"hueeeek...hueeek." Terdengar suara Teh Ira muntah dari jok belakang."Plastik..plastik.." seru Ibu disampingku. "Nih...." Ibu menyodorkanya pada Teh Ira. "Gak minum obat tadi teh?" Tanya Teh Siti dari depan, nampaknya Ia sudah terbiasa melihat kakaknya mabuk perjalanan kaya gitu.Teh Ira tak menjawab. Norak banget deh ni orang. Naik mobil aja muntah. Aku memejamkan mata, dan menghirup aromatherapy yang kupegang. Kupasang headset ditelinga biar suara Teh Ira tak kudengar. "Haaah.... Pening banget kepala Emak Is, pijitin ya ?"Teh Ira berbicara seraya merebahkan kepalanya di jok mobil,suaranya lirih. Iis memijit kepala Emaknya. Aduh, kasian juga sih liat Teh Ira kaya gitu. "Nih Is, kasih Emakmu aroma theraphy biar mualnya ilang." Ucapku seraya menyodorkan aromatherapy pada Iis.Kulihat Iis mengoleskan pada tengkuk Emaknya itu, pada pelipis dan perutnya. "Udah tau mabok, tadi ngapa gak minum obat dulu Ira..?Tanya Ibu. "Udah merem aja biar gak mabok. Iis jagain Emakmu ya ." Lanj
"Teh Ira memang begitu orangnya Dew, Dewi yang sabar ya. Tapi sebenarnya Ira itu baik kok. " Ucap Ibu lembut padaku, seraya menyelonjorkan kedua kakinya. Iya, Teh Ira memang tidak jahat. Tapi nyebelin ,Bu. Ucapku dalam hati. aku sangat menghormati mertuaku yang baik hati ini, maka aku lebih memilih menyudahi membahas tentang Teh Ira. Aku takut menyinggung perasaannya. Bagaimanapun Teh Ira adalah anak kandung Ibu, hanya sikapnya saja yang kadang tak terlihat dewasa yang kadang ngeselin. "Pegel ya Bu, mau Dewi pijit.?" Ucapku pada ibu seraya mendekat dan mulai menyentuh betis ibu. "Iya nih lumayan pegel, biasa keladang . Ini duduk aja seharian. " Jawab Ibu, ikut memijit kakinya juga.Aku memijit kedua betis kaki Ibu mertuaku. Tak terasa, sudah dua jam kami berada di tempat ini. Kulihat samar-samar Teh Siti dan suaminya berjalan kearah sini. Kulihat Mas Abduh membopong Iqbal yang nampak kedinginan basah kuyup. Tapi kulihat Teh Siti tetap dengan pakaian kering."Dew ,tolong ambilkan t
Kulihat nama yang tertera dilayar handphoneku. Ibu.."Ya halo Bu, belum Bu nih Dewi masih nyari-nyari. Iya iya Bu tunggu ya ,Dewi mau cari lagi. " Ucapku pada Ibu deseberang telefon sana.Apa aku menghubungi petugas aja ya? Saat kakiku hendak melangkah menuju tempat pengumuman, aku melihat Idan . Nangis dibawah pohon beringin , bajunya basah kuyup, tanganya memeluk ban karet. Segera aku berlari menuju Idan.''Idaaan....???!!" Seruku padanya. Aku mendekat. Idan mendongak padaku. "Bibiiii..." Dia menangis menghamburkan dirinya dipelukanku."Kok Idan disini sendirian. Emakmu mana? Iis mana ?" Tanyaku pada Idan seraya melepaskan pelukannya, aku bicara dengan nada panik. Idan masih terus menangis. Aku mencoba menenangkannya. "Idan coba tenang dulu ya, disini ada Bibi,sekarang Idan bilang sama Bi Dewi, Emakmu sama Iis mana kok bisa Idan sendirian?" Tanyaku penuh penasaran. "Tadi kan Idan lagi berenang sama Emak sama Teh Iis, terus Idan liat ada orang pake baju sama kaya Emak. Jalan ke
"Idan ada sama Ibu. Lagian Teteh gimana sih, anak gak ada disamping kok gak ngeh? Iis juga gak ingetin ke Emak apa, kalo Idan gak ada ?" Aku mengomel pada Kakak Ipar dan ponakanku ini. "Iis gak tau Bi." Hanya itu yang keluar dari mulut Iis. Kulihat wajah anak Ini nampak sudah lelah. Namum ke-norak-an Emaknya lah yang membuat mereka masih bertahan ditempat ini hingga sesore ini. "Kenapa gak bilang dari tadi Dewi,?" Teh Ira menghentikan tangisnya dan berbicara padaku ,nadanya seperti orang kesal. Aku yang lebih kesal harusnya. "Yaudah hayuk buruan kesana. Kita udah mau pulang. Semua udah nungguin. Capek tau Dewi muter-muter kesemua tempat nyari kalian,kalian malah enak-enak duduk disini." Ajakku ketus pada mereka.Mas Abduh berjalan lebih dulu didepan kami. "Teh, lain kali kalo apa-apa itu inget waktu." Aku berkata pada Teh Ira saat kami berjalan bersama menuju gazebo. Kakiku lelah setelah tadi berjalan kesana kemari nyari Teh Ira dan Iis. Yang dicari malah santai."Tadi tuh Tete
Seusai menunaikan sholat Maghrib, aku merebahkan tubuhku diatas kasur empuk. Tak lama Bang Zaki juga menyusulku rebahan. Sedangkan diruang TV, Ibu, Teh Siti dan Iqbal sedang ngobrol. Mas Abduh dan Bapak belum pulang dari masjid seusai menjalankan sholat Maghrib. "Gimana tadi Neng jalan-jalanya. Seru?" Tanya suamiku, matanya tetap memandang langit-langit kamar. "Seru, ketemu semua sama keluarga Wa Amin. " Jawabku singkat, aku merasa badanku lelah sekali,ingin tidur lebih awal rasanya. Tiba-tiba aku teringat kejadian tadi. "Eh Bang, masa' ya, tadi Teh Ira tuh bikin ulah di kolam renang." ucapku pada Bang Zaki, aku membetulkan posisi tidurku,kumiringkan badan menghadap suamiku, tangan kananku menopang kepala. Kini wajahku menghadap kearah Bang Zaki. Suamiku nampak antusias, Ia pun membetulkan posisinya sama sepertiku. "Apa Neng, apa?." Tanyanya penuh penasaran. "Tadi Teh Ira ngilang gitu aja. Ninggalin Idan sendirian demi mencoba wahana baru. Kesel deh Neng, Neng cape nyari muter-
Pagi ini kami semua melepas kepulangan Teh Siti ke Bogor, mobil yang ditumpangi Teh Siti perlahan menjauh meninggalkan rumah Ibu. Setelah itu Bapak, Bang Zaki dan Kang Jaya suami Teh Ira pamit untuk pergi kerja masing-masing. Dirumah hanya tinggal aku, Ibu dan Teh Ira. Ibu hari ini gak ikut keladang. Anak-anak Teh Ira sudah berangkat ke sekolah diantar Kang Jaya tadi pagi . "Dewi..Dewi..ajarin Teteh main pesbuk sinih. "Teh Ira menarik lenganku hingga aku nyaris jatuh, membawaku duduk di kursi ruang tamu Ibu."Appaan sih Teh, narik-narik. Dewi mau nyuci baju , nanti aja kalo Dewi udah selesai semua pekerjaan rumah. Nanti Dewi buatin Facebook, Instagram, WhatsApp semua yang Teteh minta nanti Dewi buatin deh. Dewi ajarin juga cara mainya." Ucapku panjang lebar. Ibu melihat kami terheran-heran."Loh, emang Ira punya hp baru? Kapan belinya?"Tanya Ibu pada kami."Ini HP dikasih Siti Bu, kan Siti hp nya banyak. "Ucap Teh Ira sambil mencoba mengutak-atik layar hp berukuran 5 inch itu."D
Aku melanjutkan kegiatanku mencuci baju hingga selesai. Kemudian merendamnya sebentar dengan pewangi . Menunggu pewangi ini meresap dibaju-baju yang telah kucuci, aku menyambi mencuci piring bekas sarapan tadi. Setelah cuci piring selesai, aku mengambil baju yang kurendam untuk segera aku jemur. Sesekali aku melihat Teh Ira, dia ngos -ngosan ngepel lantai .hihii.Lumayan, hari ini ada assiten gratisan. Aku tertawa lagi dalam hati. "Semangat Teh, abis ini jangan lupa siram taneman ya. Dewi mau jemur baju dulu. " Ucapku pada Teh Ira yang lagi asyik ngepel lantai dapur, aku melewatinya saat hendak mengambil hanger yang kusimpan diruang khusus setrika samping dapur. Teh Ira hanya menjawab dengan anggukan , keringatnya mengalir deras dari pelipisnya. Kulihat Teh Ira mengelapnya dengan lengan daster panjangnya."Abis ini nimbang ya Teh, turun berapa kilo tuh BB nya. Heheheh" . Ucapku ngeledek sambil berlalu.Teh Ira hanya melotot. Aku hanya terkekeh melihatnya. Kugantung satu persatu h
POV Ira.Pagi ini, adiku Siti akan kembali ke kota tempat tinggalnya, Bogor. Setelah 3 hari singgah di rumah Ibu . Kami semua melepas kepulangan Siti, setiap tahun Siti dan suaminya biasa mengunjungi Ibu 2-3 kali. Setiap kali datang, Siti selalu memberiku kenang-kenangan, bukan memberi tapi lebih tepatnya aku yang minta. Ya karena kulihat Siti itu orang kaya jadi wajar dong aku kan kakaknya.Apapun yang aku minta Siti selalu memberikan, karena aku adalah kakak satu-satunya. Dari baju, jilbab, make up, tas, parfum apapun yang kuminta Siti selalu kasih, dan kali ini aku meminta handphone milik Iqbal ,ya karena handphone itu hanya digunakan untuk main game. Aku ingin sekali punya fesbuk seperti Lilis tetanggaku, dia saja yang hanya tukang sayur bisa eksis setiap hari berfoto ria dan mempostingnya di dunia Maya. Hari ini, aku minta diajari main fesbuk pada Dewi, adik Iparku . Dewi bersedia mengajariku main fesbuk dengan syarat aku membantunya membereskan rumah. Sedangkan Dewi mencuci