Hari ini Ibu bikin Peyek kacang tanah untuk menyambut kedatangan Teh Siti. Karena bikin peyek bisa dikerjakan Ibu sendirian, aku mending beres-beres rumah aja deh. Kan malu kalo ada tamu dateng terus rumah jadi kotor.
"Bu, Dewi gak bantuin bikin peyek ya. Dewi mau beresin rumah aja sama beresin kamar depan buat tidur Teh Siti. Sekalian , kan Dewi malu kalo ada tamu rumahnya kotor. " pintaku pada Ibu yang lagi ngaduk-ngaduk adonan peyek dibaskom besar."Iya gak apa-apa Dew, lagian ini juga gak banyak kan... " ibu berkata sambil tanganya terus mengaduk adonan.Alhamdulillaah aku punya mertua baik banget. Tapi ya gitu deh, hidup ini gak ada yang sempurna. Punya suami baik, mertua baik, eh ipar nyebelin.Semoga aja Teh Ira hari ini gak kesini. Biar aku tenang beberesnya.Semua ruangan sudah aku sapu bersih, aku pel. Kamar Teh Siti juga udah siap. Seprei sudah kuganti dengan yang wangi. Terbaiklah pokoknya. Aku gak mau ada cela.Giliran ngelap kaca nih yang belum. Biar makin kinclong.Sesekali kucium aroma rempeyek yang lagi digoreng ibu, hemmmmmmm gurih. Aromanya menguap memenuhi sudut ruangan dirumah ini.----Yah, dia lagi dia lagi.Teh Ira dan kedua anaknya lagi jalan kearah sini.Aku pura-pura gak liat ajalah."Wih rajin maneh Dew. ." ucap Teh Ira basa basi saat melintas kearahku.Kucuekin aja dia. Aku terus memutar-mutar tanganku dikaca.'Iyalah rajin, emangnya kamu , jorok' bathinku dalam hati. Kulihat dia ngeloyor menuju pintu dapur rumah ibu. Idan dan Iis mengikuti dari belakang. Kulihat ditangan Idan ada es cream yang sudah meleleh.Satu demi satu kaca dirumah ini aku lap. Sampe kuinclong. Sekarang dah beres nih kaca, aku comot sapu lidi yang tergeletak disamping serok sampah. Ku sapu perlahan daun-daun mangga dan jambu yang terserak ditanah.Aku kumpulin dan kubakar sampahnya. Halaman rumah Ibu nih cukup luas. Lumayan berkeringat nih."Fyuuuuh cape banget". Kujatuhkan pantatku diatas amben bambu yang Bapak rakit tepat dibawah pohon mangga. Ku seka keringet yang meleleh di wajah dan leherku."Adem nih duduk disini. Anginya sepoy-sepoy. Ngadem dulu ah. " kunikmati udara segar pagi ini, eh pagi menjelang siang maksudnya.Aku bergegas masuk dan ingin segera mandi, hareudang rasanya. Jam menunjukan pukul 10.25Saatnya aku mandi, setelah itu bantuin Ibu nyusun peyek di celobong.Kulihat Iparku tersayang lagi asyik nyusun-in peyek dalam celobong sesekali tanganya memasukan remahan peyek kemulutnya dan mengunyahnya, hingga terdengar suara gemeretuk.Ibu tengah melanjutkan goreng peyek. Tumben nih sepi. Iis dan Idan pada kemana? Fikirku dalam hati.***'Byuuurrrr'Kuguyurkan air disekujur tubuh, dingin segar. Jadi fresh nih .Ahh air disini memang segaar, karena sumber air dirumah Ibu langsung dari kaki gunung yang airnya dingin.Pas lagi ngeringin rambut pake handuk, kudengar suara Iis dan Idan cekikikan. Paling juga mereka main diruang tamu. Karena kulihat diruang TV mereka gak ada.Coba kutengok ah, main apa sih mereka.Aku kaget, kok diruang tamu juga gak ada. Kemana mereka? Rupanya mereka main dikamar Teh Siti yang sudah kuberesin.Aku langsung lari kekamar Teh Siti..Dan"yak ampyuuuuun... Nih anak ya. !!!!"."Iis, Idan. Kok mainya dikamar sih. Ini buat tidur Bibi Siti nanti malem. Mana diacak - acak lagi kan. Kalian ini ya. Nakal banget sih. Ayo sini keluar. " aku menarik kasar tangan Iis dan Idan. Mereka ini ya, udah gede juga kenapa gak ngerti sih? Aku tambah jengkel deh, pas liat ada noda bekas es cream diseprei yang baruuuuuuu saja aku ganti. Sepreinya warna pink lembut, nih noda es krim coklat nyolok banget deh dimata. "Udah tau lagi makan. Bukanya duduk malah main-main dibawa kekamar segala lagi. Emang gak liat apa. Bibi udah beresin ini semua. Ini juga Iis,, kenapa bantal udah rapih gini malah ditumpuk-tumpuk jadi satu ginih, ha? " aku ngomel dan melotot kearah mereka berdua. Bodo amat deh dikata kejam juga. Abisnya kesel sih, emak sama anak bikin ulah mulu. "beresin lagi itu. " kusuruh Iis membereskan bantal. Tanganku menunjuk bantal-bantal yang disusun jadi satu kayak lego gitu deh, "Ih dasar Bi Dewi pelit, marah-marah aja kaya nenek lampir. Kabuuuur hah
"Assalamualaikum Bu. Bu Dedeh" ucap salam seseorang dari ujung pintu. ''waalaikumussalam. Sebentar" jawab ibu ,kemudian bergegas ke si empunya suara. Membukakan pintu. "Eh pak RT, silahkan masuk pak. " Ibu mempersilakan pak RT masuk ."Iya terimakasih Bu, disini aja saya gak lama kok. Cuma mau nganter undangan aja dari Pak Ustadz. Undangan tasyakuran". Pak RT berbicara pada ibu, tanganya memberikan selembar kertas yang dilipat rapi."Oh iya,,makasih ya pak. " Ucap ibu sembari menerima kertas undangan dari pak RT. Undangan Tasyakuran anak ke-2.Kemudian pak RT pun pamit untuk membagikan undangan yang lain. --------------Bremmmm ....bremmm.... bremmm....Terdengar suara mobil berjalan perlahan memasuki halaman depan rumah Ibu. Itu pasti Teh Siti. Dan benar saja...Setelah Mas Abduh, suami Teh Siti memarkirkan mobilnya dibawah pohon jambu.Aku ,Bang Zaki, Bapak, dan Ibu sudah berdiri di teras menyambut kedatangan mereka. Nampak seorang perempuan memakai gamis hitam polos dipadukan
"hueeeek...hueeek." Terdengar suara Teh Ira muntah dari jok belakang."Plastik..plastik.." seru Ibu disampingku. "Nih...." Ibu menyodorkanya pada Teh Ira. "Gak minum obat tadi teh?" Tanya Teh Siti dari depan, nampaknya Ia sudah terbiasa melihat kakaknya mabuk perjalanan kaya gitu.Teh Ira tak menjawab. Norak banget deh ni orang. Naik mobil aja muntah. Aku memejamkan mata, dan menghirup aromatherapy yang kupegang. Kupasang headset ditelinga biar suara Teh Ira tak kudengar. "Haaah.... Pening banget kepala Emak Is, pijitin ya ?"Teh Ira berbicara seraya merebahkan kepalanya di jok mobil,suaranya lirih. Iis memijit kepala Emaknya. Aduh, kasian juga sih liat Teh Ira kaya gitu. "Nih Is, kasih Emakmu aroma theraphy biar mualnya ilang." Ucapku seraya menyodorkan aromatherapy pada Iis.Kulihat Iis mengoleskan pada tengkuk Emaknya itu, pada pelipis dan perutnya. "Udah tau mabok, tadi ngapa gak minum obat dulu Ira..?Tanya Ibu. "Udah merem aja biar gak mabok. Iis jagain Emakmu ya ." Lanj
"Teh Ira memang begitu orangnya Dew, Dewi yang sabar ya. Tapi sebenarnya Ira itu baik kok. " Ucap Ibu lembut padaku, seraya menyelonjorkan kedua kakinya. Iya, Teh Ira memang tidak jahat. Tapi nyebelin ,Bu. Ucapku dalam hati. aku sangat menghormati mertuaku yang baik hati ini, maka aku lebih memilih menyudahi membahas tentang Teh Ira. Aku takut menyinggung perasaannya. Bagaimanapun Teh Ira adalah anak kandung Ibu, hanya sikapnya saja yang kadang tak terlihat dewasa yang kadang ngeselin. "Pegel ya Bu, mau Dewi pijit.?" Ucapku pada ibu seraya mendekat dan mulai menyentuh betis ibu. "Iya nih lumayan pegel, biasa keladang . Ini duduk aja seharian. " Jawab Ibu, ikut memijit kakinya juga.Aku memijit kedua betis kaki Ibu mertuaku. Tak terasa, sudah dua jam kami berada di tempat ini. Kulihat samar-samar Teh Siti dan suaminya berjalan kearah sini. Kulihat Mas Abduh membopong Iqbal yang nampak kedinginan basah kuyup. Tapi kulihat Teh Siti tetap dengan pakaian kering."Dew ,tolong ambilkan t
Kulihat nama yang tertera dilayar handphoneku. Ibu.."Ya halo Bu, belum Bu nih Dewi masih nyari-nyari. Iya iya Bu tunggu ya ,Dewi mau cari lagi. " Ucapku pada Ibu deseberang telefon sana.Apa aku menghubungi petugas aja ya? Saat kakiku hendak melangkah menuju tempat pengumuman, aku melihat Idan . Nangis dibawah pohon beringin , bajunya basah kuyup, tanganya memeluk ban karet. Segera aku berlari menuju Idan.''Idaaan....???!!" Seruku padanya. Aku mendekat. Idan mendongak padaku. "Bibiiii..." Dia menangis menghamburkan dirinya dipelukanku."Kok Idan disini sendirian. Emakmu mana? Iis mana ?" Tanyaku pada Idan seraya melepaskan pelukannya, aku bicara dengan nada panik. Idan masih terus menangis. Aku mencoba menenangkannya. "Idan coba tenang dulu ya, disini ada Bibi,sekarang Idan bilang sama Bi Dewi, Emakmu sama Iis mana kok bisa Idan sendirian?" Tanyaku penuh penasaran. "Tadi kan Idan lagi berenang sama Emak sama Teh Iis, terus Idan liat ada orang pake baju sama kaya Emak. Jalan ke
"Idan ada sama Ibu. Lagian Teteh gimana sih, anak gak ada disamping kok gak ngeh? Iis juga gak ingetin ke Emak apa, kalo Idan gak ada ?" Aku mengomel pada Kakak Ipar dan ponakanku ini. "Iis gak tau Bi." Hanya itu yang keluar dari mulut Iis. Kulihat wajah anak Ini nampak sudah lelah. Namum ke-norak-an Emaknya lah yang membuat mereka masih bertahan ditempat ini hingga sesore ini. "Kenapa gak bilang dari tadi Dewi,?" Teh Ira menghentikan tangisnya dan berbicara padaku ,nadanya seperti orang kesal. Aku yang lebih kesal harusnya. "Yaudah hayuk buruan kesana. Kita udah mau pulang. Semua udah nungguin. Capek tau Dewi muter-muter kesemua tempat nyari kalian,kalian malah enak-enak duduk disini." Ajakku ketus pada mereka.Mas Abduh berjalan lebih dulu didepan kami. "Teh, lain kali kalo apa-apa itu inget waktu." Aku berkata pada Teh Ira saat kami berjalan bersama menuju gazebo. Kakiku lelah setelah tadi berjalan kesana kemari nyari Teh Ira dan Iis. Yang dicari malah santai."Tadi tuh Tete
Seusai menunaikan sholat Maghrib, aku merebahkan tubuhku diatas kasur empuk. Tak lama Bang Zaki juga menyusulku rebahan. Sedangkan diruang TV, Ibu, Teh Siti dan Iqbal sedang ngobrol. Mas Abduh dan Bapak belum pulang dari masjid seusai menjalankan sholat Maghrib. "Gimana tadi Neng jalan-jalanya. Seru?" Tanya suamiku, matanya tetap memandang langit-langit kamar. "Seru, ketemu semua sama keluarga Wa Amin. " Jawabku singkat, aku merasa badanku lelah sekali,ingin tidur lebih awal rasanya. Tiba-tiba aku teringat kejadian tadi. "Eh Bang, masa' ya, tadi Teh Ira tuh bikin ulah di kolam renang." ucapku pada Bang Zaki, aku membetulkan posisi tidurku,kumiringkan badan menghadap suamiku, tangan kananku menopang kepala. Kini wajahku menghadap kearah Bang Zaki. Suamiku nampak antusias, Ia pun membetulkan posisinya sama sepertiku. "Apa Neng, apa?." Tanyanya penuh penasaran. "Tadi Teh Ira ngilang gitu aja. Ninggalin Idan sendirian demi mencoba wahana baru. Kesel deh Neng, Neng cape nyari muter-
Pagi ini kami semua melepas kepulangan Teh Siti ke Bogor, mobil yang ditumpangi Teh Siti perlahan menjauh meninggalkan rumah Ibu. Setelah itu Bapak, Bang Zaki dan Kang Jaya suami Teh Ira pamit untuk pergi kerja masing-masing. Dirumah hanya tinggal aku, Ibu dan Teh Ira. Ibu hari ini gak ikut keladang. Anak-anak Teh Ira sudah berangkat ke sekolah diantar Kang Jaya tadi pagi . "Dewi..Dewi..ajarin Teteh main pesbuk sinih. "Teh Ira menarik lenganku hingga aku nyaris jatuh, membawaku duduk di kursi ruang tamu Ibu."Appaan sih Teh, narik-narik. Dewi mau nyuci baju , nanti aja kalo Dewi udah selesai semua pekerjaan rumah. Nanti Dewi buatin Facebook, Instagram, WhatsApp semua yang Teteh minta nanti Dewi buatin deh. Dewi ajarin juga cara mainya." Ucapku panjang lebar. Ibu melihat kami terheran-heran."Loh, emang Ira punya hp baru? Kapan belinya?"Tanya Ibu pada kami."Ini HP dikasih Siti Bu, kan Siti hp nya banyak. "Ucap Teh Ira sambil mencoba mengutak-atik layar hp berukuran 5 inch itu."D