Home / Rumah Tangga / Istri Baru Mantan Suamiku / Bab 6 Haruskah Aku Membohongi Istriku

Share

Bab 6 Haruskah Aku Membohongi Istriku

Author: RaySya
last update Last Updated: 2024-07-15 17:00:32

"Hah, nggak boleh sama istrimu? ya pasti lah, wong istrimu kan pelit" kata Murti.

Hmmm, aku menarik nafas panjang.

"Kalau nggak nekad ya miskin aja terus, dan kapan kamu mau nikahin aku mas?" tambahnya seraya merajuk. Aduh keder sekali aku kalau ditanyain topik ini, apalagi ini pagi-pagi, bisa rusak mood seharian.

"Nggak tahu sayang " aku menunduk. Sebisa mungkin aku menghindari pertengkaran dengan Murti. Kalau topik ini diangkat, pasti ujung-ujungnya berantem.

"Yaelah, kamu emang nggak beneran cinta kan sama aku?" lagi-lagi ke sini, bingung. Sebenernya aku sayang sama Murti, walaupun sebenarnya Murti tak secantik Rumaysa, tapi Murti wanita yang mandiri, penghasilannya besar, lebih besar dari aku.

Sedangkan istriku hanya menggantungkan diri dari nafkah pemberianku. Pertimbanganku selama ini adalah Rumaysa istri yang shalihah, keluarga dari keluarga pesantren. Dia bisa mengurus rumah, keuangan, dan anak-anak. Aku tidak bisa melepasnya begitu saja. Pasti nanti banyak yang mengejarnya kalau dia jadi janda. Aku nggak terima kalau itu terjadi.

"Nanti sayang, ada waktunya aku nikahin kamu" janjiku pada Murti. Bahkan aku sendiri tak tahu bisa menepatinya atau tidak.

"Beneran mas?" ia mulai mendekat dan bergelayut manja padaku.

"Iya, sayang." Syukurlah. Aku tak harus mengurus dua wanita yang ngambek padaku.

***

"Pak ini kopinya." Wawan masuk dengan membawa nampan berisi kopi hitam yang panas.

"Taruh aja Wan. Terima kasih. Pak Aji sama Pak Gino ke sini nggak Wan?" tanyaku.

Ia meletakkan kopi di atas mejaku dan duduk di kursi depan.

"Enggak, Pak. Kayaknya langsung ke proyek." Aku pun sebenernya harus ke proyek membetulkan dinding yang dikomplain. Tapi rasanya malas sekali. Lebih baik aku bersantai dulu di kantor.

"Pak Bayu kok terlihat lesu banget nih?" tanya Wawan.

"Lagi pusing Wan" jawabku asal. Ia malah terkekeh.

"Makannya punya istri satu aja pak. Dua cewek emang enak, tapi pusingnya dobel hehehe"

Aku hanya tersenyum mendengar penuturan Wawan. Tak bisa memungkiri hal itu memang benar.

"Ah kamu bisa aja, Wan. Enak tau, yang nyervis dobel." Aku jadi teringat sama Rumaysa. Sudah berhari-hari ia tak pernah ku sentuh. Beberapa hari ini aku lebih banyak menghabiskan waktu di hotel sama Murti. Tumben yah Rum nggak pernah merayuku lagi, padahal kalau aku sibuk dia yang biasanya ngajakin aku duluan.

"Bapak abis ini mau ngerjain proyek di mana?" tanya Wawan.

"Belum tahu, Wan. Kata pak Darmo aku mau dikasih proyek gedung dinas."

"Lho memangnya Pak Bayu belum tahu? Proyek gedung dinas kan dikasih ke Pak Gino. Kalau proyek masjid dikasih ke pak aji. Sudah 3 harian ini, Pak." Kata Wawan ragu-ragu, takut ia salah ngomong.

"Apa? kamu nggak salah ngomong Wan? Masjid sama gedung dinas jadi dipegang sama mereka?"

Aku tak bisa menyembunyikan keterkejutan ku. Aku tak menyangka Pak Darmo ngasih proyek itu ke mereka, pasalnya dulu Pak Darmo bilang mau ngasih proyek dinas ke aku. Wah ini mulai nggak adil nih Pak Darmo. Bukannya ngasih aku proyek malah disuruh benerin gedung gratisan, walaupun memang itu salahku sendiri memakai cat oplosan.

Tanganku mengepal, gigiku mengatup, ku gebrak meja di depanku. Aku diremehkan disini. Sialan!

***

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Masuk Bayu."

Aku menemui Pak Darmo di toko bangunan. Ia sedang mengarahkan pegawai untuk mengantar beberapa bahan bangunan dengan mobil pick up.

"Begini pak, saya mau bicara sebentar." Aku mengawali pembicaraan dengan wajah yang serius. Ia langsung fokus padaku.

"Saya denger kalau proyek dinas dipegang Pak Gino. Apa betul? Bapak kan dulu sudah berjanji mau memberikan proyek itu ke saya."

Ia menarik nafas panjang. Sepertinya ada yang perlu dipertimbangkan. "Bayu, sebenarnya proyek itu memang mau bapak kasih ke kamu. Tapi pihak dinas memajukan tanggal proyeknya, sedangkan kamu itu sedang memperbaiki proyek kamu yang sebelumnya."

"Tapi, pak." Pak Darmo terlihat belum selesai dengan penjelasannya tapi segera aku sela, janji adalah janji. "Kenapa bapak malah nyuruh saya ngerjain pekerjaan lain pak bukannya ngasih gedung dinas itu?" Tanyaku dengan nada tinggi. Aku sudah menahan emosi sejak tadi.

Kini ia malah menarik nafas dengan kasar. "Bayu, begini, saya sebenarnya nggak mau mengatakan ini. Tapi karena kamu yang datang ke saya sekarang, saya harus ngomong ini biar kamu belajar.

Banyak sekali klien kita yang komplain kalau gedung yang kamu pegang itu selalu bermasalah. Cuma selama ini saya nggak pernah ngomong sama kamu, selama ini Aji yang benerin. Tapi kesalahan terus-terusan ada. Sepertinya kamu memang nggak belajar. Dan proyek terakhir itu memang harusnya kamu yang bertanggung jawab."

Aku terdiam, aku tak terima disalah-salahkan begini. "Tetap saja pak, bapak tuh sudah janji."

"Begini saja Bayu, kamu selesaikan dulu proyek yang sebelumnya, nanti kalau ada proyek baru langsung saya kasih ke kamu. Tapi dengan perjanjian kalau ada proyek kamu harus konsultasikan dulu ke Aji."

Aji? mentang-mentang dia itu anaknya aku juga harus tunduk ke Aji? Cih! aku tak Sudi.

Aji itu anak kemarin sore. Harusnya dia yang konsultasi ke aku. Amarahku memuncak sampai ke ubun-ubun, rasanya seluruh tubuhku jadi panas.

"Yasudah pak kalau begitu. Saya mau coba berjalan sendiri, mencari proyek sendiri. Yasudah pak, saya pulang dulu." Dengan kesal aku berbalik badan dan meninggalkan Pak Darmo yang mungkin kaget dengan keputusanku.

****

"Rum anak-anak mana? Ku lihat istriku sedang menonton televisi sendiri di depan. Tak ku dengar suara anak-anak. Rumaysa tak tahu kalau aku sudah keluar kerja, aku berencana tak memberitahunya.

Tapi aku memang butuh surat tanah itu, tak ada jalan lain aku harus bisa berdiri sendiri, mencari proyek sendiri.

"Sudah tidur, mas. Mereka capek tadi abis main di rumah Fadil."

Aku langsung menuju kamar. Biasanya istriku menyimpan barang berharganya di lemari kamar. Beberapa baju terlihat rapi. Aku angkat tumpukan baju itu tapi nihil, tak ada apapun. Semua bersih.

Mataku langsung tertuju pada laci di bagian bawah.

Krieeet, suara laci dibuka. Aku melihat beberapa surat penting di sana. Surat nikah, akta lahir anak-anak, dan oh iya ini ada surat tanah. Mataku berbinar.

"Pak?"

Aku terjengkang ke belakang. Istriku sudah berdiri di belakangku dengan pandangan curiga.

"Nyari apa, Pak?"

"Eh, anu kita punya foto kopian KTP nggak yah Bu?" kataku terbata-bata. Sungguh aku tak menyiapkan jawaban apapun.

"Ada, mau buat apa? nanti aku cariin."

"Eee.. nggak tahu Pak Darmo yang minta. Yasudah cariin ya, Bu."

Ku ayunkan kaki segera keluar dari kamar. Entah kenapa istriku seperti selalu tahu apa niatku. Yasudah lebih baik ku ambil besok, menunggu kalau Rum sedang ke pasar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 25 Zeno Tidak Mau Bertemu Ayah

    Murti merasa sakit hati Bayu berteriak padanya. Padahal, selama ini Bayu selalu baik, tak pernah membentaknya. Beberapa pekerja dan orang-orang di warung memberinya tatapan sinis. Matanya mulai berkaca-kaca dan ia pergi begitu saja. Bayu tak khawatir dengan Murti yang marah. Ia sama sekali tak berniat mengejar wanita itu. Namun, ia justru khawatir dengan Rum dan anak-anak yang mendengar suara Murti tadi. "Apa yang ada di pikiran mereka tentang aku sekarang? Aku harus segera mengunjungi anak-anak. Aku masih berharap bisa kembali bersama Rum," gumam Bayu. Di rumah Rum, Zeno masih saja berwajah muram. Ia masih memikirkan tentang ayahnya. Rum sampai bingung bagaimana cara menghibur Zeno karena Zeno memang sudah mengerti tentang keadaan orang tuanya yang berpisah. "Zeno, ayo kita belajar sayang. Ada PR nggak?" tanya Rum di kamar Zeno. Lelaki kecil itu sedang tidur menghadap tembok. "Ada PR tapi udah dikerjain tadi, Bun. Waktu Bunda sama Zaki ke rumah P

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 24 Murti yang Semakin Posesif

    "Ayolah, Mur. Aku cuma mau minta uang 1 juta. Ini bukan buat Rum, tapi buat Zaki dan Zeno. Aku kangen banget sama mereka. Aku pengin ketemu sama mereka, Mur, tapi aku nggak pegang uang sama sekali sekarang. Pak Hans bilangnya mau transfer bulan ini, tapi nyatanya dia belum bisa dihubungi. Terus temen kamu itu, mana sisa uang pembayarannya? jangan-jangan dia menghilang begitu saja?" tanya Bayu mulai kalut. Dua proyek yang dia pegang sekarang kenapa ada saja sih hambatannya. Padahal dulu waktu sama Pak Darmo hambatannya paling bangunan yang sedikit rusak, cat yang kurang rapi, atau bahan bangunan yang kurang. Dia tak pernah dengar Pak Darmo mengeluh soal masalah uang atau klien. Pak Darmo memang menutupinya atau Pak Darmo beruntung nggak pernah dapat klien seperti itu? Ah tidak mungkin sih, Pak Darmo kan sudah puluhan tahun di dunia proyek begini, pasti ada saja yang nggak beres kliennya. Sial sekali! "Mas mau ketemu anak-anak? Ketemu anak-anak apa ketemu

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 23 Dituduh Pelakor

    Rum jadi salah tingkah karena merasa diperhatikan. Ia malu dengan penampilannya yang mungkin terlihat sangat lusuh. Jadi Rum memutuskan untuk mulai mengerjakan lagi pekerjaannya yang sempat tertunda tanpa ada niatan mengajak bosnya mengobrol. Lalu ia melihat punggung lelaki itu memasuki kamarnya. Ketika ia sibuk mengangkat jemuran, Zaki mulai rewel lagi. Waktu menunjukkan pukul 11 siang, sudah waktunya bagi lelaki kecil itu untuk menikmati waktu tidur siangnya. Rum celingukan ke sana ke sini, Aji tak keluar lagi dari kamarnya. Ia mungkin juga tertidur. "Sebentar ya sayang, Bunda nyelesain kerjaan Bunda dulu sebentar," rayu Rum. "Zaki mau bobo, Bun. Zaki ngantuk," rengek Zaki. Rum bingung harus bagaimana. Zaki memang sudah terbiasa tidur siang dengan ditemani dirinya. Kalau tidak ditidurkan nanti dia akan bertambah rewel. Tadinya ia berpikir bisa menidurkan Zaki di sofa kalau Mas Aji tidak pulang. Kalau ada Mas Aji begini, Rum tidak enak kalau mau m

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 22 Janda Harus Kerja

    Beberapa hari setelah kunjungannya ke pesantren kakaknya, ia mendapat kabar baik dari kakak iparnya. Ada seseorang yang membutuhkan jasa membersihkan rumah, dan Rum boleh membawa anaknya kalau mau bekerja. Rum memekik kegirangan, "Alhamdulillah Ya Allah. Akhirnya aku bisa bekerja." "Alhamdulillah, semoga bisa jadi jalan rezeki untuk kamu ya," sahut Mbak Nara. "Jauh nggak rumahnya, Mbak? Aku bisa pulang pergi naik motor, kan?" tanya Rumaysa. Ia sudah membayangkan kalau mungkin ia bekerja tidak akan setiap hari dan bisa dijangkau dengan motor bututnya. Membersihkan rumah tidak terlalu sulit, mudah-mudahan nanti majikannya juga baik. "Deket. Mbak sudah ngobrol ini sama Mas kamu. Kamu juga kenal. Katanya kamu sudah pernah ke rumahnya," jawabnya. Dahi Rum berkerut, rumahnya pernah ia kunjungi? "Rumah Pak Darmo, Rum." lanjut Nara. Rum memasang wajah bingung, tak bisa dijelaskan bagaimana perasaanya. Pak Darmo lagi? Kena

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 21 Mencari Pekerjaan

    "Hah bercerai? Kamu tidak salah, Rum? Meskipun Mas kasihan dengan keadaanmu, tapi perceraian tetap dibenci Allah!" seru Mas Agil tajam. Ia sebenarnya tak tega dengan keadaan adiknya, tapi ia sendiri tidak menyarankan perceraian. Perceraian dibenci Allah!Sedangkan adik bungsunya berniat mengajukan perceraian. Rum tak bisa menjawab. Ia masih menangis sampai tersedu-sedu. "Yasudah, Mas panggilkan Mbak Nara dulu." Agil berlari menuju rumahnya. Ia bingung bagaimana menghadapi adiknya yang sedang menangis seperti itu. Ini kali pertama Rum menangis dihadapan kakak lelakinya. "Ya Allah. Rum, istighfar, Rum!" kata Nara setelah melihat keadaan adik iparnya yang masih terus menangis. Rum yang melihat kakak iparnya langsung menghamburkan diri dalam pelukan pada wanita itu. "Sudah, Rum, sudah. Kamu tenang dulu. Minum dulu, ya." Nara mengangkat dagunya ke arah suaminya agar ia mengambilkan minum untuk Rum. Setelah meneguk segelas air, keadaan Rum mulai

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 20 Anak Korban Perceraian

    "Bun, kok melamun terus?" tanya Zaki pada Ibunya. Meski terlihat tegar, tapi Rum begitu hancur. Ia kehilangan tempat berpijak yang selama ini jadi tumpuan. Lelaki itu, sudah bukan cuma suami, tapi sahabat juga dalam keluh kesah, dalam senang maupun susah. Rum pikir bercerai adalah hal yang mudah, ternyata kehilangan suaminya tidak hanya kehilangan sosok pencari nafkah, tapi juga sahabat, teman dalam menghabiskan waktu, teman dalam mendidik anak-anak, teman dalam mengarungi bahtera kehidupan yang seringkali berat untuk dijalani. "Maaf, ya sayang. Bunda malah melamun. Kamu sudah selesai sarapannya? Kalau sudah ayo kita berangkat," ajak Rum sambil merapikan peralatan sekolah milik anaknya. "Sudah selesai dari tadi, Bun. Bunda kangen yah sama Ayah?" tanya Zaki. Wajahnya menyiratkan rasa iba. "Tidak, sayang. Bunda cuma capek. Bunda sedang memikirkan bagaimana caranya Bunda dapat pekerjaan.

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 19 Tak Bisa Lepas dari Murti

    Aku mengunjungi proyek pertamaku yang hampir rampung. Warung ini berdiri cukup elegan. Warna hitam, putih, dan krem mendominasi. Pak Arif yang ku amanahi untuk menyelesaikan warung ini segera menghampiriku begitu melihatku berhenti tak jauh dari lokasi. "Gimana, Rif? Sudah beres ini?" tanyaku padanya. "Sudah, Pak. Sudah siap pakai," ia tersenyum lebar melaporkan hasil kerjanya. Tak ku ragukan hasil kerja Pak Arif karena dulu saat bekerja dengan Pak Darmo dia termasuk orang yang dipercaya oleh Pak Darmo. Ia mau beralih bekerja denganku karena keluarganya benar-benar sedang membutuhkan uang, dan aku bisa memberikan itu untuknya. "Nanti saya transfer sisa upahnya ya, Rif. Tolong dibagikan juga sama yang lain." Ia mengangguk dan pamit pergi.Aku duduk tak jauh dari warung yang sudah kami dirikan. Ku pandangi warung makan kecil yang terlihat mewah ini. Paling nggak tampilannya tidak kampungan seperti warung dekat pantai pada umumnya. Warung ini

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 18 Pisah dengan Murti

    "Apa, Mas? Aku nggak salah denger? kamu mau minta pisah?" tanya Murti terbelalak. "Dengerin dulu, Mur. Aku minta maaf banget, tapi aku nggak mau pernikahanku berakhir. Hubungan kita me ..." "Diam, Mas!! Aku nggak mau denger kata-katamu lagi. Pernikahanmu udah hancur. Mau apa lagi? kamu mau balik sama istrimu? kamu pikir istrimu mau nerima kamu? Aku nggak mau lagi denger kata pisah dari kamu, Mas. Kalau kamu berani ninggalin aku, akan aku sebarkan ke orang-orang kalau aku hamil biar semua proyek kamu gagal. Kita hancur bersama, Mas!!"Bayu terperanjat mendapat ancaman yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Ia mengenal Murti sudah cukup lama, jadi ia tahu kalau Murti bisa saja senekat itu untuk menghancurkan kami bersama. "Pergi kamu dari sini, Mas. Datang lagi kalau kamu sudah yakin mau menceraikan istrimu!!" Murti berbalik badan dan hendak pergi tapi seketika tangannya ditarik oleh Bayu. "Kamu nggak bisa ngancam aku kaya

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 17 Setelah Ketahuan Selingkuh

    Bayu melangkah gontai keluar dari rumahnya sendiri. Ia memacu motornya dengan kencang, berharap angin akan membawa semua masalahnya pergi. Ia tak tahu harus ke mana. Murti pasti sudah pulang, dan sekarang ia tak punya kantor, saudara pun tak punya. Baru ia sadari kalau selama ini Rumaysa memungutnya dari kesendirian dengan menghadiahkannya sebuah keluarga, yang dengan gegabah ia rusak sendiri. Motornya berhenti di sebuah warung bakso dekat lokasi kantor lamanya. Sepasang kekasih baru saja selesai makan bakso dan pergi. Kini tinggal dia seorang dengan semangkok bakso di depannya. Bakso itu seharusnya terlihat nikmat dengan bulatan daging, mie dan kuah yang akan menghangatkan perutnya. Tapi perut keroncongan yang sejak siang tak diisi seketika menghilang dengan peristiwa tadi. "Sejak kapan Rum tahu kalau aku selingkuh? Pantas saja sudah agak lama dia tak mau ku sentuh. Apa yang harus ku lakukan setelah ini? Menceraikan Rum? Harusnya Rum memaafkanku!

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status