Home / Rumah Tangga / Istana Yang Ternoda / Ribut dengan Baskoro

Share

Ribut dengan Baskoro

Author: AgilRizkiani
last update Last Updated: 2025-07-09 17:29:38

Di tengah perjalanan, Rafasya berkata pelan, “Pantas saja Papa menikahi Tante Vita ternyata wanita itu benar-benar sangat baik.”

Nada suaranya penuh kejujuran, bahkan ada sedikit kekaguman yang sulit ia sembunyikan.

“Sangat jauh berbeda dengan Mama yang selalu keras kepala, tidak mau mendengarkan siapa pun, dan selalu ingin mengatur segalanya,” lanjutnya, matanya tetap fokus pada jalanan.

Kania hanya diam. Kepalanya terasa berat, pikirannya pun kusut. Ia tengah bimbang apakah harus tetap bertahan dengan Rafasya atau memilih jalan cerai seperti yang pernah ia rencanakan. Rafasya yang sekarang benar-benar berbeda. Ia berubah menjadi sosok suami idaman—yang membelanya tanpa ragu di hadapan siapa pun.

Rafasya memperlambat laju mobil ketika melihat deretan pedagang kaki lima di pinggir jalan. Ia melirik Kania, “Kamu mau sesuatu? Mungkin makan kecil atau minuman dingin?”

Kania menggeleng lemah. “Enggak, Rafa, aku lagi nggak nafsu,” katanya pelan.

Beberapa menit kemudian mereka sampai di apa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Istana Yang Ternoda   Keputusan

    Tante Vita dan Kania yang mendengar suara ribut langsung berlari ke arah taman belakang. Begitu sampai, mereka terkejut melihat Bu Ria basah kuyup berdiri di tepi kolam, sementara Risa dan Rosa masih tertawa geli.“Astaga … Bu Ria?!” ujar Tante Vita, suaranya campur aduk antara kaget dan bingung.Kania pun menahan napas, “Mama bisa jalan?”Bu Ria yang sudah basah kuyup itu menatap mereka dengan mata penuh kebencian. Nafasnya tersengal karena emosi dan malu.Tak lama, Pak Hengky juga datang tergopoh-gopoh dari arah teras. “Ria apa-apaan ini?”Rafasya yang baru saja pulang kerja ikut terkejut melihat semua orang berkumpul. Begitu melihat ibunya berdiri sendiri, ia langsung menoleh ke arah Risa dan Rosa.“Ada apa ini?” tanya Rafasya cepat.Dengan polos, Risa dan Rosa menjawab, “Kita cuma iseng Bu, dan ternyata Bu Ria sudah bisa jalan. Kayaknya selama ini cuma pura-pura stroke!”Suasana langsung tegang. Bu Ria yang kesal menoleh pada mereka semua, lalu meluapkan kemarahannya, “Dasar kali

  • Istana Yang Ternoda   Penjebakan Si Kembar

    Setelah beberapa hari dirawat, Kania akhirnya diperbolehkan pulang. Kondisinya sudah jauh lebih baik, meski bekas jahitan sesar masih terasa nyeri. Sayangnya, sang bayi harus tetap dirawat di rumah sakit di bawah pengawasan ketat dokter. Bayi mereka lahir prematur di usia 7 bulan dengan berat badan yang belum ideal, jadi ia masih harus berada di inkubator.Di perjalanan pulang, wajah Kania terlihat murung. Matanya sayu, hatinya berat meninggalkan buah hatinya sendirian di rumah sakit. Rafasya mencoba menenangkan, meyakinkan bahwa ada beberapa petugas keamanan yang disiapkan khusus untuk menjaga ruang inkubator bayi mereka.Saat tiba di rumah, Kania menunduk begitu melihat Bu Ria yang hanya menatap dingin tanpa sepatah kata pun. Ia segera masuk ke kamar, melepas rindu lewat foto dan video bayinya yang ia simpan di ponsel.Setiap hari, Kania tak kenal lelah bolak-balik ke rumah sakit, mengantarkan ASI hasil perahan dan melakukan terapi “pelukan kanguru” untuk sang putra. Terkadang Rafas

  • Istana Yang Ternoda   Kelahiran Sang Putra

    Di ruang operasi, suasana begitu tegang. Suara monitor berdetak cepat berpacu dengan suara langkah kaki para dokter dan perawat yang bergerak sigap. Cahaya lampu operasi terasa menyilaukan, membuat keringat menetes di dahi siapa pun yang berada di sana.Bayi yang masih berusia kandungan tujuh bulan akhirnya harus segera dilahirkan. Tangisan kecil pun terdengar—begitu pelan, serak, dan lembut. Tangisan yang lebih mirip lirih kesakitan ketimbang jeritan lantang. Suara itu seperti mengiris hati siapa pun yang mendengarnya; tangisan yang begitu rapuh, seolah meminta kekuatan untuk bertahan hidup di dunia yang terlalu cepat ia sambut.Seketika, suasana haru menyelimuti ruang operasi. Namun para tenaga medis tak punya waktu lama untuk terhanyut. Mereka bergerak cepat membawa bayi mungil itu ke ruang NICU. Berat badannya belum cukup, paru-parunya pun masih rentan, membuat ia harus segera dirawat dalam inkubator yang dikelilingi alat-alat medis canggih.Sementara itu, perjuangan Kania belum s

  • Istana Yang Ternoda   Kecelakaan

    Beberapa hari telah berlalu, namun satu hal masih terus mengganjal di hati Kania kecurigaannya terhadap Bu Ria. Kania semakin yakin kalau Bu Ria mungkin sebenarnya sudah sembuh dari strokenya. Tatapannya begitu tajam, gerak-geriknya pun aneh. Meski begitu, Kania masih ragu untuk berbicara—ia takut kalau Rafasya tidak akan percaya tanpa ada bukti yang jelas.Pagi itu, di bawah, Tante Vita sedang sibuk memasak di dapur. Tak jauh dari sana, Bu Ria duduk di kursi rodanya ditemani perawat yang seperti biasa memberikan terapi ringan. Tiba-tiba, Tante Vita bergegas masuk ke kamar mandi. Melihat kesempatan itu, Bu Ria menjatuhkan gelas air minumnya hingga tumpah membasahi lantai.Perawatnya pun buru-buru pergi ke sudut untuk mengambil lap, dan saat itu juga, Bu Ria cepat-cepat melajukan kursi rodanya ke arah dapur. Dengan gerakan tergesa, ia menumpahkan botol minyak ke lantai—harapannya sederhana tapi kejam: Tante Vita akan terpeleset ketika keluar dari kamar mandi.Benar saja. Tak lama kemud

  • Istana Yang Ternoda   Kejadian

    Rafasya baru saja naik jabatan, setelah PT Kereta Api miliknya berhasil mencetak laba besar dan meraih kepercayaan penuh dari masyarakat maupun pemerintah.Untuk merayakannya, keluarga pun memutuskan untuk piknik bersama di tepi danau. Suasananya santai—Rafasya terlihat manja, tak mau jauh-jauh dari Kania meskipun ia sedang duduk bersama Adrian, Nadira, Rosa, dan Risa yang asik mengobrol dan bercanda.Tak ketinggalan, Bu Ria juga ikut. Meski kondisinya masih harus duduk di kursi roda, wajahnya menahan kesal setiap kali melihat keakraban Kania dan Rafasya. Tapi ia tetap diam, pura-pura tenang.Ketika Rafasya berjalan agak menjauh untuk menjawab telepon, Kania berdiri di dekat ujung dermaga kayu, menikmati angin dan pemandangan air yang tenang.Bu Ria melihat kesempatan itu—senyum licik terbit di bibirnya. Diam-diam, ia mulai melajukan kursi rodanya perlahan ke arah Kania.Roda kursi roda berdecit pelan di atas kayu dermaga. Kania yang sedang menunduk tak menyadari. Beberapa meter lagi

  • Istana Yang Ternoda   Obrolan

    Bu Ria duduk di atas kursi rodanya, menatap tajam ke arah luar kamar.Tawa nyaring dan hangat dari ruang tengah membuat hatinya semakin membara.Tangannya yang perlahan sudah bisa digerakkan, ia kepalkan kuat-kuat."Tertawalah kalian sekarang… tapi suatu saat, aku akan membalas semuanya!" gumamnya penuh dendam.Keesokan paginya, Tante Vita datang seperti biasa, membawakan bubur hangat. Dengan sabar, ia menyuapi Bu Ria.Tapi Bu Ria yang licik justru berpura-pura masih lumpuh dan tak berdaya, malah menyemburkan makanan yang baru saja masuk ke mulutnya. Bahkan ia mengulanginya dua kali, membuat bubur tercecer ke baju Tante Vita.Tante Vita hanya menarik napas panjang, menahan kesedihan dan lelah.“Ibu Ria, tolong, ini demi kesehatan Ibu .…”Tapi Bu Ria hanya melirik tajam, tak menggubris sedikit pun.Dari pintu, Risa dan Rosa mengintip dan melihat kejadian itu. Keduanya langsung saling pandang dengan tatapan penuh curiga.“Kak Rosa … aku curiga, jangan-jangan Bu Ria ini sudah sembuh!” b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status