Alluna berlari secepat mungkin setelah mengetahui kondisi Ibu Tesha semakin buruk.
"Ibu bertahanlah, aku akan segera sampai."Alluna memperlebar langkah kakinya di bawah terik sinar mentari sampai terlihat basah bagian kening karena keringat.
"Tunggu aku, Bu" bisiknya dalam hati.
Dia terus berlari tanpa menghiraukan orang orang di sekitar yang menghalau jalannnya.
Alluna akhirnya sampai di lobi rumah sakit dia langsung menuju ke ruang rawat inap. Dia segera membuka pintu dan masuk dengan nafas terengah engah.
Di dalam sana dia melihat sudah ada dokter dan perawat yang sedang memeriksa Ibunya.
Alluna masih berusaha mengatur nafasnya bahkan dadanya terasa panas karena harus berlari jauh.
"Nona, kau harus cepat ambil tindakan, terlambat sedikit saja kita mengoperasinya... maka rumah sakit tidak akan bertanggung jawab jika sesuatu terjadi pada Ibumu" Dokter masih berdiri di sana menunggu keputusan Alluna.
Sementara Alluna hanya diam menatap wajah pucat perempuan paruh baya di atas ranjang itu.
"Ya! Dokter... Anda harus mengoperasinya hari ini?? Tapi bisakah Anda memberi waktu padaku sedikit lagi?" Alluna mengalihkan pandangannya ke Dokter.
Dia bermaksud untuk memikirkan tawaran dari Andrew karena keadaan yang sangat mendesak.
Sembari menetralkan nafasnya, Alluna mendekati Tesha yang terbaring dengan alat alat canggih terpasang di tubuhnya.
****************Setelah berunding dengan Dokter untuk meminta waktu sebentar, Alluna melangkah keluar dari lift dan mengambil ponselnya.Dia berjalan menuju ke reseptionis sambil menghubungi seseorang, berharap semoga keputusan yang dia ambil tak akan salah.
****************
"Mmmh, ah, ngh... Andrew pelan pelan!" rintih Tad yang sedang merasakan kenikmatan di bagian bawah sana."Kau yang memintaku melakukan ini, kan?? lalu sekarang jangan merintih kesakitan! nikmati saja!!" entah apa yang mereka lakukan di sebuah kamar khusus yang hanya Andrew saja yang bisa masuk ke sana meskipun Tad di perbolehkan masuk itu pun dia harus menutup matanya.
Terlihat ada luka merah seperti bekas di cambuk dengan ikat pinggang di bagian paha dan pantat Tad yang mulus hingga terlihat merah dan bergaris memar.
Tad hanya mengenakan kemeja yang terbuka sebagian kancingnya tanpa celana, kemeja putih itu sudah terlihat lusuh dan basah, banyak jejak merah di leher dan dadanya yang sedikit terbuka.
Sementara Andrew masih rapih dengan kemeja hitam yang sengaja dilipat ke atas sampai bagian lengannya dengan celana senada sementara jasnya dia letakkan begitu saja di sofa.
Hari itu Tad merasa aneh sepertinya Andrew tak bergairah dan tak bersemangat seperti biasanya, dia akan menggila dan membuat Tad sampai tak bisa menghela nafas ataupun beristirahat bahkan untuk sejenak.
"Andrew?? are you ok?" Tad menggerakkan kepalanya mencari keberadaan Andrew dengan indra pendengarannya karena matanya masih tertutup rapat oleh dasi.
Laki laki jangkung itu tengah berjalan ke sisi lain.
Brugh!
Andrew membuang tubuhnya ke sofa mengambil sapu tangan untuk membersihkan jarinya yang basah dan sedikit lengket.
Tad langsung menghampirinya ketika mendengar suara di sana. Tangannya yang masih diikat membuat dirinya tak bisa bergerak bebas.
Andrew mengambil rokok sebatang kemudian menyalakannya.
Sepanjang apa yang dia lakukan dengan Tad siang itu, Andrew tak bisa menikmatinya karena bayangan wajah sedih Alluna dengan tiba tiba secara tak terduga muncul di benaknya.
Berkali kali Andrew menepis bayangan wajahnya namun yang ada justru bayangan wajah Alluna yang sedang menangis semakin menguat.
Huuufftt!
Andrew menghela nafas panjang membuang asap dari dalam mulutnya.
"Ada apa denganku!!" Ucapnya dalam hati.
Tad yang akhirnya berhasil menghampiri Andrew tertuduk di atas karpet bulu memposisikan dirinya di tengah sela sela paha Andrew.
Tak ada jawaban dari Andrew dari pertanyaan awal yang di lontarkan oleh Tad, membuat laki laki yang tengah menengadahkan kepala itu kembali berucap.
"Andrew??"
"Entahlah! mungkin karena pekerjaan yang terlalu banyak akhir akhir ini dan tekanan dari Ayahku... aku benar benar tidak bisa fokus" Andrew menyandarkan kepala di sandaran sofa sembari menghisap rokoknya agar lebih tenang.
Matanya mulai terpejam ketika Tad mengecup dan meraba bagian sensitifnya yang masih terbungkus celana.
"Kalau begitu biarkan aku yang membuatmu senang kali ini, agar semua otot di tubuhmu lebih rileks lagi" Tad mulai membuka lesreting dengan giginya dan mengeluarkan benda tumpul milik Andrew yang sepertinya belum menegang.
"Tidak biasanya kau seperti ini, hanya berdua di ruangan denganku saja biasanya kau sudah menegang. Apa yang terjadi denganmu Andrew?" Tad sangat penasaran dan khawatir.
"Aku baik baik saja" Andrew meraih ujung kepala Tad dan meremas rambutnya.
"Kalau milikku belum menegang, itu artinya kau harus bekerja keras kali ini."
"It's ok! itu hal yang sepele" Tad mulai mencium, menghisap bahkan mengulum bagian ujung milik Andrew namun semua yang dia lakukan tak membuat Andrew menegang dan mengeras.
Andrew tertawa kecil melihat usaha Tad.
"Lakukan sesukamu aku akan memberimu banyak waktu untuk membuatku tegang kali ini."
Mendengar ucapan Andrew, Tad semakin bersemangat.
Namun tiba tiba fokusnya terbuyarkan oleh ponselnya yang bergetar.
Dreeet dreet!
Ujung matanya langsung melirik ke ponselnya yang menyala di atas meja. Andrew benar benar akan sangat marah jika sedang berduaan dengan Tad dan ada orang yang berani mengganggu waktunya.
Andrew sengaja mengacuhkannya dan memilih fokus dengan apa yang dilakukan oleh Tad sampai akhinya layar ponselnya mati, namun tak lama kemudian ponselnya kembali menyala.
Andrew mulai geram, dia menyambar ponselnya dan langsung menjawab panggilan itu.
Tad yang tengah sibuk di bawah sana menggerakkan kepalanya mendongak ke atas mencari keberadaan suara Andrew.
Dia samar-samar melihat ekspresi wajah Andrew yang terkejut bercampur kekhawatiran yang mendalam yang tak bisa di jelaskan dengan kata kata, serta suara Andrew yang tiba tiba melemah membuat Tad melepaskan apa yang baru saja dia hisap dan memenuhi mulutnya.
"Kau?"
"Aku mohon" tambahnya, membuat Andrew semakin tersenyum lebar.
"Dengan senang hati Nona manis, aku akan melakukan apapun yang kau inginkan" Andrew memutuskan panggilannya dan segera mengambil jas dari sofa.
Dia sempat melirik ke arah Tad yang terduduk di atas karpet bulu.
"Kau, keluar dari tempat ini tanpa membuka penutup matamu! bersihkan dirimu dan segera pergi dari rumahku" ucapnya pada Tad.
Andrew bergegas pergi meninggalkan Tad dan segera menuju ke rumah sakit untuk menemui Alluna.
"Aku mohon."Suara Alluna yang terdengar bergetar dan serak ketakutan itu selalu terngiang-ngiang di telinganya, dan saat itu Andrew langsung menginjak pedal gas agar mobilnya semakin melaju dengan kencang.Akhirnya dia sampai di halaman rumah sakit, setelah memakirkan mobilnya, Andrew melangkah keluar dan menuju ke pintu masuk.Andrew selalu berusaha untuk tetap tenang walaupun sebenarnya ada rasa gelisah semanjak dia mendengar suara Alluna mengangis ketika menghubunginya.Pandangannya menyapu setiap ruangan lobi rumah sakit untuk mencari keberadaan Alluna, perempuan itu sedang duduk tertunduk sambil sesekali mengusap air matanya.Saat Andrew melangkah mendekat dia melihat seorang suster mendatanginya dengan sebuah map di tangannya."Nona, anda harus menandatanganinya saat ini Dokter sudah bersiap siap hanya tinggal menunggu tanda tangan dari Anda, Dokter bilang sudah tak
"Apa Kakakku membuatmu takut??" "Ha?? Mmm, tidak... dia terlihat baik hanya saja ketika tragedi dompet yang tertinggal dan dia tak bisa membayar botol itu sempat membuatku terkejut" Alluna nampak belum terbiasa dengan Bella dan suasana di tempat itu, namun mau bagaimana lagi Alluna harus bisa membiasakan diri karena pasti hidupnya akan berubah setelah memutuskan untuk menerima tawaran Andrew. "Iya, Kah? Aku pikir juga begitu... Kakakku tak pandai bergaul dengan perempuan." "Ya, aku tahu... itulah sebabnya dia Gay... penyuka laki laki, kan?" batin Alluna. Setelah melihat pegawainya pergi Bella menarik kursi agar merapat dan bisa lebih berdekatan dengan Alluna."Karena sekarang kau sudah dekat, eh belum... tapi akan dekat dengan Kakakku kau harus tahu... kalau Kakakku penyuka sesama jenis" Bella berbisik ke telinga Al
Andrew mengajak Alluna menemui seorang ahli yang sering mengurus orang orang yang ingin belajar bagaimana menjadi orang yang bermartabat dan high clash di mata masyarakat. "Tuan Andrew??" sapa seorang laki laki yang terkejut saat melihat kedatangan Andrew bersama seorang perempuan berparas cantik."Nona Elisa sudah memberitahumu kalau aku akan datang?" sikap dingin dengan aura gelap langsung terlihat ketika Andrew berucap. "I.iya Tuan, beliau sedang ada urusan lain dan harus pergi, dia sempat menyampaikan permintaan maafnya karena tidak bisa menemui Anda" ucap pelatih laki laki itu dengan sopan."Jadi??" keningnya seketika berkerut halus menunggu kelanjutan penjelasan dari pria itu. "Mmm, Saya yang akan mengajarkan kepada Nona???" laki laki itu berucap sembari mengulurkan tangannya m
Selesai makan malam Andrew akhirnya mengantar Alluna ke rumah sakit, mobilnya terlihat berhenti di halaman parkir namun Andrew tak kunjung keluar.Ternyata Alluna tertidur di dalam mobilnya, perempuan itu sangat kelelahan, mulai dari pagi harus kuliah siangnya mengurus toko sendirian dan sorenya dia pergi ke rumah sakit lalu sampai malam dia harus belajar di tempat khusus pelatihan.Tubuh Alluna benar-benar terasa remuk karena beberapa jam yang lalu harus terus menahan berat tubuhnya agar tetap tegak dan tak boleh membungkuk sedikitpun.Andrew hanya diam melihat Alluna tidur di dalam mobil, tak tega rasanya untuk membangunkan Alluna karena terlihat sekali dari raut wajahnya bahwa dia benar benar sangat kelelahan.Andrew hanya diam membiarkan Alluna tetap tidur di dalam mobilnya namun saat melihat Alluna usil seperti tak nyaman tidur di kursi, dia pun mulai kebingungan.Ingin mengantar Alluna p
Setelah membuang pecahan gelas, Andrew menyelesaikan apa yang sudah dimulai oleh Alluna.Dia melanjutkan masakan yang belum selesai dengan cara dan kahliannya.Nampak beberapa kali Andrew menghela nafas panjang ketika menoleh ke samping dan menyadari bahwa Alluna berada di sana sedang memperhatikan dirinya.Sikap Alluna sempat membuat Andrew salah tingkah dan merona, namun dia mampu mengendalikannya dengan baik.Masakan telah selesai, Andrew menyajikannya hanya di satu piring untuk Alluna."Makanlah" Andrew meletakkan piring yang sudah dipenuhi makanan di atas meja."Wuaaah... kau bisa memasak? Hebat sekali" Alluna meraih garpu dan mulai mengacak acak makanannya.Ekspresi dan tingkahnya membuat Andrew senang karena ini pertama kali baginya dia memasak untuk orang lain.Andrew berjalan ke sisi lain dan mengambil minuman, kemudian menegugnya perlahan."Aku sempat belajar memas
Mobil Andrew nampak berhenti mendadak di tepi jalan ketika perasaan tak enak bergelayut di dalam hatinya.Mengingat kembali ekspresi Alluna yang tak nyaman ketika berada di tempat itu sesaat ingin membuatnya kembali ke sana.Namun Andrew berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa tak ada yang aneh dan perlu dia khawatirkan."Tunggu!!" dia teringat akan koreknya yang tertinggal di meja dekat sofa, kemudian dia mencarinya di setiap saku jas untuk lebih meyakinkan lagi dan ternyata koreknya memang benar benar tak ada.Dia langsung membanting stir mobil dan bergegas kembali menuju ke tempat pelatihan.****************Ada beberapa toilet di ruangan itu, Alluna keluar setelah beberapa saat duduk di salah satu kloset.Di ruangan itu terdapat beberapa wastafel berjejer. Di sana Alluna t
Perasaannya sudah tak karuan lagi, dadanya seketika memanas antara amarah dan kesal bercampur menjadi satu.Andrew membanting pintu mobil dan langsung berlari, dia teringat bahwa malam itu ketika Alluna berlatih dansa ekspresi wajahnya terlihat ketakutan.Dan lagi, tadi pagi sebelum masuk ke dalam tempat itu dia teringat ekspresi Alluna yang sama, sangat ketakutan dan tak nyaman namun Alluna tak mengakuinya jika itu semua karena pelatih laki laki itu."Sial!" umpat Andrew memaki dirinya sendiri yang merasa tak peka dengan Alluna yang sangat tertekan berada di tempat itu.Dia segera pergi menghampiri Alluna diikuti oleh Elisa dari arah belakang. ****************Andrew berlari melewati sebuah ruangan, instingnya membuat tangan Andrew bergerak cepat menyambar sebuah APAR yang terpasang di sa
Sepanjang jalan menuju ke mobil, Alluna meringkuk dalam dekapan Andrew, tubuhnya bergetar rambut serta pakaian yang dikenakannya nampak kusut dan berantakan.Dekapan Andrew mampu mmebuatnya nyaman dan tenang.Andrew bisa melihat guratan ketakutan yang teramat di wajahnya, dia kemudian meletakkan tubuh Alluna di kursi dengan perlahan lalu membantunya memasang sabuk pengaman.Setengah tubuhnya masih membungkuk di dalam mobil menatap wajah Alluna yang terus melamun. Ada rasa penyesalan karena sudah meninggalkan perempuan itu sendirian di dalam sana dan lebih memilih untuk pergi bekerja.Tak bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika Andrew tak datang kembali untuk mengambil koreknya saat itu.Tangannya bergerak meraih pipi Alluna, mengusap pipinya yang basah dengan ibu jarinya kemudian berucap dengan lirih.“Kau sudah aman” melihat kondisi Alluna, Andrew merasa han