Share

Guru Les Nayaka

Penulis: AgilRizkiani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-02 09:10:55

Hari-hari di rumah Kania berubah menjadi ruang ujian tak resmi. Narendra, dengan keseriusan khas tentara muda, selalu menantang adiknya dengan soal-soal yang sulit—bahkan di luar standar ujian SMA internasional.

"Nayaka, ini soal logika numerik. Lima menit," ucap Narendra sambil meletakkan kertas di meja.

Nayaka mendecak pelan, rambutnya sudah acak-acakkan, dan pensilnya pun hampir digigit-gigit karena frustrasi. "Mas, ini susah banget. Aku ini mau masuk SMA, bukan akademi militer!"

Narendra hanya tertawa kecil. "Justru itu. Kalau kamu bisa ngelewatin soal dari aku, ujian apa pun bakal terasa seperti main game."

Walau terkadang nyaris menyerah, Nayaka tetap bertahan. Karena baginya, bukan soal-soalnya yang jadi motivasi—melainkan kebersamaan. Sejak kecil ia selalu mengagumi sosok Mas Rendra yang tenang, cerdas, dan penuh wibawa. Kini, mereka dekat. Lebih dekat dari yang pernah ia bayangkan.

Suatu malam, keluarga besar berkumpul di meja makan panjang rumah mereka. Aroma makanan rumahan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Istana Yang Ternoda   Secercah Kebahagiaan

    Sebelum benar-benar berangkat ke pelatihan militernya, Narendra memilih untuk menghabiskan satu hari penuh bersama ibunya—Kania. Ia tahu betul, di balik senyum tenang yang selalu ditampilkan sang ibu, ada luka-luka lama yang belum benar-benar sembuh. Luka yang berasal dari kehilangan, pengkhianatan, dan kerinduan panjang pada Nayara dan Nazeera.Pagi itu, Narendra menyetir sendiri mobilnya menuju klinik psikolog langganan Kania. Tangan kirinya sesekali menggenggam tangan sang ibu yang duduk di sampingnya, sementara tangan kanan mengendalikan setir dengan tenang.“Mama kuat,” gumam Narendra pelan, namun tegas. Suaranya rendah tapi penuh keyakinan.Kania hanya tersenyum samar. Tak menjawab. Tapi genggaman tangan mereka saling menguatkan.Sesi terapi berlangsung cukup lama. Narendra duduk di ruang tunggu, sesekali melirik jam di dinding. Ia tak merasa bosan, karena bagi Narendra, waktu yang dihabiskan untuk sang ibu adalah waktu paling berharga.Saat sesi berakhir, Kania keluar dari ruan

  • Istana Yang Ternoda   Lolos Tes

    Hasil tes masuk SMA Internasional baru akan diumumkan besok pagi. Tapi malam ini, Nayaka nyaris tak bisa memejamkan matanya. Gelisah, cemas, dan rasa takut bercampur jadi satu.Di dalam kamar yang ia tempati bersama Narendra, Nayaka beberapa kali membolak-balik badannya di ranjang. Tapi setiap kali ia melirik ke sisi lain, Narendra tampak tenang duduk di kursi dekat jendela, memegang kuas dan palet warna, melukis dalam diam.“Kenapa sih bisa tidur nyenyak banget, Kak? Aku ngerasa kayak mau ikut perang besok,” keluh Nayaka sambil menatap langit-langit.Narendra tidak langsung menjawab. Ia hanya meletakkan kuasnya, lalu berbalik. Dengan ekspresi datar dan nada suara yang begitu datar pula, ia berkata, “Yang ikut tes kamu, yang panik malah Mama sama Papa. Kamu kebanyakan gaya kayak mau syuting FTV.”“Wah, Kakak tega,” Nayaka meringis, tapi cepat-cepat bangkit dan mendekat saat melihat lukisan yang dikerjakan kakaknya.Di atas kanvas, tampak dua gadis kecil berambut panjang berdiri berdam

  • Istana Yang Ternoda   Guru Les Nayaka

    Hari-hari di rumah Kania berubah menjadi ruang ujian tak resmi. Narendra, dengan keseriusan khas tentara muda, selalu menantang adiknya dengan soal-soal yang sulit—bahkan di luar standar ujian SMA internasional."Nayaka, ini soal logika numerik. Lima menit," ucap Narendra sambil meletakkan kertas di meja.Nayaka mendecak pelan, rambutnya sudah acak-acakkan, dan pensilnya pun hampir digigit-gigit karena frustrasi. "Mas, ini susah banget. Aku ini mau masuk SMA, bukan akademi militer!"Narendra hanya tertawa kecil. "Justru itu. Kalau kamu bisa ngelewatin soal dari aku, ujian apa pun bakal terasa seperti main game."Walau terkadang nyaris menyerah, Nayaka tetap bertahan. Karena baginya, bukan soal-soalnya yang jadi motivasi—melainkan kebersamaan. Sejak kecil ia selalu mengagumi sosok Mas Rendra yang tenang, cerdas, dan penuh wibawa. Kini, mereka dekat. Lebih dekat dari yang pernah ia bayangkan.Suatu malam, keluarga besar berkumpul di meja makan panjang rumah mereka. Aroma makanan rumahan

  • Istana Yang Ternoda   Mas Naren

    10 Tahun BerlaluWaktu terus berjalan seakan mengikis jejak luka, tapi tidak menghapusnya.Narendra kini telah tumbuh menjadi seorang lelaki muda yang rupawan, tinggi semampai, wajahnya teduh namun dingin, seperti menyimpan ribuan kisah luka di balik tatapannya yang tajam. Hari itu, ia resmi lulus dari SMA, mengenakan jas abu-abu, dasi rapi, dan senyum tipis yang hanya muncul sesekali.Namun meski digilai oleh banyak gadis di sekolah, tak ada satu pun yang berhasil menembus hatinya. Hanya tiga perempuan yang bisa mendekatinya tanpa membuatnya menjauh: Kania, ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya dalam lautan duka dan kekuatan; Bu Ria, nenek yang tak pernah berhenti berdoa untuk ketenangan keluarga itu; dan Bu Susi, sosok yang selalu hadir sebagai peneduh dalam setiap badai.Hari kelulusan itu harusnya menjadi momen bahagia, namun hati Narendra terasa hampa. Ia berdiri di tengah kerumunan teman-temannya yang bersorak, namun pikirannya terbang jauh."Seandainya Nayara dan Nazeera

  • Istana Yang Ternoda   Suara Hati

    Rafasya kembali mengepakkan sayapnya. Setelah keterpurukan panjang yang hampir menghancurkan segalanya, ia kini bangkit lebih tinggi—membawa bisnis parfumnya menembus pasar internasional.Ia tak hanya menjual wangi. Ia membawa cerita, luka, dan cinta dalam setiap botol parfum yang ia ciptakan.Namun di balik senyum dan setelan jas mewahnya dalam setiap peluncuran cabang di luar negeri, Rafasya menyimpan duka yang tak pernah usai. Ia selalu membawa satu benda yang tidak pernah absen dalam setiap perjalanannya: sebuah bingkai foto kecil berisi gambar si kembar—Rosa dan Risa.Di atas podium, saat ia memperkenalkan produk baru, foto itu selalu terpajang di meja. Dalam wawancara, ia menyebut kedua putrinya sebagai inspirasi utama.“Parfum ini adalah tentang memori. Tentang aroma yang menuntun kita pulang. Saya menciptakannya sambil berharap, semoga aroma ini bisa membawa anak-anak saya kembali.”Semua orang terpukau. Mereka mengira itu hanya sekadar metafora bisnis. Tapi bagi Rafasya, itu

  • Istana Yang Ternoda   Pulih Lagi

    Bu Susi duduk di sisi tempat tidur, menatap wajah Kania yang kosong. Ia menghela napas panjang, lalu menggenggam tangan perempuan itu dengan lembut."Kania, ibu tahu kamu hancur. Tapi kamu masih punya Narendra dan Nayaka. Mereka butuh kamu. Mereka memerlukan kasih sayangmu. Kalau kamu terus begini, siapa yang akan menjadi pelindung mereka?"Suara Bu Susi serak, dirinya sangat mengetahui bagaimana hati Sang Putri sekarang bagaimana jiwanya terguncang.Kania masih mematung. Tapi matanya perlahan menoleh, dan di ambang pintu, ia melihat dua sosok kecil berdiri. Narendra dan Nayaka, menatapnya dengan tatapan yang polos namun penuh luka. Luka karena kehilangan ibunya meski tubuhnya masih ada.Mata Kania mulai berkaca-kaca. Tangannya yang selama ini hanya menggenggam selimut, perlahan terangkat, terbuka. Isyarat sederhana—namun sangat berarti.Narendra menggenggam tangan adiknya, dan mereka melangkah perlahan. Tak ada suara. Hanya langkah kaki kecil mereka mendekat. Lalu memeluk ibunya. Era

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status