Seperti biasa malam itu, Ardi mendirikan tenda di luar dan Dara di dalam rumah bersama Nadira. Namun kali ini Dara tidak bisa tidur rasa lapar melanda nya sejak tadi. Ia menunggu beberapa saat, memastikan Ardi dan Nadira sudah terlelap.
Dengan langkah mengendap endap, Dara melangkahkan kakinya ke dapur. Karena aksinya diam diam ia tidak menyalakan lampu dan memilih mengunakan cahaya ponselnya. Kemudian Dara mulai mengeledah, mencari sesuatu yang bisa di makan.Ardi terbangun, ia merasakan haus dan bahkan lupa membawa air minum ke dalam tenda. Ia kemudian keluar dan masuk ke dalam rumah langsung menuju ke arah dapur.Alangkah kagetnya Ardi, menemukan dan menyaksikan seseorang dalam gelap sedang mengacak acak mencari sesuatu di lemari penyimpanan atas. Ia kemudian mengatur posisi waspada, bersiap menangkap orang yang dianggapnya pencuri itu.Karena ukuran sasaran yang lebih kecil darinya, Ardi dengan cepat mendekap dan menahan tangan orang itu dari belakang. Ia lalu menjatuhkan ke bawah dan menahan tubuh atas sasaran dengan lengannya yang kuat, sehingga yang di tahannya tidak dapat menggerakkan tubuhnya untuk melawan.Tubuh Dara melemah dan bergetar, menyaksikan apa yang sedang di alaminya. Napasnya memburu, jantungnya berdetak kian cepat dari biasanya. Napas mereka bahkan bergantian saling menerpa wajah. Dara bisa memastikan bahwa orang yang ada di atas tubuhnya ini adalah Ardi.Ardi mematung sebentar ketika tidak sengaja menyentuh kedua belah dada yang menonjol itu. Pencurinya adalah sekarang wanita.Ketika Dara merasakan Ardi menyentuh dadanya spontan ia menggerakkan tangan kanannya yang tidak tertahan, bermaksud mendorong Ardi dengan satu tangannya. Tapi percuma tenaganya bukanlah apa apa di banding Ardi apalagi kini ia sangat lapar."Ini aku kak. Dara." Rintih Dara lemah.***Mengenali suara orang yang di tindih nya, Ardi membelalakkan mata. Cepat cepat ia mengangkat badannya dan berpindah dari tubuh Dara."Maafkan saya." Spontan Arya langsung bersuara.Dengan gerakan yang lemah, Dara membangunkan badanya lalu melihat ke arah Ardi.Ardi menjadi kikuk. Apa yang baru saja dilakukannya. Ia telah menyentuh adik iparnya. Sudah berani membawa Dara dalam kuasanya dan menyentuh bagian yang seharusnya ia tidak sentuh. Ia sudah melakukan kesalahan yang fatal."Saya minta maaf telah menyentuhmu." Ucap Ardi lagi.Dara spontan menutup dadanya dengan tangannya lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. 'Sangat memalukan' batinnya.Ada apa dengan situasi yang absurd dan aneh ini. Dara bingung, malu, dan seperti dilecehkan. Rasa laparnya bahkan menghilang. dia mengutuk seharusnya dirinya yang menghilang bukan laparnya.Sayup sayup keduanya mendengar suara tangis Nadira. Inilah kesempatan Ardi untuk keluar dari situasi ini, dengan sigap ia menyorotkan sinar ponselnya dan berlari meninggalkan dapur terutama meninggalkan Dara.Sedangkan Dara yang menjadi canggung dengan Ardi, hanya diam di tempat dan lagipula ia sudah tidak bertenaga untuk berlari kencang. Lambat laun ia kemudian mengangkat dirinya berdiri berjalan ke arah kamar dan menghampiri Nadira yang masih menangis.***Suara tangis Nadira kembali terdengar pagi itu, Dara terbangun dan menggeliat di atas tempat tidur, akibat terlambat makan kini ia merasakan sakit di perutnya.Dengan wajah yang pucat dan lemah Dara bangkit dari tidurannya, seketika ia meringis karena perutnya lebih sakit lagi saat ia membangkitkan badannya. Dara menurunkan kakinya, membungkuk dengan tangan kanannya yang terus menekan nekan perut.Karena suara Nadira, Ardi sudah berdiri di ambang pintu dan melihat Dara yang terlihat sedang menekan perut sambil menahan sakit. Ia kemudian mendekat dan meraih Nadira dari ranjang ayunannya lalu menghampiri Dara."Ada apa?" Tanya Ardi tiba tiba khawatir mendapati Dara yang meringis sakit."Perutku sakit kak. Aku terlambat makan." Sudah, ia tidak ingin berbohong lagi. Perutnya benar benar sakit sekarang.Disertai suara tangis Nadira, Ardi bisa mendengar ucapan Dara. Alangkah kagetnya ia mendengar perkataan itu. Mengapa Dara tidak bilang bahwa ia lapar."Mengapa kamu tidak bilang?""Maaf kak. Aku malu."Karena Nadira masih menangis, Ardi menyerahkan bayi mungil kecil itu kepada Dara. Ia tidak punya pilihan selain menyerahkannya kepada Dara yang masih lemah, daripada menunggu tangis Nadira reda.Dengan langkah cepat Ardi berlari ke dapur. Ia baru menyadari ternyata Dara yang diam diam datang ke dapur malam tadi karena kelaparan. Akibat rasa canggung dan kejadian memalukan itu, Ardi menyalahkan dirinya karena tidak bertanya kepada Dara.Setelah beraksi dengan langkah yang cepat, Ardi kembali dari dapur dan membawa semangkuk bubur. Ia kemudian meraih Nadira dan memberikan bubur yang telah ia buat kepada Dara."Apa kamu ingin ke rumah sakit?"Sambil menelan buburnya, yang ditanya menggelenng, "Nggak usah kak. Sakit perutku akan reda setelah makan dan istirahat."Ardi tidak berangkat kerja hari ini, ia tidak mungkin meninggalkan Nadira pada Dara dengan kondisi seperti ini, apalagi ia sangat khawatir dengan kondisi gadis itu.Setelah membiarkan Dara untuk istirahat, Ardi membawa Nadira ke ruang keluarga. Ia tidak ingin mengganggu gadis itu.Tidak lama bermain dengan anaknya, tiba tiba Ibu Fina muncul dari balik pintu dan berjalan mendekati Ardi yang sedang bercanda dengan Nadira. Betapa kagetnya Ardi melihat kedatangan Mamanya yang tiba tiba."Kok kamu kaget lihat Mama?" Tanya Ibu Fanny setelah melihat ekspresi Ardi."Mama nggak hubungi Ardi lebih dulu.""Capek Mama hubungi kamu, nggak di angkat."Ardi melirik ponselnya di atas meja. Tentu saja ia tidak melihat panggilan dari Mamanya karena sedang mengurus Dara yang sedang kesakitan dan kini mengendong Nadira. Mana sempat ia membuka ponselnya."Kamu nggak siap siap pergi kerja? Mana babysitter kamu?" Mata Ibu Fanny berkeliling mencari kehadiran seseorang di rumah ini selain Ardi."Aku nggak sewa babysitter, tapi aku minta bantuan sama Dara.""Adik mendiang istri kamu?""Iya Ma.""Apa kamu gila membawa gadis muda ke dalam rumah kamu. Mama maksudnya itu cari yang sudah berumur, sudah berpengalaman, bukan gadis muda. Apa kata orang nanti, ternyata kamu ternyata kamu menyembunyikan seorang gadis di rumahmu alih alih beralasan bahwa ia adalah bibi Nadira." Jelas Ibu FIna yang tidak habis pikir dengan jalan pikiran anaknya.Apa Ardi tidak memikirkan sebab akibat dari tindakannya. Jika orang orang tahu hal ini mereka tidak akan peduli dengan penjelasan mereka selain melihat kenyataan keduanya sedang berada dalam satu atap. Pikiran pikiran itu bermunculan di kepala Ibu Fina."Gini. Mama bukannya benci sama Dara, tapi yang kamu lakukan ini salah. Takutnya nanti ada berita berita buruk tentang mu. Jadi kamu harus memberitahu Dara untuk berhenti dan Mama akan bantu kamu mencarikan babysitter yang tepat dan sesuai.""Nggak Ma. Aku nggak setuju. Nggak ada babysitter. Aku sudah memilih Dara untuk menjaga Nadira. Dan orang yang tepat itu untuk Nadira cuma Dara.""Ardi, apa kamu nggak kasihan? Jika dia terus menerus menjaga Nadira, bagaimana dengan kehidupan pribadinya. Dia masih muda dan masih banyak yang harus ia capai."Ardi diam, membenarkan semua perkataan Ibunya. Namun tetap saja, hanyalah Dara yang dia inginkan untuk menjaga Nadira. Apalagi melihat situasi beberapa hari ini, hanya Dara yang bisa menenangkan anaknya. Bagaimana jika orang baru datang tapi tidak bisa menenangkan Nadira seperti Dara walaupun sudah punya banyak pengalaman."Aku tetap nggak bisa Ma. Dara sangat menyayangi Nadira. Mereka juga punya ikatan darah karena itu aku lebih nyaman Nadira ada pada dia. Jadi Mama tidak usah melarang ku. Untuk omongan orang orang biar Ardi yang hadapi. Mama nggak usah khawatir." Jelas Ardi tetap kekeh dengan tekadnya.Tanpa di sadari Ibu dan Anak itu, tidak jauh dari mereka berdiri sudah ada Dara yang menguping pembicaraan mereka. Diam diam Dara membenarkan perkataan Ibu Fina. Bagaimana bisa ia tidak memikirkan hal ini. Tapi Dara tidak bisa meninggalkan Nadira, apalagi melihat kondisi Nadira yang seringkali menangis. Apa yang harus dia lakukan. Pikiran Dara terus berkecamuk tanpa henti. Lagi dan lagi.Dara kembali ke dalam kamar dan mengambil ponselnya. Dan kunci motornya ada di lantai atas, bagaimana ia melewati mereka dalam situasi seperti ini.Dara memberanikan langkahnya, ia lebih baik pulang sekarang, dia tidak mungkin mengatakan kepada Ibu Fani bahwa ia masih ingin tetap berada di rumah ini. Ia tidak punya hak untuk hal itu, dirinya bukanlah apa apa selain menyandang gelar bibi dari anak Ardi.Dara membeku di tempat, mata nya melebar menatap meja. ia bahkan tidak mampu menjawab Reno atau sekedar mengangguk saja.Gadis itu tercekat. Dari ujung mata nya, Dara bisa tahu bahwa Ardi saat ini sedang menatap pada nya. Reaksi apa yang harus ia lakukan sekarang.Dengan susah payah, Dara menelan ludah. Sebenarnya, ia harus nya senang dengan hal ini. Dengan begitu, ia tidak perlu repot repot meyakinkan Ardi bahwa ke depannya di antara mereka tidak akan ada yang terjadi. Namun perasaan nya malah terasa ganjil.Dara asumsikan lagi bahwa ini karena dia adalah seorang istri dari Ardi. Rasa bersalah untuk status mereka saat ini, dan juga karena Ardi yang berinisiatif untuk memperbaiki pernikahan ini. Mungkin karena itu. "Aku akan ke kamar." ujar Ardi.Akhir nya Ardi bersuara dan beranjak dari duduk nya. Di saat itulah baru Dara berani bergerak dan menoleh kepada Ardi yang sudah pergi meninggalkannya di ruang tamu."Iya kak." sahut Dara lirih, namun tidak di dengar oleh Ardi karena pria it
"Tanganku lemah" Ardi bersuara dan melanjutkan lagi menutup mata nya.Tubuh Ardi saat ini memang begitu panas, rasanya ia malas untuk bangkit dari posisi tidurannya.Karena masih ada Nadira dalam dekapannya, Dara kemudian menarik kursi dengan tangan lainnya lalu meletakan mangkuk bubur di sana.Dara duduk di tepi ranjang dan mulai mengambil bubur sesendok lalu mendinginkan nya. "Kak Ardi." panggil Dara lagi, Ardi pun kembali membuka mata nya.Selesai menyuapi Ardi dan memberi obat kepada nya, Dara tetap berada di dalam kamar untuk menjaga pria yang sedang sakit itu sampai dirinya oun jatuh tertidur. Hingga ia tidak sadar jam sudah mulai menunjukan jam sebelas lewat. Pantas saja perut nya mulai bergemuruh.Dara bangkit dari duduk nya, sejak tadi ia bahkan tidak memindahkan Nadira dari pangkuan nya ke ranjang kecilnya. Hingga ia rasakan lengan nya menjadi begitu kaki dan kaki yang keram.Mata Dara tidak sengaja menangkap Ardi di tempat tidur yang sedang menatap nya."Aku sudah memesan
"Aku nggak bisa. Aku juga masih cinta sama Reno, dia bahkan rela menunggu aku." urai Dara.Winda diam, kenyataan tentang Reno masih terus mencintai Dara membuat nya bungkam. Ia tidak bisa menyela hal itu. Tapi tetap saja, ia tidak ingin Dara berpisah dengan Ardi. Entah apa yang terjadi, Winda lebih memilih Dara bersama Ardi daripada Reno. Terlebih lagi keduanya sudah menikah."Sudahlah. Jangan di bahas lagi. Kita bahas tentang kamu saja."Sore itu terlewat dengan Dara dan Winda yang terus bercanda, keduanya terus menerus tertawa sampai tidak sadar akan keberadaan Ardi di dalam rumah.Usai mengantar Winda keluar, Dara masuk ke dalam kamar nya dan Ardi. Mata gadis itu tiba tiba melotot saat melihat Ardi yang sedang bertelanjang dada.Aura maskulin Ardi terpancar, rambut hitam basah yang berserakan di dahi begitu menonjol. Pundak yang lebar dan lengan yang berotot terlihat seperti hasil pahatan. Mulut yang sedikit terbuka dan mata sorot mata yang tegas jatuh kepada Dara.Dara yang menyaks
Dara melirik keluar jendela, sudah malam hari akan tetapi Ardi belum pulang juga ke rumah. Gadis itu cepat menggeleng dan pergi, ia berusaha untuk tidak peduli dengan apa yang di lakukan pria itu di luar sana.Baru saja mengayunkan kaki lima langkah, suara mobil Ardi terdengar memasuki halaman rumah. Dara bersikap tidak peduli dan tetap melanjutkan langkah kaki nya ke kamar Nadira.Saat membuka pintu, Dara melihat ponsel nya berdering. Gadis itu segera meraih ponsel nya dan melihat nama Winda tertera di sana.Buru buru Dara mengusap layar ponsel nya ke atas dan menempelkan benda pipih itu ke telinga kanannya. "Halo Win, ada apa?" Sapa Dara begitu sambungan telepon terhubung. "Kamu sibuk nggak besok sore. Aku kangen kamu. Aku datang ke rumah kamu ya. Tadi aku juga udah bilang sama kak Ardi." sahut Winda."Kamu ketemu dia?" tanya Dara saat Winda menyebut nama Ardi. "Iya, tadi sore aku nggak sengaja lihat dia di restoran. Aku kira dia lagi sama kamu." suara Winda terdengar di telepon
Tidak ada gunanya berdebat sekarang, apalagi Nadira yang sedang menangis di pangkuan Dara. Ardi mengeluarkan kunci dari saku celana nya dan berjalan menghampiri pintu kamar.Ketika pintu terbuka dengan gerakan cepat Dara langsung keluar dari sana. Ia butuh waktu sendiri dan tidak ingin melihat Ardi dulu.Tangan Ardi terangkat dan spontan memijat pelipis nya yang tidak sakit itu. Ia hanya merasa pusing dengan situasi pernikahannya sekarang.Dara menenangkan Nadira yang masih menangis. Dalam beberapa saat tangis bayi itu berhenti bersamaan dengan Ardi yang juga muncul di sana."Ini. Aku bawa susu Nadira."Ardi meletakan botol susu Nadira yang sudah di buat nya di atas meja dan diam di sana beberapa saat. Dara yang menyadari Ardi belum keluar juga, mengintip dari sudut matanya. Terlihat pria itu bukannya keluar dari kamar dan malah mendekatinya dengan Nadira."Aku ingin mengucapkan selamat tidur pada nya." ujar Ardi sambil mendekatkan tubuh nya untuk mencium dahi Nadira.Melihat tubuh A
"Kamu datang." ujar Reno saat melihat Dara sudah berada di hadapannya. Lelaki itu tersenyum puas saat Dara terlihat di sana."Aku nggak bisa lama lama." cicit Dara sambil duduk. "Aku akan memesan." Reno mengedarkan pandangan mencari waitress lalu mengangkat tangannya."Aku sudah makan." sahut Dara jujur. "Kalau gitu, kita jalan. Aku juga belum merasa lapar." Reno berdiri dari duduk nya seraya meraih tangan Dara. "Ayo."Dara mendongak dan mengikut saja. Biarkan saja malam ini ia mengikuti kemauan Reno. Buru buru gadis itu mengeluarkan masker nya dan memakainya. Ia masih teringat dengan perkataan Ardi tentang seseorang yang di kenal nya bisa saja melihat nya dimana saja. Dia ingin menghindari hal itu. Ia tidak mau Ardi tahu bahwa dirinya dan Reno hanya berduaan saja."Kenapa pakai masker?" tanya Reno sambil mengernyit kan kening nya. "Bisa saja udara malam membuat ku flu." ucap Dara bohong. "Sejak kapan?""Jaga jaga saja. Aku tidak mau sakit, apalagi aku harus menjaga seorang bayi.
Pagi itu setelah berangkat nya Ardi ke kantornya, Reno muncul di depan rumah untuk menemui Dara. "Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Dara setelah membuka pintu tu dan menemukan Reno sudah berada di depan. "Aku ingin dia tahu, bahwa dia salah. Aku yang harus nya berhak atas kamu. Dia yang merusak hubungan kita, Dara." Reno masih teringat dengan kekesalannya kemarin."Ren, kamu jangan kayak gini." tampak raut khawatir di wajah Dara. Ia takut mungkin saja Ardi tiba tiba kembali atau bisa saja orang lain melihat nya sedang bersama orang lain di rumah suami nya sendiri. Ia tidak ingin kedua nya bertemu kembali. "Nggak, Dara. Biarkan aku bertemu dengan mu seperti ini. Aku melakukan hal ini, karna aku ingin juga mengerti dengan keponakan mu." ucap Reno. "Aku tahu, tapi kamu pergi ya." pinta Dara. "Nggak. Kenapa aku harus melakukannya. Biarkan saja dia melihat. Kenapa kamu membuatku merasa bahwa aku harus bersembunyi?""Maksudku bukan itu Reno."Reno tidak mengindahkan perkataan Dara d
"Sial." umpat Reno. Dara memperhatikan Reno yang menatap tajam pada Ardi. Tampak juga otot otot rahangnya menegang, "Hei. Apa anda tidak sadar, andalah yang merebut Dara dari saya. Seharusnya anda malu." hardik nya. "Bagaimanapun awalnya, nyatanya dia adalah istri saya. Apakah saya perlu membuat pengumuman di sini." sahut Ardi berusaha santai.Dara menatap wajah Ardi, "Kak."Emosi Reno perlahan memuncak. Ia mengepalkan tangannya dan mengangkat nya. Ia ingin segera memukul wajah Ardi. Melampiaskan kekesalan dan kemarahannya pada pria yang telah merebut wanita nya ini. Sudah lama ia menahan. Rasanya ia ingin menghancurkan nya sekarang."Reno jangan!""Saya sedang mengendong bayi. Disini banyak orang, anda hanya akan mempermalukan diri anda sendiri jika mencoba memukul ku. Jika anda ingin melampiaskan kekesalan anda. Silakan hubungi saya. Saya akan meladeni anda dengan baik." Ardi bersuara lagi.Terlihat Reno memperhatikan sekitar. tampak beberapa orang menyadari situasi mereka. Ia tida
Ardi langsung berjalan menuju kamar. Ia meletakan tas kerjanya serta menarik dasi kasar hingga terlepas dari kerah kemeja nya. Entahlah rasanya ia ingin marah menyaksikan istrinya sendiri sedang dikunjungi oleh kekasih nya di rumah nya sendiri dan bahkan di cium. Namun lagi lagi Ardi hanya bisa menahan nya.Setelah selesai membersihkan diri, Ardi ke arah dapur untuk mengambil air minum. Ia menemukan Nadira tertidur di ranjang dorong nya dan Dara sedang memasukan pakaian kotor ke dalam mesin. "Kak..." sapa Dara, namun tidak di gubris oleh Ardi. Pria itu hanya berlalu saja lalu membuka kulkas untuk mengambil air minum. Ardi kemudian meninggalkan dapur begitu saja, sehingga tingkahnya itu memantik tanda tanya di benak Dara.Kak Ardi terus menghindar bahkan tidak menggubris saat ku sapa. Batin Dara.Dara melanjutkan kembali aktifitasnya, walaupun dirinya juga tidak nyaman dengan situasi ini. Ia tidak bisa apa apa. Meskipun sebelumnya memang kaku, entah mengapa sekarang setelah pulang k