Share

kesel deh sama Teh Ira

"Iis, Idan. Kok mainya dikamar sih. Ini buat tidur Bibi Siti nanti malem. Mana diacak - acak lagi kan. Kalian ini ya. Nakal banget sih. Ayo sini keluar. " aku menarik kasar tangan Iis dan Idan. Mereka ini ya, udah gede juga kenapa gak ngerti sih?

Aku tambah jengkel deh, pas liat ada noda bekas es cream diseprei yang baruuuuuuu saja aku ganti. Sepreinya warna pink lembut, nih noda es krim coklat nyolok banget deh dimata.

"Udah tau lagi makan. Bukanya duduk malah main-main dibawa kekamar segala lagi. Emang gak liat apa. Bibi udah beresin ini semua. Ini juga Iis,, kenapa bantal udah rapih gini malah ditumpuk-tumpuk jadi satu ginih, ha? " aku ngomel dan melotot kearah mereka berdua. Bodo amat deh dikata kejam juga. Abisnya kesel sih, emak sama anak bikin ulah mulu.

"beresin lagi itu. " kusuruh Iis membereskan bantal. Tanganku menunjuk bantal-bantal yang disusun jadi satu kayak lego gitu deh,

"Ih dasar Bi Dewi pelit, marah-marah aja kaya nenek lampir. Kabuuuur hahahhaah. " ucap Iis ngejek sambil berlari dan tertawa riang. Diikuti tawa Idan yang malah bikin aku tambah juengkel bin dongkol.

Mereka berhamburan lari keluar rumah. Entah pergi kemana. Awas kalian ya?!. Mataku melotot.

Ngebut aku kedapur.

"Teh, coba bilangin sih sama anak-anak Teteh itu. Dewi kan udah cape-cape beresin kamar beresin rumah malah diacak-acak. Itu kamar buat tidur Teh Siti nanti. seprei baru Dewi ganti malah kena ea krim. " aku nyerocos penuh emosi dengan suara meninggi. Persis kaya rentenir lagi nagih hutang yang ditagih malah nyumput.

Ibu dah Teh Ira kaget.

"Atuh tinggal di beresin lagi si Dewi. Ulah rempong amat kieu. " jawabnya santai tanpa melihatku. Tanganya terus memasukan peyek-peyek dalam celobong.

"Apa tadi kamar depan gak Dewi kunci? Kok Idan bisa masuk? " Tanya Ibu, kulihat wajah ibu menyiratkan rasa gak enak sama aku. Seketika Ibu menghentikan gorengan peyeknya. Mencoba bangkit dan menuju kamar. Mengecek keadaan disana.

"Enggak Bu, ya lagian kan Dewi pikir gak akan ada yg masuk. Kalopun mereka main. Dewi fikir cuma nonton TV aja. " ucapku seraya, menurunkan intonasi suara.

"Teteh nih kebiasaan ya. Anak-anaknya pada kurang ajar begitu gak dibilangin. Nanti giliran Dewi marahin gak terima Teteh. "Kuluahkan emosiku.

"Eh, sembarangan maneh ngatain anak aku kurang ajar. Wajar sih Dew. Namanya juga anak-anak. Sabar aja kamu, ngadepin tingkah anak -anak tuh. Ini juga kan rumah Ibu, nenek mereka. Mereka punya hak mau main apa dirumah ini. Kamu harusnya belajar terbiasa sama brisiknya mereka. Biar nanti gak kaget kalo punya anak. Makanya kamu belum punya-pumya anak karena kamu gak sayang sama anak kecil. Anak kamu juga nanti belum tentu nurut kan. Iya kalo nurut.? Kalo lebih nakal dari anak aku, baru nyahok kamu. Makanya buruan hamil. Buruan punya anak. Biar ngerasain.!!! " teh ira berkata seraya membalikan badan, kini wajahnya menghadap tepat didepanku, matanya membulat penuh emosi. Dia terus nyerocos kayak kereta uap.

Kayaknya nih masih kebawa perasaan sama soal Hp kemaren deh.

Seketika dadaku nyesek denger ucapanya. Kenapa jadi bawa-bawa hamil. Nafasku memburu, dadaku bergemuruh. Ingin kucabik-cabik nih muka Irawati yang super ngeselin. Aku tak bisa menahan lagi emosi didadaku. Mataku memerah. Air mataku menetes.

"Apa kamu melototin saya.? Gak terima? Hah?!!! ". Tanyanya dengan suara lantang.

"Teh. !!!! Jaga ucapan Teteh ya. Yang salah tuh anak kamu. Kenapa kamu gak terima di tegur. Gak usah bawa-bawa hamil dan ungkit masalah anak yang belum Dewi punya. Mulut tuh dijaga huhuhuhuhu. " aku berapi-api. Suaraku bergetar bercampur tangis. Sungguh, aku sakit hati dengan ucapan Teh Ira.

Aku berteriak sambil Kujambak rambutnya hingga kepalanya tertunduk. Sumpah aku udah tak tahan.

"Awwwww sakit Dewi.!!!! Ngelunjak kamu ya!!!!!!. " Teh Ira memekik kesakitan, tanganya mencengkeram pergelangan tanganku berusaha melepaskan dari kepalanya.

Ibu yang mendengar kegaduhan di dapur segera lari menghampiri kami berdua.

"Dewiiiii, iraaaa. Heh kaya anak kecil aja berantem. Lepasin Dewi. " Ibu melerai dengan suara lantang karena kaget melihat aku menjambak rambut Teh Ira.

Karena tak enak hati dengan Ibu, kulepaskan tanganku. Aku terus menangis menahan perihnya sakit hati atas ucapan teh ira.

"Ya Allaah Dew. Kenapa jadi begini sih. "

"Ira.. Kamu yang lebih tua harusnya ngalah. "

Ibu tampak bingung melihatku menangis penuh Emosi. Ibu berkata sambil Menatap aku dan Teh Ira bergantian.

"Bu, Ira emang belum hamil. Belum punya anak. Tapi gak Seharusnya Teh Ira sangkut pautin hal ini sama kenalakan anak teh Ira. Dewi gak terima... Huaaa. " Aku berkata pada ibu dengan penuh tangis. Kutinggalkan mereka berdua. Aku lari kekamar menumpahkan emosiku.

" Meuni kebangetan kamu Ira. Pulang sana kamu pulang, sebelum emosi Ibu memuncak. " Ibu mengusir Teh Ira, tanganya menunjuk kepintu.

"Bela aja teroooos tah mantu tersayang. " jawab Teh Ira dengan lantang.

"Pulaaaaang... "Ucap ibu dengan suara lantang. Matanya melotot.

"Astaghfirullohaladzim... Ya Allaah Gusti. " Ibu beristighfar seraya mengelus dada.

****

Sementara dikamar, aku terus menangis tergugu mengingat semua yang Teh Ira katakan. Bisa-bisanya dia ngomong gitu.

Tok.. Tok.. Tok..

"Neng, buka pintunya Neng. Ini Ibu. ". Ibu mengetuk pintu, dan memanggilku dengan lembut.

"Masuk aja Bu. Gak Dewi kunci pintunya. " jawabku singkat. Kuperlahan tangisanku. Kuseka air mataku dengan handuk yang masih diatas kasur, aku belum sempet menjemurnya tadim bahkan aku juga belum sempat menyisir rambut selepas mandi tadi.

Ibu masuk dan duduk disampingku.

"Neng, ibu minta maaf ya kalo Dewi gak nyaman disini karena Ira. Nanti suatu saat Dewi tau kenapa dia bersikap begitu, selalu bikin ulah. "

"Tapi Dewi sakit hati bu, Dewi kesel sama Teh Ira. Salah Dewi apasih. ?" tanyaku mengiba pada ibu.

"Dewi gak salah, Ibu yang salah. "

"Lhoh kok jadi ibu? Jelas-jelas karena Idan dan Iis ngacakin kamar depan, Dewi jadi ribut sama Teh Ira. " kutatap wajah mertuaku dengan hati bingung.

"Ira itu..... " Ucapan ibu terputus saat terdengar suara salam dari luar.

Entah siapa yang datang, ******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status