Andrew mengajak Alluna menemui seorang ahli yang sering mengurus orang orang yang ingin belajar bagaimana menjadi orang yang bermartabat dan high clash di mata masyarakat.
"Saya yang akan mengajari Nona Alluna malam ini "
"Tapi sebelumnya apa kau bisa melepaskan tanganmu??" bibirnya tersenyum, namun matanya menajam layaknya seperti sedang memperlihatkan rasa tak suka.
"Baiklah, Alluna" ucap Andrew dengan sangat lembut.
"Ikutlah dengannya"
Tempat itu sangat asing baginya sehingga ada rasa malu serta tak nyaman ketika harus sendirian di sana.
"Kau tenang saja, aku tidak akan meninggalkanmu... aku akan duduk di sini menunggu" Andrew berucap penuh dengan senyum membuat Alluna merasa sangat nyaman dengan keberadaannya.
Ya, senyum yang sangat manis mampu membuat para wanuta jatuh terhanyut ke dalamnya namun ekspresi dan matanya memperlihatkan suatu hal berbeda.
Seperti menggambarkan bahwa semua apa yang di perlihatkan saat itu adalah palsu belaka.
Tak lama kemudian nampak seorang pelayan datang menghampirinya dengan membawa nampan dan secangkir kopi di atasnya.
"Silakan, Tuan" ucapnya sembari meletakkan cangkir ke atas meja.
****************
Kopi di cangkirnya telah habis namun Andrew sampai tak menyadarinya karena sejak dari tadi dia terlalu menikmati kopinya sambil terus memperhatikan Alluna.
Tiba saatnya di sesi terakhir, Alluna diajarkan bagaimana caranya berdansa yang baik dan benar.
Dilihat dari raut wajah Alluna, dia sepertinya benar benar sangat kelelahan karena berjam jam harus belajar berdiri, berjalan dan duduk dengan punggung yang tegak dan tak boleh terlihat sedikitpun membungkuk.
Posisi duduk seperti itu membuat Andrew terlihat sangat berkharismatik, pantas saja banyak perempuan yang menyukainya jika Andrew bukan gay mungkin saat ini dia sudah mengencani beberapa perempuan setiap harinya.
Ujung matanya masih terus mengawasi Alluna di mana peremuan itu semakin terlihat gelisah dan seperti ketakutan.
Jelas saja karena kini tangan pelatih telah bergerak perlahan menurun lebih tepatnya bukan di pinggang namun berada di pantat Alluna yang padat berisi.
Memang sangat tidak lazim namun Andrew berfikir kalau tempat pelatihan milik Elisa ini terkenal paling bagus sehingga Andrew tak berfikir aneh.
Mungkin pelatih hanya meminta Alluna untuk menjaga keseimbangan tubuhnya.
Memperlihatkan ekspresi muram dengan mata memerah seperti sangat ketakutan berdekatan dengan laki laki itu saat berlatih dansa.
Alluna menatap dengan penuh harap bahwa Andrew akan segera membawanya pergi dan menyudahi latihan malam itu.
"Aku pikir latihan malam ini cukup!" ucapnya seketika membuat pelatih itu seperti tak rela melepas Alluna pergi sebelum menyelesaikan sesi latihan dansa.
Namun ekspresi wajahnya berubah menghangat dan melembut saat menoleh menatap Alluna dia bahkan menggenggam tangannya yang kemudian di balas dengan sangat erat oleh Alluna.
Andrew membawanya kembali ke mobil, dia bisa merasakan perempuan itu ketakutan dari tangannya yang sangat dingin dan berkeringat.
Andrew ingin bertanya kepada Alluna namun sepertinya itu membutuhkan waktu yang tepat.
Dia telah berhasil masuk ke dalam mobil namun dia belum menyalakan mesinnya kerena pandangannya teralihkan ke Alluna yang diam seperti masih ketakutan dengan kedua tangan saling meremas gelisah.
Andrew mendekatinya mencoba membuat Alluna tenang.
"Kau baik baik saja?" Andrew meraih bahunya namun Alluna terkejut terhentak tubuhnya, membuat Andrew menajamkan matan seolah Alluna merasa tertekan selama berada di dalam sana.
"Tanganmu sangat dingin, katakan... apa yang terjadi selama kalian berdekatan tadi? apa dia mengancammu? atau dia melakukan sesuatu pada tubuhmu?"
"Tidak, dia tidak mengatakan apapun" sahut Alluna.
Andrew tahu benar ada yang tak beres di sana ketika mereka berlatih dansa, namun Alluna tak mau memberitahunya.
"Dia melakukan sesuatu yang tidak senonoh dengan tubuhmu?"
Andrew tertawa mendengar ucapan Alluna namun tersadar bahwa tawanya menggema di seisi kabin mobil, perlahan pun tawanya menghilang dan berganti dengan ekspresi wajah serius.
"Baiklah sebelum aku mengantarmu ke rumah sakit, kita akan makan terlebih dulu."
"Aku sengaja memesan semua ini untukmu, karena aku tidak tahu apa yang kau sukai... kau tak perlu menghabiskannya karena aku tahu perutmu tidak akan muat... makanlah yang menurutmu enak dan kau sukai... atau ada makanan lain yang kau inginkan? aku akan memesannya untukmu"
"Mulai saat ini kau harus terbias, harus! Siapa namaku?? Sebutkan namaku? Hmmm??" Andrew mengangkat kedua alisnya secara bersamaan.
"Kau seperti anak kecil, makananmu belepotan di mana mana" wajah mereka sangat dekat dan setelah Andrew menyadari kedekatan mereka, tangannya terpaku di udara.
Kedua bola matanya tertuju ke bibir Alluna yang merona.
Jakunnya terlihat naik turun ketika berusaha menelan ludahnya dengan susah payah.
"Maaf, aku pastikan besok saat datang ke pesta Ayahmu aku tidak akan melakukan hal ini di depannya" Alluna menoleh memalingkan wajahnya karena malu.
"Kau tak perlu menjadi orang lain di depanku, tapi kau harus berakting dengan baik ketika sedang bertemu dengan Ayahku."
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola