong kain bersih, lalu segera meninggalkan mereka berdua.Theron yang demamnya sudah turun kini berkering
Theron tertidur lelap, tubuhnya yang kelelahan akhirnya menyerah pada rasa kantuk yang tak tertahankan setelah pertarungan sengit dan kehilangan darah yang cukup signifikan. Dalam mimpinya yang tak menentu, dia masih bisa merasakan dengan jelas sentuhan lembut dan sejuk Felicity di dahinya yang panas, masih bisa mencium dengan nyata aroma khas lavender yang menenangkan bercampur dengan aroma minyak mesin dan logam yang selalu melekat pada gadis itu.Ketika dia perlahan-lahan membuka mata yang berat, sinar matahari pagi yang keemasan sudah menerobos melalui jendela kaca patri yang indah, menciptakan pola-pola cahaya berwarna-warni di lantai kayu yang mengilap. Suara yang sangat familiar segera menarik perhatiannya—Felicity sedang terlibat diskusi serius dengan seorang pria paruh baya berkacamata tebal dan berjubah dokter yang berdiri dengan sikap profesional di samping tempat tidurnya."...dan pastikan dosis antibiotiknya tepat, Dokter Wells. Aku benar-benar tidak m
Felicity dengan sangat hati-hati memimpin Theron menuju kamar tamu mewah yang telah disiapkan Higgins. Dengan satu tangan menopang punggungnya dengan kuat dan tangan lainnya memegangi erat lengan yang tidak terluka, mereka berjalan pelan melalui koridor panjang."Pelan-pelan saja, jangan terburu-buru," bisik Felicity lembut saat Theron dengan sengaja pura-pura tersandung sedikit di atas permadani. "Kita hampir sampai, kamar biru hanya beberapa langkah lagi."Sesampainya di kamar biru yang megah dengan dinding berlapis kain beludru biru tua dan furniture kayu berukir rumit, Felicity dengan sabar membantunya duduk di tepi tempat tidur berkanopi besar yang ditutupi seprai sutra. Dengan gerakan lembut nan penuh perhatian, dia menata ulang bantal-bantal empuk berenda di belakang punggung Theron, memastikan dia merasa nyaman."Beristirahatlah sebentar," ujar Felicity, suaranya penuh kelembutan yang jarang terdengar. "Aku akan menunggu di sini sampai dokter kelua
Kereta Theron baru saja berhenti di halaman depan Kediaman Ashworth ketika pintu utama terbuka dengan keras. Felicity muncul dengan tergesa-gesa, rambutnya yang biasanya tertata rapi kini terurai berantakan mengenakan gaun tidur sutra putih yang hanya dibalut jubah tipis. Wajahnya pucat, matanya membesar penuh kepanikan."Theron!" teriaknya, berlari menuruni tangga marmer tanpa mempedulikan kedinginan pagi buta. "Kau terluka!"Theron yang baru saja turun dari kereta terpana melihat penampilan Felicity. "Flick, apa kau gila? Keluar dengan pakaian seperti itu—""Diam!" potong Felicity dengan suara bergetar, tangannya sudah meraih lengan Theron yang terbungkus perban darurat. Perban yang sudah basah oleh darah segar yang terus merembes. "Higgins bilang dia melihat darah di bajumu... Tapi ini... ini parah!"Dengan tangan gemetar, Felicity mulai membuka perban darurat yang dibalutkan Theron dengan asal. Saat perban terlepas, dia menarik napas tajam mel