Share

4. Pelakor Viral

Pasca insiden semalam, hari ini Denita memutuskan untuk berangkat kerja lebih awal daripada biasanya, sebab dia tidak mau berpapasan dengan yang dinamakan keluarga. Selain itu, sebagai seorang sekertaris, dia juga masih harus menyortir beberapa pekerjaan yang akan dipindahtangankan kepada CEO baru perusahaan tempatnya bekerja.

Sambil berjalan menuju mobil CRV putih miliknya, Denita terus mencoba menghubungi Angga. Tapi lagi-lagi, dia hanya dibalas oleh operator yang mengatakan bahwa sang pemilik ponsel sedang sibuk.

"Dia kemana aja sih?" dumel Denita.

Hatinya mulai terasa pengap karena firasat tak nyaman yang kembali merajai hatinya. Dia tidak percaya kalau Angga sama sekali tidak melihat belasan panggilan darinya sejak semalam.

"Sesibuk itukah?" tanya Denita lagi pada diri sendiri.

Bukannya dia tidak ingin mengerti akan kesibukan Angga yang sedang merintis perusahaan startup-nya sendiri. Hanya saja, beberapa waktu belakangan ini, Denita memang mulai merasa ada sesuatu yang berubah dalam hubungan mereka. Akan tetapi, dia tidak tahu apa itu.

Karena dia harus berangkat kerja, Denita hanya mengambil foto selfie untuk memperlihatkan dahinya yang ditempel perban sambil tidak lupa menuliskan rentetan pesan pengaduan. Setelah itu, ponselnya diletakkan begitu saja di atas dashboard mobil.

Baru saja Denita selesai menstarter mobilnya, dering pada ponselnya berbunyi nyaring. Denita yang berpikir bahwa telepon itu dari Angga langsung dibuat kecewa tatkala melihat justru nama Dimas yang terpampang pada layar.

"Halo!" sapa Denita.

"Nit, nanti jam 8 kamu tunggu Dominic di lobi, ya. Sekalian kasih tahu dia apa saja jadwalnya hari ini," beritahu Dimas dari seberang.

"Oke!" jawab Denita dengan nada datar.

"Satu lagi, kamu harus tahu kalau Dominic tidak suka bertele-tele. Langsung sat set sat set aja!" beritahu Dimas sekali lagi.

"Aku mengerti," jawab Denita dengan nada datar seperti sebelumnya.

"Oke kalau begitu!"

Sambungan telepon lantas terputus begitu saja. Setelah menatap lekat pada layar ponsel yang perlahan kembali menghitam, Denita menghela nafas pelan sebelum kemudian mulai menjalankan mobilnya menuju perusahaan Sagara Group.

* * *

"Psst, itu dia pelakor yang lagi viral itu ya?"

"Kayaknya sih, iya!"

"Pasti dia. Wajahnya sama persis dengan yang ada di foto.

Alis Denita terangkat tinggi ketika mendengar isi gosip para karyawan yang sedang berlalu-lalang di lobi perusahaan saat ini. Namun, yang Denita tidak mengerti, kenapa mereka membicarakan mengenai pelakor, tapi malah menatap sambil menunjuk ke arahnya? Gosip apa yang telah dia lewatkan pagi ini?

Namun, karena dia tidak memiliki waktu lebih untuk bergosip, Denita terus menyeret langkahnya menuju lift VIP yang akan membawanya menuju lantai tertinggi perusahaan. Dia hanya memiliki waktu satu jam untuk mengecek kembali agenda penting yang harus dilakukan bos barunya hari ini.

Setibanya Denita di meja kerjanya yang tepat berada di depan pintu ruangan sang bos, sebuah amplop coklat yang tampak misterius sudah tergeletak rapi di atas mejanya.

'Untuk Denita'

Adalah tulisan yang tertera di sampulnya. Denita lantas membolak-balik amplop itu dengan dahi berkerut samar. Karena dia tidak menemukan penjelasan lain tentang si pengirim, Denita segera membuka amplop yang memang ditujukan untuk dirinya itu.

Alhasil, alis Denita seketika menukik tajam saat melihat isi amplop yang berupa kumpulan fotonya bersama Angga kemarin. Mulai dari ketika dia dan Angga memasuki apartemen yang sama, hingga mereka kemudian berpisah.

Tetapi, bukannya panik melihat foto-foto kebersamaannya dengan suami orang itu, Denita justru terkekeh pelan.

"Jadi ini yang orang-orang bicarakan!" gumamnya pada diri sendiri.

Dengan acuh tak acuh, Denita memasukkan begitu saja foto-foto itu kembali ke dalam amplop, lalu menyelipkannya ke dalam tas secara sembarangan. Di detik berikutnya, dia sudah mulai tenggelam dalam pekerjaan yang sedang dia tekuni.

Menit demi menit perlahan berlalu. Denita baru saja akan beranjak dari kursinya ketika dia mendengar denting suara lift yang terdengar berhenti di lantai 30 ini.

Setelah itu, suara ketukan high heels yang beradu terburu-buru dengan lantai membuat Denita kembali mendudukkan diri pada kursinya. Dia menunggu sumber keributan muncul di hadapannya.

"Nit! Kamu ... tau ... gak?!"

Sosok wanita cantik berambut pendek itu menggebrak mejanya, dan langsung bertanya padanya di sela nafas yang masih memburu.

Denita hanya terdiam tanpa menimpali. Dia terus menunggu wanita yang tak lain adalah sahabatnya itu, Widia Wiranata Kusuma menormalkan nafasnya yang tersengal-sengal terlebih dahulu.

"Kamu viral di burung biru!"

Widia setengah menjerit saat menyampaikan informasi ini. Sedangkan Denita hanya mengangkat alis tinggi saat mendengarnya.

"Salsa bikin utas panjang tentang kamu yang jadi selingkuhan suaminya!" jelas Widia menggebu-gebu. Akan tetapi, Denita sama sekali tidak terkejut.

"Baguslah!" balasnya santai yang membuat bola mata Widia hampir copot dari rongga matanya.

"Baguslah?!" ulang Widia memastikan pendengarannya tidak bermasalah.

Dia menatap Denita dengan penuh tanda tanya. Barulah saat itu dia menyadari seonggok kain kasa putih nangkring di dahi sahabatnya itu.

"Dahi kamu kenapa?" tanya Widia hampir menjerit histeris.

"Habis nabrak tiang listrik. Terlalu fokus main hape!" jawab Denita tidak serius.

Widia akan menjadi bodoh jika mempercayai jawaban mengada-ada ini. Kalau mengingat utas panjang nan kontroversial itu, lalu mengaitkannya dengan kain kasa putih di dahi Denita, Widia segera dapat menebaknya. Hanya helaan nafas ringan yang kemudian keluar dari hidungnya sebagai bentuk simpati pada sahabatnya ini.

Akan tetapi, melihat Denita yang tampak tidak tertarik dengan permasalahan ini, dia juga bisa apa selain ikut mengabaikannya? Lebih baik dia membahas topik yang menjadi favoritnya.

"Eh, katanya Mr. Edward bakal digantiin anaknya, ya?" tanya Widia mengangkat topik baru.

"Hmm," jawab Denita singkat.

"Gimana? Kamu pernah liat anaknya Mr. Edward yang katanya ganteng itu, gak?" Widia menaik-turunkan alisnya menggoda.

Denita memutar matanya melihat cengiran lebar Widia. Otak sahabatnya ini telah lama terkontaminasi roman picisan tentang CEO muda kaya raya jatuh cinta pada upik abu sejak pandangan pertama. Tapi Denita tetap menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Ganteng?!" Widia menjerit histeris saat melihat kepala Denita yang mengangguk ringan.

"Yaaa, barangkali sesuailah sama bayangan kamu," ucap Denita membuat Widia semakin girang.

Widia menangkupkan tangannya di depan dada sambil menerawang bodoh dengan senyum lebar menghiasi wajahnya seperti orang gila. Denita tidak tahu apa yang sedang dikhayalkan sahabatnya ini. Dia hanya menggelengkan kepala pelan tak habis pikir.

"By the way, ini sudah jam 8. Aku harus nunggu bos baru di lobi!" ujar Denita seraya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Yuk turun! Aku juga ada meeting sekarang!" ajak Widia dengan bibir yang dimajukan beberapa senti. Terlihat tampak enggan.

Denita lalu mendengus samar sembari beranjak dari kursinya. "Jadi kamu repot-repot banget naik ke sini cuma untuk informasi tidak penting ini?" tanya Denita sambil menggelengkan kepala tak habis pikir.

Widia mengendikkan bahu dengan acuh tak acuh. "Orang-orang udah mulai heboh tuh di bawah. Aku pikir kamu bakal jadi satu-satunya orang yang gak tahu!" ujar Widia.

" ... "

Denita terdiam. Jika saja dia tidak menemukan amplop coklat berisi foto mesranya dengan Angga, mungkin saat ini dia masih menjadi satu-satunya orang yang tidak mengetahui gosip tentang dirinya sendiri yang sedang viral di perusahaan. Tapi Widia tidak perlu tahu tentang ini.

"Ngomong-ngomong~"

Alis Denita terangkat tinggi tatkala mendengar nada panjang yang menggantung, dan melihat sorot mata genit penuh maksud yang diarahkan Widia padanya.

"Nit, fotoin bos baru dong. Mau lihat~" rengek Widia sambil merangkul salah satu lengan Denita ketika mereka sedang berdua saja di dalam lift yang hendak turun.

"Ogah!" tolak Denita dengan tegas.

"Ayolah~" pinta Widia tak kenal menyerah.

"No way!"

Bibir Widia seketika maju beberapa senti. "Gak asik!" dumelnya sambil menghempas lengan Denita, lalu keluar begitu saja dari dalam kotak besi yang berhenti di lantai lima belas. Tempat dimana ruangan divisi pemasaran berada.

Denita hanya mengendikkan bahu masa bodoh. Dia tidak mau ambil pusing dengan reaksi merajuk yang dibuat-buat oleh sahabatnya itu.

Beberapa menit berikutnya, kotak besi yang membawa Denita ke lantai dasar akhirnya berhenti. Dengan langkah-langkah konstan, dia kemudian berjalan membelah lobi yang terlihat agak ramai pagi ini. Dipikirnya, para karyawan ini mungkin ingin melihat seperti apa penampakan bos baru mereka.

Begitu khusyuknya Denita berjalan, tiba-tiba ...

Byuuuurr,

"Dasar pelakor tak tahu malu!"

Langkah Denita seketika berhenti ketika sisi kanan tubuhnya dihantam oleh sisa air pel dalam ember.

" ... "

Suasana lobi seketika jatuh dalam kesunyian sesaat. Tapi setelahnya, beberapa karyawan muda langsung mulai memvideokan dirinya. Mereka tampak sedang berlomba-lomba membuat Denita semakin viral.

Dengan gerakan slow motion, Denita lantas mengalihkan perhatiannya pada sosok yang baru saja menyiram dirinya dengan air kotor.

"Inilah yang pantas didapatkan oleh pelakor seperti kamu!" desis orang itu dari balik giginya yang terkatup rapat.

* * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status