Share

12 Makan Malam Bersama

Andrew mengajak Alluna menemui seorang ahli yang sering mengurus orang orang yang ingin belajar bagaimana menjadi orang yang bermartabat dan high clash di mata masyarakat.


"Tuan Andrew??" sapa seorang laki laki yang terkejut saat melihat kedatangan Andrew bersama seorang perempuan berparas cantik.


"Nona Elisa sudah memberitahumu kalau aku akan datang?" sikap dingin dengan aura gelap langsung terlihat ketika Andrew berucap.


"I.iya Tuan, beliau sedang ada urusan lain dan harus pergi, dia sempat menyampaikan permintaan maafnya karena tidak bisa menemui Anda" ucap pelatih laki laki itu dengan sopan.


"Jadi??" keningnya seketika berkerut halus menunggu kelanjutan penjelasan dari pria itu.


"Mmm, Saya yang akan mengajarkan kepada Nona???" laki laki itu berucap sembari mengulurkan tangannya menyambut serta menunggu Alluna menyebutkan namanya.


"Alluna" ucapnya memperkenalkan diri.


"Nona Alluna" dia mengulangi ucapan Alluna dengan penuh senyum.

"Saya yang akan mengajari Nona Alluna malam ini "


Andrew menghela nafas panjang sembari menyimpan kedua tangan ke dalam saku celana sementara pandangannya masih tertuju ke tangan pelatih itu yang masih dan terus menggenggam tangan Alluna.

"Tapi sebelumnya apa kau bisa melepaskan tanganmu??" bibirnya tersenyum, namun matanya menajam layaknya seperti sedang memperlihatkan rasa tak suka.


"Ooh, maaf Tuan"


Andrew kemudian mengalihkan pandangannya ke Alluna.

"Baiklah, Alluna" ucap Andrew dengan sangat lembut.

"Ikutlah dengannya"


"Tapi" Alluna nampak khawatir kalau-kalau Andrew akan meninggalkannya lagi seperti saat di tempat Bella.

Tempat itu sangat asing baginya sehingga ada rasa malu serta tak nyaman ketika harus sendirian di sana.


"Kau tenang saja, aku tidak akan meninggalkanmu... aku akan duduk di sini menunggu" Andrew berucap penuh dengan senyum membuat Alluna merasa sangat nyaman dengan keberadaannya.


Ya, senyum yang sangat manis mampu membuat para wanuta jatuh terhanyut ke dalamnya namun ekspresi dan matanya memperlihatkan suatu hal berbeda.

Seperti menggambarkan bahwa semua apa yang di perlihatkan saat itu adalah palsu belaka.


"Baiklah" sahut Alluna.


"Mari Nona Alluna, silakan ikuti Saya" pelatih laki laki itu melangkah terlebih dulu menunjukkan jalan kepada Alluna.


Alluna merasa lega dia pun mengikuti langkah laki laki itu.


Andrew sempat melihat kesekitar sebelum akhirnya dia duduk di bangku yang sudah tersedia di sana.


Tak lama kemudian nampak seorang pelayan datang menghampirinya dengan membawa nampan dan secangkir kopi di atasnya.

"Silakan, Tuan" ucapnya sembari meletakkan cangkir ke atas meja.


Ruangan yang sangat luas dengan tatanan ruang serta hiasan khas Eropa dan lampu yang temaram membuat suasana semakin hangat, di sana ada sebuah pintu yang langsung berhubungan dengan ruangan lain di mana Alluna berada, dan pembatas dari kaca sehingga Andrew bisa mengawasi Alluna dari kejauhan.


Andrew meraih cangkir dan mencium aroma kopi sebelum mencercapnya perlahan, sementara kedua bola matanya nampak memperhatikan Alluna yang sedang berlatih layaknya seorang putri agar nantinya tak melakukan kesalahan ketika sedang makan malam bersama Ayah dan kolega lainnya.


                         ****************


Andrew melirik ke jam yang melingkar di tangannya dan waktu telah menunjukkan pukul 9 malam.

Kopi di cangkirnya telah habis namun Andrew sampai tak menyadarinya karena sejak dari tadi dia terlalu menikmati kopinya sambil terus memperhatikan Alluna.


Tiba saatnya di sesi terakhir, Alluna diajarkan bagaimana caranya berdansa yang baik dan benar.


Dilihat dari raut wajah Alluna, dia sepertinya benar benar sangat kelelahan karena berjam jam harus belajar berdiri, berjalan dan duduk dengan punggung yang tegak dan tak boleh terlihat sedikitpun membungkuk.


"Oh, kapan ini akan selesai?? aku benar benar sangat lelah dan pegal"  keluh Alluna dalam hati.


Andrew bersandar di sandaran kursi dengan kaki satu disilangkan di atas kaki satunya lagi, sementara kedua tangannya berada di atas paha dengan jari jemari saling bertautan.

Posisi duduk seperti itu membuat Andrew terlihat sangat berkharismatik, pantas saja banyak perempuan yang menyukainya jika Andrew bukan gay mungkin saat ini dia sudah mengencani beberapa perempuan setiap harinya.


Pandangannya terus tertuju ke Alluna yang sedang belajar dansa. Awalnya Andrew merasa baik baik saja namun ketika laki laki itu meletakkan tangannya di pinggang Alluna dan memaksa perempuan itu merapatkan tubuhnya, Andrew merasa seperti ada yang berdesir aneh di dalam hatinya.


Ekspresi wajahnya terlihat santai namun matanya yang menajam bagaikan mata elang memperlihatkan seperti ada kilatan rasa sengit saat melihat pelatih itu menyentuh pinggang Alluna.


Dia tetap berusaha keras untuk tenang dan bersikap biasa namun melihat Alluna yang sepertinya tak nyaman berdekatan dengan pelatih pria itu, Andrew ingin sekali rasanya menyudahi latihan malam itu, namun dia masih ragu.


Ujung matanya masih terus mengawasi Alluna di mana peremuan itu semakin terlihat gelisah dan seperti ketakutan.

Jelas saja karena kini tangan pelatih telah bergerak perlahan menurun lebih tepatnya bukan di pinggang namun berada di pantat Alluna yang padat berisi.


Andrew menghela nafas panjang, dia nampak kesal dalam hatinya selalu bertanya tanya apakah sekarang metode berlatih dansa sudah berubah sampai pelatih itu harus memegang bagian tubuh yang tak seharusnya?


Memang sangat tidak lazim namun Andrew berfikir kalau tempat pelatihan milik Elisa ini terkenal paling bagus sehingga Andrew tak berfikir aneh.

Mungkin pelatih hanya meminta Alluna untuk menjaga keseimbangan tubuhnya.


Entah apa yang dibisikkan oleh pria itu karena Andrew sempat melihat dia seperti sedang membisikkan sesuatu ke telinga Alluna, atau mungkin dia hanya memberikan arahan kepada Alluna akan tetapi Andrew tak tahu jelas yang pasti ekspresi wajah Alluna berubah ketika melihat pelatih pria itu berbisik di telinganya.


"Beri tahu aku kalau kau tak nyaman, dengan begitu aku memiliki alasan dan akan segera membawamu keluar dari tempat ini" batin Andrew.


Entah apakah alam mengirim sinyal batin Andrew kepada Alluna melalui isi hatinya namun yang terjadi saat itu adalah Alluna langsung menoleh dan melihat ke arah Andrew.

Memperlihatkan ekspresi muram dengan mata memerah seperti sangat ketakutan berdekatan dengan laki laki itu saat berlatih dansa.


Alluna menatap dengan penuh harap bahwa Andrew akan segera membawanya pergi dan menyudahi latihan malam itu.


Andrew beranjak berdiri melangkah sembari merapihkan jasnya, dengan gagah dia semakin mendekat dan menghentikan mereka berdua.

"Aku pikir latihan malam ini cukup!" ucapnya seketika membuat pelatih itu seperti tak rela melepas Alluna pergi sebelum menyelesaikan sesi latihan dansa.


Inilah saatnya Alluna menjauh dan dia langsung memaksa pelatih itu melepaskan tangan dari pinggangnya kemudian celat cepat Alluna berdiri di samping Andrew seperti sedang mencari perlindungan.


"Tapi, Tuan?"


"Aku bilang cukup!!!" geram Andrew seketika, dengan tatapan menajam sesaat ke pelatih pria itu.

Namun ekspresi wajahnya berubah menghangat dan melembut saat menoleh menatap Alluna dia bahkan menggenggam tangannya yang kemudian di balas dengan sangat erat oleh Alluna.


"Ayo kita pulang" suara Andrew berubah lembut ketika berucap dengan Alluna.

Andrew membawanya kembali ke mobil, dia bisa merasakan perempuan itu ketakutan dari tangannya yang sangat dingin dan berkeringat.

Andrew ingin bertanya kepada Alluna namun sepertinya itu membutuhkan waktu yang tepat.


Dia telah berhasil masuk ke dalam mobil namun dia belum menyalakan mesinnya kerena pandangannya teralihkan ke Alluna yang diam seperti masih ketakutan dengan kedua tangan saling meremas gelisah.


Andrew mendekatinya mencoba membuat Alluna tenang.

"Kau baik baik saja?" Andrew meraih bahunya namun Alluna terkejut terhentak tubuhnya, membuat Andrew menajamkan matan seolah Alluna merasa tertekan selama berada di dalam sana.


"Aku, aku baik baik saja" Alluna terbata.


Andrew masih mengawasinya melihat tangan Alluna bergetar ketakutan dia pun meraihnya.

"Tanganmu sangat dingin, katakan... apa yang terjadi selama kalian berdekatan tadi? apa dia mengancammu? atau dia melakukan sesuatu pada tubuhmu?"


"Tidak, dia tidak mengatakan apapun" sahut Alluna.


Melihat apa yang terjadi dan apa yang di katakan Alluna berbanding terbalik 180% membuat Andrew tak percaya.

Andrew tahu benar ada yang tak beres di sana ketika mereka berlatih dansa, namun Alluna tak mau memberitahunya.

"Dia melakukan sesuatu yang tidak senonoh dengan tubuhmu?"


"Tidak!" sahut Alluna lagi dengan cepat mematahkan tuduhan Andrew.


"Lalu... dia mengancammu agar kau tidak mengatakan sesuatu padaku dengan apa yang dia lakukan pada tubuhmu?"


"Tidak, tidak, tidak... tidak ada apa apa... aku hanya, aku sangat lapar."


"Ha? Hahahahaha...."

Andrew tertawa mendengar ucapan Alluna namun tersadar bahwa tawanya menggema di seisi kabin mobil, perlahan pun tawanya menghilang dan berganti dengan ekspresi wajah serius.


"Ya ampun... aku lupa kalau belum mengajakmu makan, kenapa kau tidak mengingatkanku dari tadi?" Andrew mengusap ujung kepala Alluna karena gemas.

"Baiklah sebelum aku mengantarmu ke rumah sakit, kita akan makan terlebih dulu."


Alluna hanya tersenyum tipis namun masih terlihat guratan gelisah masih menghiasi wajahnya.


                             ****************

Andrew sengaja memesan hidangan terfavorit di salah satu restouran elite di kota itu. Tak hanya satu, ada beberapa dan itu sangat banyak.

Membayangkan semua itu masuk ke perutnya saja membuat Alluna kenyang terlebih dulu.

"Aku sengaja memesan semua ini untukmu, karena aku tidak tahu apa yang kau sukai... kau tak perlu menghabiskannya karena aku tahu perutmu tidak akan muat... makanlah yang menurutmu enak dan kau sukai... atau ada makanan lain yang kau inginkan? aku akan memesannya untukmu"


"Tidak, tidak Tuan... ini sudah sangat cukup" mencium semua aroma makanan sebanyak itu membuat perutnya terasa penuh.


"Tuan??" Andrew berucap dengan nada bertanya, seperti seolah mengingatkan kepada Alluna.


"E, maaf.. aku belum terbiasa memanggil namamu" Alluna tertunduk malu tak enak hati.


Andrew meraih dagunya memaksa Alluna mengangkat wajah dan melihat ke arahnya.

"Mulai saat ini kau harus terbias, harus! Siapa namaku?? Sebutkan namaku? Hmmm??" Andrew mengangkat kedua alisnya secara bersamaan.


"Andrew" Alluna nampak lancar menyebut namanya, namun terkadang lidahnya sukar untuk di ajak kompromi.


"Manis sekali, kau sangat imut" Andrew tersenyum tipis, namun entah kenapa itu tak membuat Alluna ketakutan karena terkadang di suatu sisi yang dia rasakan senyum Andrew terlihat mengerikan.


Alluna dibuat berdebar mendengar sanjungan dari Andrew terlebih lagi laki-laki itu sejak dari tadi memperlakukannya seperti layaknya seorang kekasih, Alluna sangat paham dia tak ingin berfikir lebih karena Andrew pasti memiliki alasan lain melakukan hal itu.


Andrew mengambil lap khusus yang sudah tersedia di meja itu menggunakannya untuk membersihkan sisa makanan di bibir Alluna.

"Kau seperti anak kecil, makananmu belepotan di mana mana" wajah mereka sangat dekat dan setelah Andrew menyadari kedekatan mereka, tangannya terpaku di udara.

Kedua bola matanya tertuju ke bibir Alluna yang merona.

Jakunnya terlihat naik turun ketika berusaha menelan ludahnya dengan susah payah.


Sesaat Alluna terdiam kemudian berucap.

"Maaf, aku pastikan besok saat datang ke pesta Ayahmu aku tidak akan melakukan hal ini di depannya" Alluna menoleh memalingkan wajahnya karena malu.


Andrew tersenyum lebar mendengar ucapan Alluna seolah berusaha sedang menenangkan dirinya.

"Kau tak perlu menjadi orang lain di depanku, tapi kau harus berakting dengan baik ketika sedang bertemu dengan Ayahku."


"Aku akan berusah untuk tidak mengecewakanmu."


"Iya, harus! habiskan makananmu setelah ini aku akan mengantarmu ke rumah sakit."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status