Share

72. Rumah

Penulis: Hara Kiew
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-03 23:42:19

Dapur baru saja kembali bersih setelah berantakan akibat perang tepung antara Ardian dan Alda. Aksa dan Ardian yang sejak tadi membereskan kekacauan kini duduk senyap.

Saat Ardian mencuci wadah terakhir bekas adonan brownies dan bersiap pergi, Aksa akhirnya bersuara.

“Lo ketemu Alda pertama kali di mana?”

“Rumah sakit.” Ardian menjawab malas, nadanya masih ketus.

“Kalian kok bisa nikah?” tanya Aksa lagi.

“Udah jodohnya,” sahut Ardian singkat.

Aksa memutar bola mata. “Gue ketemu sama Alda pertama kali di pasar malam,” ungkapnya.

“Nggak nanya!”

“Soal Anna--”

Ardian menoleh. Tatapannya masih setajam tadi. “Gue yakin dia masih hidup.”

Aksa menghela panjang. Bincang-bincang itu akhirnya ia hentikan sampai di sana. Padahal, ada hal penting tentang Anna yang harus ia diskusikan. Tapi ego-lah yang jadi tembok paling tinggi di antara mereka berdua.

🍃

Ardian masuk ke kamar dengan langkah lunglai. Pandangannya kosong dan napasnya terdengar berat. Di atas ranjang, Alda terlihat ber
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    76. Speechless

    “Bagaimana menurut Kakak soal permintaan ayah?” Ardian menghela. “Sebenarnya, aku lebih senang kerja di resto.” Ia tatap Alda yang balas menatapnya. “Gimana pendapat kamu?” Alda tersenyum. Mengusap lembut rambut Ardian. “Dalam hal ini, semua keputusan ada di tangan Kakak. Apapun itu aku pasti dukung.” “Starry Land butuh Kakak. Kalau Kakak mutusin buat kembali ke perusahaan maka itu pilihan yang bagus. Tapi, kalau Kakak milih tetap bertahan di resto, itu juga bukan pilihan yang buruk. Jadi, apapun keputusannya, aku yakin Kakak pasti udah pertimbangin semuanya dengan baik.” “Yaudah lah, nanti aku pikir-pikir lagi,” ujar Ardian akhirnya. Alda menghela. Ia beralih ke topik lain. “Ngomong-ngomong, Meira tadi kirim pesan. Katanya dia mau bawa kasus Mr. X ke pengadilan. Aku udah bilang kalo sebenarnya nggak perlu sampai segitunya karena kita juga nggak punya banyak uang untuk sewa pengacara. Tapi ternyata dia udah siapin semuanya. Mungkin lusa kita disuruh datang untuk kasih ketera

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    75. Rencana senyap

    “Aksa mau minta izin buat nikah.” Mata Ardian membola. Pikirannya sudah ke mana-mana. Terlebih mengingat Aksa begitu terobsesi kepada istrinya. "Jangan macam-macam--" Namun, sebelum kalimatnya rampung, Aksa yang langsung paham isi kepala pemuda itu lebih dulu menyela. "Dengerin dulu sampai gue selesai ngomong, jangan langsung lo potong." "Hus, kalian berdua ini kenapa sih? Nggak bisa banget akur dikit!" Teguran langsung dari Erlin membuat Ardian yang hendak adu bacot spontan tutup mulut. Tapi tangannya sejak tadi masih memeluk bahu Alda posesif. "Siapa?" Akhirnya Erfan buka suara. Ia tatap putra sulungnya yang balas menatapnya. "Nada, Yah." Aksa menyahut. "Dia seorang dokter yang bekerja secara sukarela merawat korban gempa di Bogor." "Dadakan? Kapan kalian kenalan?" Ardian kembali menginterogasi. Matanya memicing curiga. "Sekitar dua bulan lalu," sahut Aksa tenang. Tapi, Ardian masih saja curiga. "Kesambet apa lo sampai tiba-tiba mau nikahin Nada?" Alda menyenggol l

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    74. Dadakan

    “Saya senang sekali akhirnya semua klien penting Starry Land beralih ke Arthatama Company. Ternyata isu itu sangat membantu.” Seorang pria paru baya tampak mengangkat gelasnya yang berisi alkohol. “Mari kita bersulam.” Lalu seorang pria yang terlihat lebih tua darinya ikut mengangkat gelasnya. Mereka benar-benar bersulam untuk prestasi besar ini. Bahkan hingar bingar di club malam itu bersatu dengan tawa mereka. “Anda memang hebat, Mr. Hans. Saya tidak menyangka Starry Land akan hancur hanya dengan sekali petik jari. Kemarin saya dapat berita, rupanya Starry Land rugi puluhan milyar.” “Ah, Anda juga hebat, Pak Vito. Saya sangat senang dengan keberhasilan Citramaya Media yang mampu meyakinkan khalayak untuk menyerang keluarga Adiwijaya. Sesuai janji, saya akan mengalokasikan dana untuk perusahaan Anda.” Hans Arthatama merupakan Direktur Arthatama Company, pria paruh baya itu tersenyum lebar. “Saya pun sangat puas dengan kekacauan yang disebarkan putra Anda. Saya akui, Ridwan sangat

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    73. Terkuak

    Alda menyandarkan tubuh di pembatas balkon, membiarkan angin malam menyapu rambutnya yang tergerai. Saat ini, ia dan Ardian masih tinggal di kediaman keluarga Adiwijaya.Gadis itu menengadah, menatap langit yang kian pekat. Cahaya bulan tampak sayup, nyaris tenggelam di balik awan. Ia mengusap kedua tangannya, mencoba mengusir dingin yang perlahan merayap ke kulit.Malam ini terasa lebih dingin dari biasanya. Namun pikirannya yang kacau justru membuatnya betah berlama-lama di sini.Ia menghela napas panjang. Perlahan, pikiran tentang Aksa kembali menyusup tanpa diundang. Bukan karena ia mulai goyah. Bukan pula karena hatinya berpaling. Tapi justru karena sikap pemuda itu dan obsesinya yang tak wajar.Alda tak bisa membohongi dirinya sendiri. Apa yang ditunjukkan Aksa selama ini membuatnya resah. Terlebih, ada kemungkinan besar pemuda itu punya keterkaitan dengan teror-teror yang menimpa dirinya dan sang suami selama ini. “Alda!” Alda menoleh. Aksa saat ini tengah berlari-lari kecil k

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    72. Rumah

    Dapur baru saja kembali bersih setelah berantakan akibat perang tepung antara Ardian dan Alda. Aksa dan Ardian yang sejak tadi membereskan kekacauan kini duduk senyap.Saat Ardian mencuci wadah terakhir bekas adonan brownies dan bersiap pergi, Aksa akhirnya bersuara.“Lo ketemu Alda pertama kali di mana?”“Rumah sakit.” Ardian menjawab malas, nadanya masih ketus. “Kalian kok bisa nikah?” tanya Aksa lagi. “Udah jodohnya,” sahut Ardian singkat. Aksa memutar bola mata. “Gue ketemu sama Alda pertama kali di pasar malam,” ungkapnya. “Nggak nanya!” “Soal Anna--” Ardian menoleh. Tatapannya masih setajam tadi. “Gue yakin dia masih hidup.” Aksa menghela panjang. Bincang-bincang itu akhirnya ia hentikan sampai di sana. Padahal, ada hal penting tentang Anna yang harus ia diskusikan. Tapi ego-lah yang jadi tembok paling tinggi di antara mereka berdua.🍃Ardian masuk ke kamar dengan langkah lunglai. Pandangannya kosong dan napasnya terdengar berat. Di atas ranjang, Alda terlihat ber

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    71. Brownies

    Alda meregangkan tubuhnya sambil menguap kecil. Tugas kuliahnya baru selesai. Sementara itu, Ardian duduk bersandar di sofa, jari-jarinya sibuk menggulir layar ponsel.“Kakak kan pintar masak, nih. Bisa bikin kue juga," katanya membuka obrolan. "Mau dong diajarin bikin brownies.”Ardian mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. “Ini masih di rumah ayah bunda, sayang. Nanti aja pas di rumah kita sendiri.” Alda mencibir. “Emang kenapa? Kakak takut aku berantakin dapur?” Ardian gelagapan. Mau bilang tidak tapi itu fakta. Mau bilang iya, takut si ibu negara mengamuk. “Nggak gitu, sayang." Ardian menarik napas panjang. Tatapan Alda berubah tajam. "Yaudah deh, ayo aku ajarin," ujarnya begitu pasrah. Ardian sudah keluar dari kamar bersama Alda yang mengekorinya dari belakang. Sepertinya acara membuat brownies-nya sebentar lagi akan dimulai. “Bahannya apa aja? Biar aku yang ambil.” Begitu tanya Alda saat mereka sudah tiba di dapur. “Margarin.” Alda mengangguk lalu mencari ba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status