Share

Chapter 3

Kaylee berlalu menyambar tasnya yang teronggok di meja. Wajahnya dipenuhi kecemasan akan keadaan sang tunangan yang saat ini sedang kritis.

"Mau kemana kamu?" tanya seorang pria yang melihat wanita itu sudah bersiap-siap hendak pergi.

"T-tuan Smith!" ucapnya terkejut.

Pria yang menjadi bosnya itu menatapnya tajam. "Mau kemana? Ini masih jam kerja! Layani pelanggan diluar. Aku membayarmu untuk bekerja, bukan untuk bersantai di sini!" sinisnya dengan dingin.

"T-tuan aku mohon izinkan aku pulang. Ada hal penting yang harus aku urus!"

Kaylee mengiba dengan raut wajah sendu. Ia sudah memiliki feeling jika bosnya itu pasti tidak akan mengizinkan. Maka dari itu ia berniat untuk pulang tanpa izin, tapi Tuan Smith malah mengetahui tindakannya.

"Kamu pikir, ini club' milikmu! Kembali bekerja, jangan membuatku marah!"

Kaylee menghela napas berat. Bagaimana caranya ia bisa segera pergi ke Rumah sakit. Bayangan Axel tergolek lemah terus memenuhi pandangannya saat ini.

"Tuan, aku mohon sebentar saja! Aku berjanji akan segera kembali!" pinta Kaylee masih mengiba.

"Sudah kubilang tidak, ya' tidak! Diluar, tamu sangat banyak. Bagaimana bisa kamu mau pergi, sementara club' sedang ramai. Di mana otakmu!"

Bentakan itu terdengar menggema. Para pelayan lainnya nampak tidak peduli dan tak ingin ikut campur. Sudah menjadi hal umum jika Tuan Smith akan marah-marah seperti itu. Mengingat peraturan di club tempatnya bekerja sangat ketat.

Melirik benda yang melingkari pergelangan tangannya, Kaylee menjawab, "Maaf Tuan, untuk kali ini aku benar-benar harus pergi. Dengan atau tanpa izin Tuan Smith!"

Kaylee berlalu begitu saja membuat Tuan Smith terkejut. Pria itu tampak sangat marah karena ucapannya sudah di abaikan oleh Kaylee.

"Kaylee, berhenti! Sekali saja kamu keluar dari club' ini, kupastikan kamu akan menyesal."

Pria itu terus berteriak, namun Kaylee menulikan telinganya. Tak ada yang lebih penting baginya, selain keselamatan Axel, pria yang ia cintai.

******

Dengan langkah cepat, Kaylee berlari melalui lorong rumah sakit, hatinya penuh kegelisahan. Tujuannya agar segera sampai menuju kamar Axel, tunangannya, yang sedang berjuang melawan kanker darah yang mengancam nyawanya.

"Ya Tuhan, lindungi Axel!" lirih Kaylee terus mempercepat langkahnya.

Sedikit terhuyung dan hampir saja terjatuh, ia akhirnya sampai di depan kamar Axel di rawat. Menatap sendu di kaca, bagaimana para perawat dan Dokter itu begitu panik dan sibuk mengurus tunangannya.

Air mata kembali mengalir di pelupuk mata. Rasa sesak kian menggelayuti jiwanya. Perasaan takut kehilangan seketika hadir dalam dirinya. Tak henti-hentinya Kaylee berdoa untuk keselamatan pria yang ia cintai.

"Ya Tuhan tolong jangan buat Axel terus menderita seperti ini. Jika boleh meminta sesuatu, lebih aku yang ada di sana!"

Kaylee tergugu--menangis tak tega melihat kondisi Axel. Beberapa alat medis terpasang di tubuhnya. Sedangkan pria tampan dengan wajah teduh itu enggan membuka matanya.

Pintu terbuka, dengan langkah cepat, Kaylee menghampiri Dokter yang baru saja keluar dari kamar rawat Axel. Wajahnya penuh kecemasan.

"Dokter, bagaimana keadaan Axel? Apa semuanya baik-baik saja?" tanyanya tak sabar hingga air mata terus mengalir dari pelupuk matanya.

Dokter menatap Kaylee dengan serius. "Keadaannya sangat kritis. Operasi harus segera dilakukan hari ini juga, untuk menyelamatkan nyawanya!"

Kaylee terkejut mendengar jawaban Dokter tersebut. Tatapannya terpaku pada Dokter, kekhawatiran dan ketakutan melukis wajahnya cantiknya.

"T-tapi, bukankah operasinya akan dilakukan satu minggu lagi, Dok!" tanyanya Kaylee masih sangat syok.

Sebelumnya Dokter sudah mengatakan jika satu Minggu lagi adalah jadwal operasi Axel

Namun, keadaan Axel yang tiba-tiba memburuk, membuatnya harus segera dioperasi hari itu juga.

"Keadaan pasien tidak bisa lagi menunggu. Kalau tidak, nyawa yang akan menjadi taruhannya! Jika anda setuju, silakan urus administrasinya!" jawab Dokter itu berlalu meninggalkan Kaylee yang terpaku ditempatnya.

Tubuh wanita cantik itu luruh ke bawah. Ia memeluk lututnya sembari menenggelamkan kepalanya. Hatinya begitu sesak, ketika penderitaannya tak kunjung berakhir.

Ia beranjak dan kembali menatap Axel di kaca jendela. Pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu harus tergolek lemah di atas brankar karena penyakit yang menggerogoti tubuhnya.

"Biaya operasinya sebesar 500 juta!"

Kaylee memejamkan matanya ketika ucapan perawat kembali terngiang di telinganya. Ia pikir, ia masih mempunyai waktu satu Minggu untuk mencari biayanya. Tetapi, tiba-tiba saja Dokter mengatakan kalau operasinya harus segera di lakukan.

Bagaimana Kaylee bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam kurun waktu yang cepat? Ia dan Axel tidak memiliki orang tua karena keduanya hidup di panti asuhan sejak kecil. Tidak ada seorangpun yang Axel miliki, selain dirinya.

"Aku akan membayarmu! Kamu tinggal katakan berapa nominalnya!"

Ucapan Kenzo tadi di club' membuat Kaylee tersadar. Seketika harapan terpancar dari wajahnya.

"Tuan Kenzo, dia pasti bisa membantuku!"

Tiba-tiba Kaylee menghentikan langkahnya dan terlihat ragu. "Haruskah aku menjual kehormatanku? Tuan Kenzo pasti memintaku untuk tidur dengannya!"

Ia menundukkan kepalanya. Pilihannya begitu sangat sulit. Namun, keadaan yang terdesak memaksanya untuk berkorban lebih jauh.

"Aku tidak peduli jika jalannya harus seperti itu. Yang terpenting Axel bisa segera di operasi!"

Kaylee berlalu meninggalkan kamar rawat Axel. Ia berniat kembali ke club' tempatnya bekerja. Tidak memiliki pilihan lain, Kaylee berniat menerima tawaran Kenzo asal pria itu mau membayarnya.

Cukup lama di perjalanan, wanita yang memakai rok hitam dan kemeja putih itu segera masuk ke dalam.

"Semoga Tuan Kenzo masih di sini!"

Kaylee mengedarkan pandangannya mencari sosok pria tampan yang tadi menawarkan untuk tidur dengannya. Namun, sepanjang mata memandang, Kaylee tidak menemukannya.

Ia menghampiri temannya yang sibuk melayani pelanggannya. "Vi, apa Tuan Kenzo sudah pulang!"

Wanita yang memakai seragam seperti dirinya itu menoleh, "Dia baru saja masuk ke dalam kamar. Mungkin sedang istirahat!"

"Kamar nomor berapa?" desak Kaylee tak sabar hingga Vivi mengernyit heran.

"Tadi kulihat kamar nomor 5! Memangnya ada ap ....."

Belum sempat Vivi melanjutkan pertanyaannya, Kaylee sudah meninggalkannya dengan langkah tergesa-gesa.

Wanita itu menyusuri deretan pintu kamar tempat para pelanggan club yang ingin melakukan lebih dengan para wanita.

"Kamar nomor 5. Ya, ini kamarnya!" Kaylee menarik napasnya dalam-dalam dan segera mengetuk pintu.

Cukup lama menunggu, tak ada tanda-tanda pintu dibuka. Kaylee kembali mengetuknya namun, tetap saja pintu seolah enggan untuk dibuka.

"Ya Tuhan, kenapa Tuan Kenzo tidak membuka pintunya?"

Tak mau menunggu lama lagi, sekuat tenaga Kaylee mendorong pintu kamar dengan kasar hingga pintu yang tidak di kunci itu terbuka lebar.

"Tuan Kenzo!"

Seketika mata Kaylee terbelalak saat pemandangan di depannya membuat matanya ternodai. Ia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Apa yang kamu lakukan, hah?"

Bentakan Kenzo membuat Kaylee terlonjak. Dengan perlahan, ia menolehkan wajahnya kembali ke depan, menatap Kenzo yang saat ini sedang bertelanjang dada di atas ranjang, dengan seorang wanita di sebelahnya.

"Tuan, aku .... aku, aku mau ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status