Share

2. Mana Suamimu?

Author: Rumaika Sally
last update Last Updated: 2023-01-13 16:50:35

"Apa jangan-jangan Lisa hamil di luar nikah?" Mario segera menggelengkan kepalanya, menyesali fakta bahwa dirinya baru saja menuduh adik iparnya sendiri.

Ketika Mario masih disibukkan dengan konflik batinnya, Lisa tiba-tiba sudah berada di depan Mario.

"Mas. Mas Mario?"

Manik Mario melihat betapa kemeja putih miliknya itu tampak kedodoran di badan Lisa. Tangan wanita itu memegang baju basahnya yang sudah ia lipat dengan canggung.

"Eh, Lisa. Maaf ya, saya melamun. Ayo segera masuk mobil, takutnya kamu masuk angin." Mario yang melamun langsung gugup. Ia segera membukakan pintu penumpang di depan dan meminta Lisa masuk.

Mario yang sudah menyalakan mesin mobilnya itu tampak menunggu hingga Lisa memasang sabuk pengamannya. Ia kelihatan tidak nyaman ketika benda itu menyilang melintasi tubuh bagian depannya. Bibirnya tampak sedikit meringis seperti menahan sakit.

Sebagai pria yang sudah beristri, Mario tahu mungkin Lisa mengalami nyeri karena salah satu kelenjar penting di tubuhnya itu mengalami banyak perubahan setelah melahirkan. Istrinya juga mengalami itu beberapa pekan terakhir dan ia paham.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Mario setelah melihat wajah Lisa yang meringis menahan sakit.

"Aku tidak apa-apa, Mas Mario." 

Mendengar tak ada jawaban lanjut dari adik iparnya, Mario pun membuka pembicaraan lebih lanjut, "Apakah suamimu tidak menjemputmu, Lisa? Jika memang tidak, biar aku yang antar. Kamu tinggal di mana?" tanya Mario. 

Lisa terdiam. Ia tampak kebingungan. Tak mungkin ia menceritakan kepada kakak iparnya bahwa dirinya sudah tak memiliki suami. Wanita itu juga segan jika harus berhubungan dengan kakak kandungnya yang posesif terhadap suaminya, sehingga selalu menuduhnya ingin merebut Mario darinya.

Mario ikut terdiam. Ia pikir Lisa diam saja karena tidak ingin keberadaannya atau tempat tinggalnya diketahui. Maka dari itu ia tidak berani membahasnya lagi. Ia hanya bisa menebak-nebak dalam hati. Bebrapa tahun menghilang begini, rahasia apa lagi yang disembunyikan Lisa?

Hening. 

Entah kenapa percakapan ini menjadi canggung. Apalagi mereka hanya berduaan saja di dalam mobil. 

Diam-diam Mario mencuri pandang pada adik iparnya yang cantik itu. Sungguh, wajah cantik itulah yang dulu mengalihkan dunianya, hingga Mario yang pemalu nekat menuliskan pesan rahasia untuknya 2 tahun lalu.

***

"Mas, kasih ke meja nomor 16 ya." Mario menyelipkan kertas dan selembar uang tips pada pelayan cafe itu.

Sang pelayan mengangguk lalu berlalu pergi. Sayangnya ada pengujung yang memanggilnya, sehingga pelayan itu tidak langsung ke meja 16. Mario menunggu dengan tegang.

Sampai akhirnya kesalahpahaman pertama itu terjadi. Lisa yang sedang duduk sambil asyik dengan laptopnya itu tiba-tiba pergi ke kamar mandi saat kakaknya alias Risa datang. Mereka rupanya janjian untuk makan berdua di tempat itu.

Mario panik. Di meja 16 bukan Lisa lagi yang duduk, tapi Risa. Dan surat itu pun diberikan pelayan untuk Risa.

[Hai, saya tahu ini cara norak untuk berkenalan dengan seorang gadis. Tapi dari tadi kamu mengalihkan perhatian saya. Nama saya Mario. Saya pemalu kalau berkenalan secara langsung. Apa kamu ingin berteman? Kamu bisa hubungi saya nomor saya. Tenang, saya bukan pria jahat. Saya hanya malu berkenalan.]

Lalu di bawah surat itu ada nomor ponsel Mario. Entah kenapa hari itu Mario berani melakukan hal senekat itu. Mungkin ia lelah diledek teman sekantornya karena tak kunjung punya istri.

Sore itu untuk pertama kali Mario mendapatkan respon dari seorang gadis. Risa tampak tersenyum ke arahnya.

Mario panik. Karena merasa salah orang dan makin gugup, Mario pun buru-buru pergi meninggalkan cafe hingga dompetnya ketinggalan di meja.

Risa tertawa. Wajahnya berbunga-bunga. Pria yang ia senyumi itu memang benar-benar pemalu seperti yang ia katakan dalam suratnya. Buktinya ketika Risa meresponnya ia malah kabur dan pergi. Dompetnya sampai ketinggalan lagi. Begitu pikirnya waktu itu.

Singkatnya Risa yang memungut dompet itu dan menghubungi nomor Mario yang dituliskan di surat. Hubungan mereka berlanjut serius. Mario yang cupu sejak masa sekolah maupun kuliah itu akhirnya punya pacar.

Risa pun sama. Ia punya masalah soal kepercayaan diri karena wajahnya memang tidak secantik Lisa walaupun mereka kakak beradik kandung. Mereka sering dibanding-bandingkan dan hal itu membuat Risa merasa minder di pergaulan.

Mario adalah cinta pertama Risa. Cinta yang berbalas tentunya. Karena sebelumnya hati Risa selalu patah karena semua lelaki yang ia sukai tidak membalas cintanya. 

***

"Lisa, andai saja dulu kamu tidak beranjak dari kursi itu, mungkin kita tidak bertemu seperti ini," batin Mario, maniknya masih menatap Lisa yang terus menunduk sejak tadi.

Saat itu, Mario segera menghilangkan pikirannya. Bisa-bisanya dia masih memikirkan masa lalu, terutama ketika istrinya saat ini sedang terbaring lemah tak sadarkan diri di rumah sakit.

"L--lisa, saya tidak tahu bagaimana harus menghadapi situasi ini. Saya minta maaf kalau mungkin nanti saya menanyakan sesuatu yang sensitif atau membuat kamu tersinggung. Tapi, setidaknya saya harus tahu kamu ingin diantar ke mana." ucap Mario, merasa gemas karena wanita yang terduduk di bangku penumpang itu hanya terdiam, tak lagi bersuara. 

Setelah diam sekian lama akhirnya Lisa memberanikan diri untuk menoleh dan menatap mata kakak iparnya itu. Ia masih terlihat takut.

"Mas, saya bisa pulang sendiri, kok. Saya bisa naik taksi. Tolong ya, Mas. Mas nggak usah cari saya. Saya takut mbak Risa marah. Saya nggak ingin ada kesalahpahaman lagi. Biarkan saya turun. Kembalikan tas saya, Mas," ucap Lisa sambil menatap ke arah tasnya yang teronggok di jok baris tengah di mobil Mario ini.

Mario menarik napas panjang. Harus bagaimana ia meyakinkan Lisa kalau ia aman dari kakaknya? 

"Lisa, kakak kamu sakit. Sudah hampir seminggu koma. Dia sekarat."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   86. Jalan Pulang

    Mama Aryo tampak menatap putranya dengan wajah sedih. Ia tahu hidup putranya pasti tidak baik-baik saja selama kabur di luar sana. Tapi mungkin ia masih terlalu terkejut begitu tahu ternyata Aryo separah ini. "Siapa, Yo?" Perempuan tua itu menatap putranya yang sedang mengecek ponsel. Aryo diam saja. Ia hanya menatap mamanya dengan tatapan terkejut. Kemudian ia menoleh lagi ke arah ponselnya. [[ "Test!" ]] Lalu dua menit kemudian saat mungkin Bisma tahu nomor Aryo masih aktif, Bisma langsung mengirim pesan singkat lagi. [[ "Aryo, ini Bisma." ]] Lalu belum sempat kekagetan Aryo hilang, Bisma tiba-tiba saja sudah menelpon. "Ma. Bisma nelpon, Ma." Aryo langsung menatap mamanya lagi. Sungguh sejak pulang ke rumah lagi, pria bertato dan berwajah seram itu tampak seperti menjadi anak mami. "Angkat, Yo. Angkat." Mama Aryo malah yang lebih antusias. Aryo menatap ponselnya dengan ragu. "Tapi aku mau ngomong apa, Ma? Dia pasti nanyain Lisa. Dia pasti nyari Lisa. Dia minta aku jaga

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   85. Pesan dari Nomor Tak Dikenal

    Aryo menatap sosok itu. Sahabat semasa sekolah, teman sesama pelariannya saat diusir dari rumah, sekaligus orang yang ingin ia maki-maki saat ia kabur menghilang. "Iya, kan? Itu Bisma bukan, sih? Ternyata dia jago nyanyi juga. Eh, dia lolos loh. Berarti di tayangan minggu dia ada lagi." Mama Aryo berkata dengan antusias. Ya, sejak lumpuh karena stroke, satu-satunya hiburan mamanya adalah menyaksikkan acara televisi. Dan Aryo selalu mendampinginya karena semua orang di rumah ini sibuk bekerja. Aryo tahan kupingnya. Ia tak peduli disindir pengangguran numpang tidur dan makan. Ia pulang karena mamanya. Itu saja. "Yo? Aryo? Kamu kenapa? Kok kayak ketakutan gitu?" Mama Aryo menoleh. Dengan tangannya yang sedikit tremor dan sulit digerakkan, perempuan tua itu berusaha menepuk pundak putranya. Aryo menoleh dan berusaha bersikap biasa saja. Padahal dalam hati ia sangat syok. "Nggak papa kok, Ma." Aryo menjawab singkat. "Aryo, bukannya kamu pernah cerita ya. Waktu kamu kabur dari rumah

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   84. Kemunculan Bisma

    Mbak Asti sampai mematikan setrikanya. Ia berjalan menghampiri nyonya rumahnya yang tampak syok menatap layar televisi. "Bu Lisa?" Mbak Asti mengguncang pelan tangan Lisa. Lisa terhenyak. Ia lalu menoleh dan tersadar. Milena yang ia abaikan di gendongannya ia peluk. "I--iya, Mbak. Aku, a--aku ke luar dulu, ya. Mau ambil minum buat Milena." Lisa beralasan lalu ia kabur pergi. Mbak Asti tampak bingung. Ia menyalakan kembali setrikanya sambil melihat ke layar televisi. "Perasaan nggak ada yang aneh di TV. Kenapa bu Lisa lihatin TV sampai sebegitunya?" Mbak Asti menggumam bingung. Oh, andai Mbak Asti tahu. Lisa menangis karena kekasih yang dulu kabur dari tanggung jawabnya itu muncul lagi di televisi sebagai peserta audisi pencarian bakat dan memperkenalkan diri sebagai pria lajang. Lisa mengusap air matanya yang menetes. Milena si bayi polos menatapnya dengan mata beningnya itu. Tangan mungilnya meraba pipi Lisa yang penuh air mata. Lisa menatap Milena dengan senyuman tapi matany

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   83. Janji Bisma

    Layar televisi di depan Lisa masih menyala. Sementara layar televisi yang menayangkan program yang sama di depan Bisma dimatikan dengan kasar. Sang mentor melempar remote control ke sofa. Bisma duduk duduk di kursi kayu dengan kikuk. Mentornya tampak mondar-mandir dan kelihatan seperti sedang berpikir keras. "Lihat barusan? Waktu kamu audisi, cukup oke. Tapi sekarang beda. Kamu akan tampil di panggung besar. Tidak bisa kita pakaikan kamu jaket jeans lusuh ini lagi." Si mentor berkepala botak itu menjelaskan dengan berapi-api. Bisma diam saja. Ia punya mimpi jadi penyanyi, albumnya meledak, lagu-lagunya menjadi hits. Tapi baru masuk industri televisi untuk ajang pencarian bakat penyanyi begini saja mentalnya drop. "Kamu kurang, Bisma. Kurang apa ya. Kurang menjual. Tampang oke, suara oke, tapi gaya kamu kurang bad boy. Target pasar kamu cewek-cewek. Kamu nurut ajalah sama saya. Potong rambut, ubah semua. Saya akan bangun persona baru kamu. Gaya bicara kamu ini juga... Arghhh! Kur

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   82. Bisma New Idol

    Pagi itu Lisa bangun dengan hati yang lebih ceria. Ia mandi cepat-cepat dan membangunkan Milena. Rasanya melakukan aktivitas apapun di pagi ini, selalu ada Mario yang mengisi setiap jengkal pikirannya. Ya, sejak malam tadi Mario jadi punya posisi penting di hatinya selain Milena. Seperti ada kesepakatan tak tertulis. "Oke, mulai sekarang kita saling membuka diri dan membebaskan hati kita, kemana pun hendak berlabuh. Pelan-pelan." Begitulah kira-kira. Lisa menatap penuh cinta pada Milena yang terbangun dengan bibir manyunnya. Sungguh sangat lucu. "Papa katanya mau ke kantor pagi ini, Sayang. Ayo kita sapa," ucap Lisa sambil menggendong Milena keluar dari kamar. Dan benar saja, ketika ia membuka pintu Mario sudah berada di anak tangga terbawah. Pria berpakaian rapi itu menatapnya sambil tersenyum. "Selamat pagi kesayangan Papa," sapa Mario yang membuat hati Lisa sedikit tersipu. Kesayangan Papa? Siapa yang ia maksud? Ya tentu Milena, lah. Tapi entah kenapa Lisa merasa kata-kata

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   81. Meyrika dan Daniel

    Lisa membisu. Sungguh pertanyaan yang sulit. "Sorry. Pertanyaan ini mungkin membuatmu bingung. Pernikahan ini awalnya untuk pengukuhan status Milena sebagai anak kandungmu. Tapi kurasa, akhir-akhir ini..." Mario tak bisa melanjutkan kata-katanya. Lisa masih diam saja, tapi hatinya berdebar. Ia sedang menunggu. Mario ingin bilang apa? Kalau perasaannya tumbuh untuknya? Sejujurnya, Lisa juga merasakan hal yang sama. "Lis, aku tahu kamu tak nyaman soal ini. Tapi aku merasakan perasaan yang lain untukmu. Sedikit demi sedikit. Rasanya berbeda. Aku ingin kamu di sisiku bukan sebagai ibu susu Milena saja, tapi aku ingin kamu jadi istriku yang sesungguhnya." Kata-kata itu keluar dari mulut Mario dengan susah payah. Lisa menatap mata bening yang tulus itu. Mario langsung gugup ditatap seperti itu. Ia tertunduk. Ingin rasanya ia ungkapan perasaannya bertahun-tahun yang lalu. Soal Lisa yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Soal surat yang salah alamat. Lalu ketika Risa lah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status