"Aku mohon."
Suara Alluna yang terdengar bergetar dan serak ketakutan itu selalu terngiang-ngiang di telinganya, dan saat itu Andrew langsung menginjak pedal gas agar mobilnya semakin melaju dengan kencang.Akhirnya dia sampai di halaman rumah sakit, setelah memakirkan mobilnya, Andrew melangkah keluar dan menuju ke pintu masuk.Andrew selalu berusaha untuk tetap tenang walaupun sebenarnya ada rasa gelisah semanjak dia mendengar suara Alluna mengangis ketika menghubunginya.Pandangannya menyapu setiap ruangan lobi rumah sakit untuk mencari keberadaan Alluna, perempuan itu sedang duduk tertunduk sambil sesekali mengusap air matanya.Saat Andrew melangkah mendekat dia melihat seorang suster mendatanginya dengan sebuah map di tangannya."Nona, anda harus menandatanganinya saat ini Dokter sudah bersiap siap hanya tinggal menunggu tanda tangan dari Anda, Dokter bilang sudah tak ada waktu lagi untuk menunggu!"
"Terimakasih Nona, kami akan segera mengoperasi Ibu Anda."
"Terimakasih."
"Your welcome... dan sekarang kau harus mulai bersiap siap melakukan tugasmu."
"Di sini Nona, kau harus duduk di depan" Andrew telah membuka pintu untuknya.
"Hati hati" ucapnya dengan penuh senyum.
"Mmmm, An.andrew?"
Laki laki itu terus menatapnya ketika Alluna tertawa sampai terlihat barisan giginya yang rapih dan putih bersih.
"Kau bisa memanggilku, Alluna... Alluna Zaphire" ucapnya memperkenalkan diri.
"Baiklah... Alluna, aku hanya membantumu memasang sabuk pengaman" ucapnya seolah bisa membaca pikiran Alluna, dia kemudian menjauh setelah berhasil memasang sabuk pengaman dan menyalakan mesin mobilnya.
"Mmm, ini... di mana?"
"Silakan, Alluna"
Kketika Andrew bahkan tak bersikap manis seperti apa yang dia lakukan kepada Alluna saat ini, mereka semua seakan berlari dan berlomba lomba untuk bermanja menarik perhatian Andrew agar terpikat dengannya.
"Tenang saja, bukankah sudah aku katakan aku tidak mungkin akan menyentuhmu melebihi ini... aku hanya bersikap baik dan manis karena sekarang kita adalah partner, kau mengerti... jadi jangan berfikir aneh aneh" Andrew berusaha meyakinkah Alluna kalau dirinya tak akan menggoda atau memanfaatkan situsai.
Pandangannya langsung menyelidik ke arah Andrew dan Alluna yang berada di sana.
"Wwoooww... kalian sudah langsung sedekat ini??" Bella dibuat senang bisa melihat Kakaknya menggandeng seorang perempuan meskipun dia tahu itu hanya sementara.
"Banyak yang harus di poles, tapi kau terlihat cantik natural dengan rahang tipis serta dagu lancip, jadi aku hanya perlu memoles wajahmu sedikit tapi untuk penampilanmu... sepertinya banyak yang harus aku ubah."
Tempat itu sangat luas dengan berbagai macam alat canggih yang sama sekali Alluna tak tahu apa kegunaan dari masing masing alat tersebut.
Ini pertama kali baginya dia masuk ke tempat perawatan semewah itu.
"Kau nanti akan menyukainya" ucap Bella membuyarkan lamunan Alluna.
"Apa?"
"Maksudku kau akan menyukai perawatan yang akan memanjakan dirimu nanti, Baiklah kau bisa duduk di sini!" Bella menyiapkan kursi untuknya di depan cermin.
"Kita akan mulai dari merawat rambutmu, dan untuk yang lainnya akan menyusul."
"Bella!" dia sangat penasaran dengan perempuan itu, dan akhirnya Bella memberanikan diri untuk terlebih dulu berkenalan dengan menyebut namanya.
"Tidak, tapi aku sempat kesal karena masalah sebotol minuman waktu di toko."
"Oh! Gara gara dompetnya yang tertinggal itu, kah? Hahaha...." percakapan mereka mulai terasa hangat.
Bella merasa bahwa Alluna sempat membuatnya kesal karena menolak uang darinya namun ketika berbincang lebih dalam lagi dengannya dia merasakan hal yang berbeda.
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola