Matanya terpejam, napas memburu. Ada rasa takut lamat-lamat dalam batinnya. Tiba-tiba, ujung hidungnya terasa tersentil.
"Kalau, kau memejamkan mata, aku malah tertawa, ayo, melek."Suara bisikan itu membuat Laras segera membuka matanya.Pemandangan yang sangat memacu andrenalin.Dada bidang dan mulus itu membuat Laras semakin terkesiap. Tak lama tangan sang pemilik dada bidang itu, memeluknya, bibirnya menjadi sasaran empuk. Lumatan kecil yang membuatnya nagih. Tak sengaja bibirnya ikut mengimbangi gerakan mutar dan menghisap itu.Ah ... begini ternyata rasanya."Kau baru pertama kali melakukannya?"Laras mengangguk. Wajahnya lugu menatap wajah tampan di depannya."Kau ingin lebih?"Lagi-lagi, Laras menganggukkan kepalanya ragu. Ada bagian dari tubuhnya yang berdenyut. Apakah?Belum juga, Laras berpikir jauh, bibir itu kembali mendarat, kali ini, tangan yang kuat itu melingkar pada pinggangnya.Tangan kecil Laras, spontan mengusap dada kekar dan keras, merasakan lumatan di bibirnya kini berganti ke lehernya, terasa aliran darahnya berdesir antara geli dan nikmat. Lumatan demi lumatan , hingga pada saat puncaknya. Laras terpekik kaget."Tunggu ... ""Ada apa?""Aku ... aku takut.""Laras ... aku sudah tidak tahan."Brak!!!!Sebuah pintu terbuka kasar. Laras kaget setengah mati, pasalnya mamanya sudah berdiri di ambang pintu, membawa sebuah tongkat pentungan ."Sudah mama, ketok pintunya, tapi kau belum bangun juga!!!" Bentak ibu Kartika, ibu kandungnya dalam suara yang teramat lantang."Mama!! "Laras menatap bantal guling yang dipeluknya erat-erat. Ah, busyetttt semua hanya mimpi.***Kali ini pandangannya terus menatap punggung itu. Dari belakang terlihat kedua tangannya sibuk melakukan pekerjaannya. Seragam kokinya terlihat pas di badannya."Ras, ini, pesanan untuk meja nomor tujuh."Suara itu mengagetkan gadis itu."Oh, iya. Sip. aku antar."segera Laras membawa baki berisi dua minuman pesanan tersebut.Rumah makan terlihat semakin ramai saja. Berkali-kali, Laras harus mondar-mandir mengantarkan pesanan,"Hari ini, luar biasa, laris. siapkan tenaga ekstra kalian," kata Lukman. Kami , para pramusaji pun, mengangguk cepat.Lukman dan Haris bagian minuman pun terlihat keteteran juga membuatkan beberapa pesanan minuman. Apa lagi, sang koki. Hebatnya, koki rumah makan hanya ada satu, ya pemilik restoran ini.Semua rahasia resep ada padanya.Laras melirik lagi pada ruang Koki.'Mas Ardi, nggak cape apa yah?" pikir Laras.Waktu senggang pun tiba. Laras segera masuk ke ruangan koki. Di sana ada tiga orang, satu bagian masak, satu tukang cuci piring, dan satunya lagi bagian racik."Mas Ardi!" Panggil Laras pada lelaki tersebut."Iya, Laras. ada apa? kau sudah makan?""Justru itu yang akan aku tanyakan pada Mas Ardi? dari tadi nggak berhenti masak. kan cape.""Kau juga cape kan? ngaterin makanan.""Iya, sih ...""Ayo kita, makan. semua istirahat dahulu." Perintah Mas Ardi pada karyawannya. Segera dilepasnya baju kokinya. Kini hanya memakai kaus dan celana jins. Kaus itu terlihat basah oleh keringat, dan itu mengakibatkan semakin jelas lekuk tubuh bagian dadanya yang terlihat kekar.Laras mengikuti Ardi dari belakang. Lelaki itulah yang semalam hadir dalam mimpinya.Desahan dan hangat dadanya masih terasa dikalbunya, Juga isapan bibir sensual itu ... tanpa sadar Laras meraba bibirnya sendiri. Mengapa mimpi itu terasa nyata."Laras ... kau ingin makan apa?"Laras langsung kaget, "Eh... apa yah?"jawabnya gugup. Dirinya bertambah gugup saat tangan mungilnya digandeng dengan mesra.***Hari ini, Ibu Kartika yang merupakan ibunda dari Puspa dan Laras, sedang berada di sebuah tempat yang ramai. Setiap meja terdiri dari tujuh orang yang sedang duduk dengan ramai dan riuhnya. Salah satu meja yang paling heboh adalah meja Ibu Kartika."Aku berani 100 cash!" teriaknya lantang, dan mengebrak meja dengan gemas.Beberapa meja berisi benda ukuran kecil, pipih, bergambar berbagai macam, dari bunga, juga panci. Juga ada tulisan kanji. itulah Mahyong!Ya, ibu Kartika sedang bermain mahyong atau judi. Kali ini, komunitasnya kebanyakan orang keturunan Cina. Dirinya keranjingan dan ketagihan permainan khas Cina tersebut."Haiyaaaa ... kau tak akan mampu kalahkan aku!" sengit wanita sebelahnya. Wanita kurus bergaun corak bunga kecil, berlengan pendek itu, memasang taruhan lebih tinggi dari Ibu Kartika.Ada beberapa lipatan uang berwarna merah, semakin riuh lah meja mereka. Beberapa penonton mulai melingkari meja heboh tersebut."Ayo, buka-buka ...." Mereka mulai memberi yel-yel untuk membuka empat kotak yang masing-masing masih tertutup. Bila kotak di hadapan Ibu Kartika bergambar sama, maka kemenangan akan berpihak padanya.Terlihat senyum hinaan dari rivalnya. Membuat ibu Kartika semakin sewot melihatnya."Ayo, tunggu apa lagi! buka sekarang!"Beberapa orang sudah mulai tak sabar untuk melihat sang pemenang hari ini."Satu, dua, tiga! " Tangan lincah ibu Kartika membuka empat kotak itu.Plak! suara dari kotak berbahan kayu itu, nampak tiga gambar yang sama dan satu berbeda. ibu Kartika segera melirik kotak mahyong milik lawan, terlihat keempat kotak tersebut bergambar sama!ibu Kartika kalah! Dengan wajah tersenyum wanita kurus tersebut mengambil uang taruhan. Tepuk tangan pengunjung pun semakin riuh.ibu Kartika kalah ke tiga kalinya, uang sebesar satu juta lebih ludes dalam waktu tiga puluh menit saja. Dirinya pun segera pergi dari tempat tersebut dengan hati kecewa dan malu.***Puspa melirik lagi pintu ruang kerja bosnya. Dari tadi masih tertutup rapat. Dia pun tahu, masih ada istri sang bos yang sedang berada di sana. 'Sialan, lama amat.' batinya keki.Untuk menghalau kebosanannya, dirinya bermain ponselnya, dan mulai bersua dengan teman dunia mayanya.Pekerjaannya sebagai PR, terlihat sangat mudahnya. Tinggal duduk di ruangan ber-Ac lalu klik komputer, buat jadwal meeting, sudah begitu saja. Apa lagi seorang Puspa berperawakan bak foto model, tak jarang selalu menjadi pendamping bos besar kalau ada kunjungan meeting di luar kota.Tak ayal, terjadilah sebuah perselingkuhan diantara Puspa dan atasannya. Padahal wanita cantik itu sudah bersuami."Mbak Puspa, boleh saya masuk, Mbak?"sebuah suara merdu milik Intan, terdengar."Boleh!"Intanpun membuka pintu kaca tersebut, dan menyerahkan map berisi dokumen dari tiap bagian dalam perusaahan."Ini, Mbak. Bahan untuk meeting besok.""Oh, iya. terima kasih, ya udah bawain ke sini. eh, apa istrinya Pak bos masih di dalam?" tanya Puspa berbisik."Masih, Mbak.""Oh ya, udah makasih ya.""Sama-sama."Intan pun pamit meninggalkan ruang kerja Puspa.Jam bergulir terasa lambat, tiba-tiba, interkom di mejanya menyala."Puspa, ke ruangan ku sebentar." perintah bos besar pada Puspa.Puspa tersenyum, akhirnya. Di ambilnya, bedak dan membetulkan riasannya, semprot parhum, dan segera saja ke ruang kerja bosnya."Iya Sayang ... kangen ya?" Puspa berdiri genit di samping pintu kerja sang bos.Lelaki berkulit putih itu tersenyum, dan menjentikkan jari telunjuknya menyuruh Puspa untuk mendekat."Hari ini, kau aku beri tugas.""Kok tugas sih ..." Puspa pasang wajah cemberut."Ini tugasnya enak. mau?" Bos muda itupun mengerling nakal.Kali ini, cecunguk dari preman pasar itu membuat rencana yang sungguh buruk."Kita harus balas perbuatan ini, Sialan! aku dihinanya tanpa ampun!!""Benar , bos. mengapa kita nggak balas saja. lama-lama bikin enek tuh orang!"Bardi memukul meja di depannya. "Bawa perlengkapan, malam ini kita harus dapat apa yang kita mau! sepertinya banyak harta yang dia sembunyikan!""Siap bos!"Di malam itu, beberapa orang suruhan. Bardi termasuk dirinya masuk menyelinap ke dalam rumah Baskoro. Rumah yang tanpa penjaga itu, begitu gampang disantroni oleh kelompok Bardi yang kali ini membawa anak buahnya yang cukup banyak."Kau jaga bagian Utara, aku mau masuk dan mencari seseorang," bisik Bardi pelan pada anak buahnya. Mereka mengangguk pelan.Bardi mendekati kamar yang paling luas, di sana ada Kartika yang sedang tertidur pulas, tak menyadari kalau rumah besarnya sudah dalam kepungan kawanan perampok. Pelan Bardi masuk dan dengan insting malingnya sudah bisa menggasak beberapa uang dalam lemari.Sa
Deni menatap seorang wanita yang sedang berjalan menuju sebuah tempat, dia kenal betul dengan wanita itu, walaupun kini hanya berpakaian seadanya, tanpa ada riasan mikap yang tebal, pelan, Deni mengikuti wanita itu.Terus hingga pada ujung sebuah gang, wanita itu masuk ke dalamnya, rumah yang sangat sederhana, bahkan jauh dari kata sederhana tersebut.Saat wanita itu hendak membuka pintu reotnya, Deni memanggilnya."Mah .... mamah?!"Lastri mendengar suara itu, dan langsung berbalik badan, dilihatnya Deni dengan mata terbelalak. Penampilan Deni yang hampir saja ibunya tak mengenalinya."Siapa kamu?!' Lastri waspada."Mah, aku Deni mah." "Deni?! kau ..." Lastri terbengong melihat penampilan anaknya sekarang.Deni segera mendekati ibunya, dan memeluknya erat.Lastri sungguh shock menghadapi hal ini, mengapa disaat seperti ini dipertemukan lagi dengan anaknya, karena ulah Deni lah yang membuat dirinya dan suami harus kocar-kacir. "Kau ... bagaimana aku harus bersikap, aku membencimu ju
Deni mengikuti mobil yang membawa Puspa. Dirinya pun kaget dengan perubahan pada diri Puspa kekasihnya. Wajah dan tubuhnya sudah tak secantik dan seseksi dulu. Tapi Pri masih penasaran siapa yang membawa Puspa tersebut. Selama mengenal Puspa, hanya mendengar cerita dari Puspa saja tentang Mamanya yang dulu selalu meminta uang, sama sekali tak pernah bertemu dan mengenal mama dari kekasihnya ini.Pri mengendarai sebuah sepeda motor butut, dirinya berkali-kali kewalahan dalam mengejar laju mobil yang membawa Puspa. Sudah tiga kali Deni alias Pri harus berhenti untuk mengisi bensin, begitu juga motor yang selalu ngadat. Tapi lelaki itu tak menyerah, terus saja menguntit mobil tersebut. Bukan Deni bila hal lacak melacak saja tak bisa, walaupun kini dengan fasilitas seadanya, dia masih bisa mengejar mobil tersebut, walau terseok-seok. Roman-roman rute yang dilaluinya membuat dahinya berkerenyit? apakah ini menuju villa milik bos Baskoro? dugaan Pri tak salah lagi.Motor Pri mulai dat det d
Laras dan Ardi menceritakan keinginannya pada Heri, ajudan pribadi Baskoro yang sangat terpercaya. Dengan dibantiu Hamdan, mereka mempersiapkan semua keperluan pernikahan dari pendaftaran ke KUA, dan segala urusan.Baskoro dan Kartika mengurus rumah ngaji dengan sungguh-sungguh. Kini ijin dari sarana pendidikan ini pun sudah turun, dari RT dan kecamatan setempat, bahkan banyak warga yang tak mampu, menitipkan anaknya untuk menimba ilmu keagamaan di rumah ngaji. Baskoro pun merekrut beberapa guru agama dan beberapa guru dengan ilmu bidang pengetahuan yang lainnya.Kartika semakin memperhatikan keadaan Baskoro, rahasia kesehatan lelaki gaek itu kini menjadi tanggung jawabnya.Sejak kecelakaan yang mengakibatkan dirinya sakit berbulan-bulan, Baskoro di prediksikan oleh dokternya hanya punya kesempatan hidup beberapa bulan saja, klep jantung yang terpasang mulai bermasalah, napasnya gampang sesak, tubuhnya semakin melemah. Namun, keajaiban Tuhan memberikan pada Baskoro hingga dirinya masi
Kinasih mampu merekrut banyak pelanggannya lewat pijet plus-plusnya yang tak disengajanya. Dia kini bisa menghimpun banyak komunitas , banyak kenalan di tempat yang baru, identitasnya yang baru tak dikenal banyak orang. Dirinya kini dikenal dengan nama Lastri, janda tanpa anak yang masih menyiratkan kecantikannya walau dalam usia yang tak muda lagi."Saya ingin tahu, bang, memang villa itu milik siapa? tanya Lastri pura-pura tak tahu menahu tentang kepemilikan dari vila milk Baskoro tersebut."Itu dulu punya orang besar, yang katanya sekarang sudah insaf dan menjadikan villa itu jadi tempat ngaji.""Orang besar? pejabat kang? atau apa?""Kau banyak tanya sih!! yang aku tahu dulu dia punya banyak centeng yang bisa membungkam seluruh warga dengan uangnya paham!""Bungkam? untuk apa?" "Ya, untuk tidak membocorkan adanya vila tersebut. ah sudahlah , ayo pijat punggungku ini, jangan lupa pijat punya ku juga ya." jawil lelaki yang sudah bertelanjang dada itu pada dagu Lastri dengan manja.
Tangan Baskoro pelan mengusap rambut anaknya, Andai waktu bisa diputar pasti Baskoro akan mengambil Laras dari Kartika. Tapi semua sudah menjadi takdir yang kuasa. Juga Laras yang mencintai Ardi, dirinya sudah tak asing dengan lelaki macho itu, bahkan sudah pernah duel, jadi tahu kemampuan mading-masing. Kini Baskoro ingin menata hidupnya sebaik mungkin. Menjalin hubungan antara manusia sebaik mungkin, juga seimbang hubungan dengan sang maha pencipta."Ayah, apa sudah ayah pikirkan menikah dengan mama?"Baskoro mengangguk, "Aku butuh seseorang yang akan menjadi sahabat dan tumpuan anak perempuanku.""Jadi karena aku, bukan karena cinta?"Baskoro, mengangguk lagi," Aku sudah tua, tak butuh cinta di atas ranjang. begitu juga mama kamu, tak memikirkan hal berbau birahi."Laras memandang Ayahnya dengan tatapan syahdu."Mengapa kau tanyakan itu?'"Aku baru pertama mengenal ayah, yang aku tahu ayah adalah ....'"Preman? atau orang yang kejam? aku menyadari segalanya, saat nyawaku tinggal se