Share

Istri Alim Sang Mafia
Istri Alim Sang Mafia
Author: Liliput

Bab 1 Malam Suci

Aina berkali-kali berteriak histeris di kamarnya. Suaranya sudah hampir habis. 

Tidak ada seorangpun yang merespon karena semua anggota keluarganya pergi ke pesta pernikahan saudara sepupunya; Lisa. 

"Tolonggg... tolooonggg..." Aina berteriak sekuat tenaga.

Dia tahu kalau suaranya tidak akan didengar oleh siapapun. Hujan deras dan petir sedari tadi menyambar tanpa henti. Ditambah lagi, jarak rumah dengan jalan utama sangatlah jauh. Tapi itu terus dia lakukan, dia berharap agar lelaki itu mau sadar atas apa yang akan dia lakukan pada Aina.

"Aina sayang... Diamlah.." Suara di balik pintu terdengar beringas.

"Jangan lakukan itu, Novan! Jangaann! Aku adalah adikmu, aku adalah saudaramu sendiri..." Aina tersedu-sedu mengatakannya.

Novan masih saja menggedor-gedor pintu dengan kuat. Engsel pintu sudah hampir terlepas. Getaran itu terasa hingga ke dinding sekitarnya.

Pintu jati berukuran tebal tak jadi halangan Novan untuk segera menikmati tubuh Aina yang sudah lama ia rindukan. Dan kesempatan langka seperti ini tidak akan disia-siakan olehnya.

"Ainaaa... ayo Sayang, buka pintunya..."

"Toloooonggg... tolooongg..." suara Aina makin parau. Entah sudah berapa lama ia main kejar-kejaran dengan Novan di rumah itu.

"Menyerahlah Aina, ayo buka pintumu untukku!"

Aina mencoba sekuat tenaga untuk menutup pintunya kuat-kuat, sayangnya kaki Novan sudah berhasil masuk ke dalam kamar, sehingga pintu kamar Aina sudah sedikit terbuka.

"Novan, demi Tuhan jangan lakukan ini. Aku sama seperti Elia, adik kandungmu...." Erang Aina dengan air mata yang berurai ke wajah ayunya.

"Kamu tahu Aina, aku sudah menyukaimu sejak lama. Sejak kita masih kecil..." Novan mengakui perasaan itu pada Aina, adik tirinya.

"Ayo, sekarang kamu mau lari kemana?" Melihat Aina tidak bisa kabur, Novan tampak semakin beringas dan bernafsu.

Dalam sekali pukulan, Novan berhasil mendobrak pintu kamar hingga akhirnya pintu terlepas dari kusennya.

Aina langsung lari menuju pojok kamarnya. Ia meringkuk ketakutan. Bulu kuduknya merinding. Dalam ketakutan ia memandang sekilas Novan yang sudah berubah bak serigala yang siap menerkam mangsanya.

"Bukalah kerudungmu Aina!" tangan Novan berhasil memegang dan mengusap kepala Aina.

Aina menghindarinya dan berusaha mengambil sesuatu di atas meja belajarnya. Satu demi satu benda ia raih dengan tangan kirinya.

Melihat Aina ketakutan, Novan hanya tertawa sinis. "Kamu tahu Aina? Kamu terlihat sangat cantik saat kamu ketakutan seperti ini. Jiwaku makin membara...."

"Pergi kamu Novan!" Aina melempar satu demi satu buku yang ia raih ke arah Novan. Ini adalah usaha terakhirnya untuk mempertahankan kehormatannya.

"Aina, Sayangku.... Dengarkan! Aku sangat menyayangimu, ayo bahagiakan aku malam ini sebagai laki-laki yang sangat menginginkan..."

Belum selesai Novan bicara panjang lebar, Aina meludahi Novan dengan perasaan jijik menguasai dirinya.

"Aina!!!" Novan naik pitam dan menjadi lebih membabi buta.

"Diam atau kau akan aku habisi malam ini!" Novan mendekati Aina dengan makin marah.

Tenaga Aina sudah hampir habis. Ia hanya bisa pasrah saat Novan akan membuka kerudungnya. Tetapi begitu Novan mendekatinya, Aina langsung memukulnya dengan lampu meja yang terletak tak jauh dari tangannya

PRAAKKKK!!

Novan meringis kesakitan sambil mengelus kepalanya. Pukulan itu cukup keras dan tiba-tiba. Lelaki itu kini mengaduh dan memegangi kepalanya yang berdarah.

"Ainaaaa, kamu tidak akan aku lepaskan!"

Aina yang ketakutan langsung keluar rumah. Ditatapnya langit yang masih berhiaskan gemuruh petir dan hujan yang deras. Dalam hati, Aina masih ragu-ragu apakah ia akan meneruskan rencananya untuk kabur dari rumah atau ia pasrah dijadikan mangsa oleh Novan.

"Ainaaaa... sini kamu!" sambil memegang kepala, Novan terus terhuyung berusaha berjalan untuk mengejarnya.

Aina tidak mempedulikan kondisi luar yang tengah hujan deras. Adanya petir dan hujan tidak membuatnya menyerah. Hanya satu keinginannya: selamat dari cengkraman Novan.

"Ainaaa!" Novan menyebut-nyebut namanya. Dia tak berani menyusul lebih jauh karena kepalanya semakin sakit.

"Aku harus pergi sejauh mungkin dari sini..." Gumam Aina sambil terus berjalan menembus hujan tanpa tujuan.

**

"Semua sudah siap?" Suara lelaki penuh kewibawaan bertanya pada bawahannya.

"Iya siap, Bos!" jawab anak buahnya.

Pria berkacamata hitam itu tersenyum tipis. Sesekali ia membuka ponselnya untuk melihat beberapa notifikasi.

"Ayo berangkat!"

Seketika gas mobil diinjak oleh sang supir. Mobilpun melaju di tengah guyuran hujan dan petir. Meskipun hujan dengan jalan yang menikung dan berkabut itu bukan halangan untuk mengemudi dengan kecepatan tinggi.

Lagi-lagi sambaran petir membuat semua nampak seolah malam adalah siang hari.

"Bos, bagaimana jika jalanan terhalang pohon tumbang lagi?" Sang supir nampak khawatir.

Apalagi jalanan yang berkabut membuat jarak pandangnya semakin terbatas.

"Tidak usah takut, lanjutkan saja." Respon bosnya nampak santai karena sudah hapal medan jalan di luar kepala. Bahkan dia sesumbar bisa menyetir dalam keadaan mata tertutup sekalipun.

"Baik.." Sopir itu mengangguk.

"Hati-hatilah di tikungan tajam itu!" Kata Bos yang saat hujan dan kabutpun masih bisa mendeteksi tikungan tajam.

Sedangkan supir masih tetap dalam kecepatan tinggi tanpa mendengar kalimat bosnya.

"Hei, sudah kubilang jangan terlalu cepat di dekat tikungan jalan itu!"

"Baik, Bos." Jawabnya. Tapi itu sudah terlambat.

"Awaasss!!!" Bosnya berteriak karena melihat 

Sedikit terlambat, namun sang supir menyadari ia hampir menabrak seseorang yang akan melintasi tikungan tajam.

BRUKK!

Seseorang tertabrak dan akhirnya jatuh.

"Johan! Lain kali dengarkan kataku..." Bos semakin marah karena kalimatnya tidak digubris. "Ah.. sialan kau Johan!"

Di tengah guyuran hujan deras, sang Bos membuka pintu dan melihat sosok yang terlentang di aspal. Seorang wanita yang memakai baju tergolek tak berdaya. Tanpa pikir panjang ia langsung menggendongnya masuk ke dalam mobil.

"Bos, kenapa dibawa masuk? Kenapa tidak dibiarkan saja, Bos?" Tanya Sopir yang kaget dengan perilaku bosnya.

"Sudahlah! Kasihan dia tergolek diguyur hujan begini. Cepat jalan!"

Lagi-lagi sang supir hanya bisa diam dan menyetujui semua perintah atasannya.

"Kita kembali ke rumah saja..." Sang Bos memutuskan untuk membatalkan rencananya dan kembali ke rumah. Padahal mobil sudah melaju selama tiga jam tadi. Rencananya berantakan tapi jiwa kemanusiaannya benar-benar tidak tega membiarkan perempuan itu terluka dan sendirian.

"Bagaimana keadaannya, Bos?" Tanya Sopir. "Apa dia masih hidup?"

"Sial.." Bos hanya menggerutu.

"Kenapa bos?" sang supir melirik ke belakang.

Perjalanan kembali pulang jauh lebih menegangkan daripada perjalanan ketika berangkat. Alam menjadi semakin ganas dan hujan benar-benar makin deras.

Johan tidak berani mengemudi dengan kecepatan tinggi lagi karena beberapa dahan sudah mulai tumbang ke jalan.

"Bos, ada pohon tumbang.. Bagaimana kalau kita pindahkan sebentar?"

Sebuah dahan pohon jati besar tergeletak di atas jalanan aspal. Lebih dari setengah jalan tertutup oleh dahan tersebut. Keduanya harus rela berbasah-basahan untuk memindahkannya.

"Kenapa dia tiba-tiba ambruk beginiii.." Si Bos kembali menggerutu karena melihat perempuan tadi tergeletak dan tidak lagi dalam posisi duduk.

"Pindahkan saja duduknya, Bos..." kata Johan sambil mulai menjalankan mobilnya. "Coba, itu... anu Bos, peluk saja dia biar tidak oleng lagi. Dia masih pingsan."

Dengan ragu-ragu, tangan kekar itu memeluknya dan menjaga agar posisi tubuhnya stabil.

"Bertahanlah.. kamu pasti kuat!" Berkali-kali sang Bos mengucapkan kalimat itu di dekat telinganya.

Saat di tengah perjalanan, tiba-tiba ban mobil depan meledak. Mobil yang mereka tumpangi terseok di tengah jalanan. Johan berhenti untuk mengecek. 

"Bos, ban mobil meledak... Kita harus menggantinya..." Ucapnya sambil menahan pedihnya air hujan yang menimpa matanya.

Keduanya mengalami kesulitan untuk mengambil ban serep di bawah mobil. "Bos, cepat lepaskan ban lama..."

Akhirnya ban terpasang lagi.

Saat mereka hendak melanjutkan perjalanan lagi, Bos terkejut karena mendapati denyut nadi perempuan itu semakin melemah. Dia khawatir kalau-kalau korban tabraknya ini meregang nyawa di dalam mobil.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status