Brian masih tersenyum cerah hingga mereka masuk ke dalam mobil.
"Gila sih, gokil banget! Kamu luar biasaaa..." ucap Lalita sambil tepuk tangan.
Lita tidak menyangka akting Brian masih sebagus dulu.
Brian menoleh ke Lalita dengan mata yang sudah menyipit, "Jangan ngejek!"
Pria itu kemudian memasangkan sabuk pengaman pada Lalita.
Bibir Lalita pun mengukir senyum tanpa ia sadari.
"Kita mau kemana sih? Gak mungkin dong kita pergi ngedate?" tanya Lalita heran.
Saat mesin mobil sudah menyala, Brian menjawab dengan santai, "Ke rumah orang tua aku."
"Whaaattt?!"
Tunggu... tunggu... tunggu...
Lalita belum siap bertemu om Deri dan tante Sabrina, ia merasa perlu latihan tanya jawab lebih dulu dengan Brian sebelum bertemu dengan mereka berdua.
"Briaann, no! No! No! Aku belum siaaappppppp, aku harus ngomong apa ke om dan tante?"
"Jawab aja apa yang mereka tanyain, Lit."
Brian ter
"Papaaa..."Lalita sangat frustasi. Tidak setuju di saat seperti ini sama dengan membuat Lalita malu. Mengapa sebelumnya dia setuju? Dan kenapa harus keberatan lagi di saat keluarga Brian datang untuk melamar?"Seharusnya, restu sudah tidak menjadi masalah ya om," jawab Brian sembari tersenyum.Terasa jelas sekali bahwa senyum itu dipaksakan.Darren sudah mengepalkan tangan, ia benar-benar geram. Hanya saja, Deri mencegahnya dan mengisyaratkan agar Brian pasti bisa mengatasi masalahnya sendiri."Dan juga seharusnya kalau tidak setuju, disampaikan sebelum hari ini tiba. Kalau saya boleh tahu, apa pertimbangan om tidak merestui kami?"Lagi, Brian tersenyum."Baiklah kalau begitu. Om terima lamaran kamu, Brian. Lita, kamu bersedia kan menikah dengan Brian?" tanya Hadi.Diterima? Tadi tidak setuju, Lalita tambah bingung. Ini apa dia tidak salah dengar?"Y... Ya, aku mau nikah sama Brian pa."Helaan nafas lega terdenga
Mendengar pertanyaan itu, Yanti mulai berpikir apakah customer ini tidak menyadari bahwa dirinya tampan?Tentu saja calon istrinya akan menyukai penampilan dia sekarang. Lebih tepatnya, wanita mana yang tidak terpesona melihat penampilan Brian saat ini?Yanti mengangguk cepat dan dia mengeluarkan kedua jempolnya."Bu Lalita sudah pasti akan menyukai penampilan bapak sekarang..." puji Yanti.Lalita yang sudah selesai ganti pakaian, kini keluar dari ruangan."G... Gimana?" tanya Lalita malu-malu.Dress hitam selutut tanpa lengan itu sangat cocok untuk Lalita. Dress itu memang tidak memamerkan lekuk tubuhnya, namun mampu membuat jantung Brian berdetak tak karuan."Cocok... Kamu... cantik.""Benarkah?"Lalita yang tidak percaya itu berkaca pada cermin besar yang ada di sebelahnya. Rambut hitam panjang terurai itu ia pindahkan ke sisi kanan yang membuat leher mulusnya terlihat.Brian sendiri
Brian masih tersenyum cerah hingga mereka masuk ke dalam mobil."Gila sih, gokil banget! Kamu luar biasaaa..." ucap Lalita sambil tepuk tangan.Lita tidak menyangka akting Brian masih sebagus dulu.Brian menoleh ke Lalita dengan mata yang sudah menyipit, "Jangan ngejek!"Pria itu kemudian memasangkan sabuk pengaman pada Lalita.Bibir Lalita pun mengukir senyum tanpa ia sadari."Kita mau kemana sih? Gak mungkin dong kita pergi ngedate?" tanya Lalita heran.Saat mesin mobil sudah menyala, Brian menjawab dengan santai, "Ke rumah orang tua aku.""Whaaattt?!"Tunggu... tunggu... tunggu...Lalita belum siap bertemu om Deri dan tante Sabrina, ia merasa perlu latihan tanya jawab lebih dulu dengan Brian sebelum bertemu dengan mereka berdua."Briaann, no! No! No! Aku belum siaaappppppp, aku harus ngomong apa ke om dan tante?""Jawab aja apa yang mereka tanyain, Lit."Brian ter
"Ya." Brian mengangguk, "Semudah dan secepat itu.""Aku mau ngomong dulu sama papa!"Lalita yang tidak percaya itu berniat masuk ke ruang kerja Hadi. Namun, Brian langsung menghentikan langkahnya."Om Hadi bilang dia gak mau diganggu sampe jam makan malam nanti."***Lalita menyantap sop ayam hangat buatan bi Imah dengan lahap. Makanan memang selalu bisa menghapus rasa tegang Lalita.Di sisi lain, Wita, Citra dan Aldo mencium gelagat aneh dari Hadi yang tiba-tiba menyuruh mereka semua cepat pulang untuk makan malam bersama."Cepatlah selesaikan makan malammu," ucap Wita ketus. Ia tidak sabar dengan pengumuman apa yang akan Hadi berikan.Lalita hanya diam dan meneguk segelas air."Jadi pa, kenapa papa suruh kita pulang cepet? Dan ada Aldo juga."Kemudian, Wita menoleh ke arah Brian, secara tidak langsung meminta Hadi memperkenalkan Brian.Hadi hanya diam. Memandang Lalita lama, lalu bergantian melirik Aldo dan Brian."Paa..." Wita memegang tangan suaminya. Tak sabar menanti jawaban.H
"Kamu ngapain di sinii?" tanya Lalita yang masih terengah-engah usai berlari menuruni tangga."Izin buat nikah sama kamu ke om Hadi. Kan tadi aku udah bilang lewat chat."Oh, God! Brian gila! Lihat saja pakaian pria ini. Kemeja putih, celana hitam dan sepatu pantofel. Dia benar-benar serius akan melamar anak gadis orang."Gila ya?!" pekik Lalita, "kamu bener-bener gila sih.""Sssstttt... Jangan teriak-teriak ih."Lalita langsung memegangi mulut dengan kedua tangannya dan melirik sekitar.Kosong.Lalita pun langsung menepuk punggung Brian, "Kan gak harus hari ini banget Brian."Brian mendengus."Harus hari ini Litaaa. Kapan lagi om Hadi sendirian? Aku perlu ngomong sama om Hadi pas dia sendiri dulu. Nanti baru rame-ramenya.""Tapi...""Gak ada tapi, Lit. Percaya aja sama aku. Di mana om Hadi sekarang?""D... Di ruang kerja."Melihat Brian yang datang, Hadi pun mempersilahkan mereka berdua masuk. Dengan senyum kikuk itu, Lalita pun langsung mengutarakan niatnya sebelum Brian angkat bica
"Ini kontraknya, kamu beneran udah sehat?" tanya Brian sambil memberikan kontrak pada Lalita."Yeah, I'm good now."Lalita membaca kontraknya sambil meminum es kopi. Mereka memilih cafe area Senopati yang terletak tidak jauh dari lokasi meeting Brian.Lalita yang tengah membaca kontrak merasa terusik karena Brian terus menatapnya, "Why?""Ada yang aneh gitu dari penampilan aku?" Lalita mengambil ponsel dan menyalakan kamera untuk melihat wajahnya."Gak kenapa-kenapa," sahut Brian ringan. Sebelumnya, mereka berdua sudah mendiskusikan poin-poin apa saja yang akan dimasukkan ke dalam kontrak melalui whatsapp. Lalita seharusnya hanya perlu membaca dan review sekilas saja sebelum tanda tangan."Brian Wiguna akan membantu Lalita untuk mendapatkan hak waris atas perusahaan...""Lalita Ivana Adibyo akan melaksanakan kewajiban sebagai istri dan tidak ada hubungan badan...""Pernikahan akan berakhir dalam kurun waktu dua tahun...""Tidak akan mengganggu privasi masing-masing...""Apabila Lalita
"Enak. Aku ke kamar dulu. Jangan begadang, ya."Lalita tak pernah menolak apapun yang diberikan Aldo sebelumnya.Jadi, ia terpaksa meneguknya agar Aldo tak curiga.Ia berharap obat yang sudah diresepkan untuknya–manjur dan mengurangi efek racun ini.Namun begitu pintu kamar tertutup, tubuh Lalita ambruk di balik daun pintu.Ia menangis dalam diam karena sadar bahwa mereka sudah pasti akan menggunakan dalih pekerjaan untuk menghabiskan waktu bersama.Sungguh, dia menyesal tidak memperbaiki cctv apartemennya yang entah bagaimana bisa mendadak rusak.Seharusnya, dia curiga….Tapi, penyesalan tidak membawa hasil apapun.Dia harus menunggu waktu yang tepat.Jadi, Lalita pun memaksanya diri untuk meminum obat anti racun itu dan tertidur.Sayangnya, dini hari, Lalita merasa perutnya diremas-remas dari dalam. Belum lagi, kepalanya berdenyut kencang. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya."Arrghhh…." jeritnya.Apakah ini pengaruh racun? Mungkinkah dosisnya lebih besar dari perkiraan.Terd
“Aku kayaknya butuh waktu untuk mikir,” putus Lalita akhirnya.Untungnya, Brian mengangguk pelan “Pikirin baik-baik,” ucapnya lembut. “Sekarang kita ke psikiater dulu.”“Untuk apa?” protes Lalita.“Buat buktiin kamu waras. Kalau kamu mau Om Hadi percaya, kamu harus kasih bukti.”Saat Lalita mencoba mencerna, Brian sudah menekan nomor Hadi dan menyalakan loudspeaker, serta menyuruhnya diam.“Halo, Om.”“Ya Brian, gimana Lita?”“Aku udah ngomong sama Lita. Aku bawa dia periksa ya, Om. Nanti hasilnya aku kasih.”Dari seberang, Hadi tampak kesal. “Gak usah repot-repot, Brian. Biar Om aja. Om harus didik dia. Dia udah terlalu Om manja. Kali ini Om harus tegas. Sebentar lagi dia jadi istri orang. Kerja gak bisa, nabung gak bisa, sekarang malah sakit. Bisa-bisa calon suaminya kabur.”Lalita menahan isak tangisnya.Kata-kata ayahnya seperti tusukan pisau yang menghujam dadanya.Menyadari itu, Brian langsung merespons cepat, “Gapapa, Om. Aku sekalian ke rumah sakit, mau tebus obat Papa. Jadi s
“Sayang, kamu kayaknya terlalu capek kursus dan siapin pernikahan.”Bukan pelukan hangat, Hadi–sang ayah–malah memandang sinis Lalita yang baru saja menceritakan perselingkuhan Citra dan Aldo begitu kembali ke Jakarta.Padahal, ia baru saja lega karena dokter berhasil meresepkan obat untuknya.Ia berharap ayahnya dapat bertindak sesuatu, tetapi wajah pria kesayangan Lalita itu justru tampak tak percaya padanya?“Aku gak capek, Pa. Mereka–”“Kamu mau papa daftarin ke psikiater? Kita bareng perginya ya...”Deg!“PAPAA!!” seru Lalita seketika.Bagaimana bisa ayahnya berkata demikian? Sayangnya, suaranya yang lantang justru membuat Hadi tampak kesal. “Papa kayaknya terlalu manjain kamu, Lalita. Bisa-bisanya kamu teriak ke papa!”“Asal kamu tahu, Lalita. Saat kamu berleha-leha kursus dan jalan-jalan pakai uang papa, Citra dan Aldo sebagai project manager kerja keras bantuin papa cari klien! Kamu malah fitnah adik kamu selingkuh sama tunangan kamu? Mereka kerja, Lalita! Dan racun? Kamu terl