Beranda / Romansa / Istri Bayangan / Bab 4: Permintaan Natha

Share

Bab 4: Permintaan Natha

Penulis: Littlestar87
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-05 00:04:27

Aku kembali ke kamar dengan membawa lauk dan nasi. Anak-anak tampaknya sangat lapar. Padahal sebelum ke sini sudah makan.

Tak lama, ada yang mengetuk pintu. Aku membukanya dan ternyata pemilik perusahaan tempatku bekerja.

Aku mempersilahkan dia masuk ke kamar.

“Gimana Run, it’s enough?” tanyanya.

“Iya, Bu. Sudah lebih dari cukup,” jawabku.

“Boleh saya bicara? Saya bukan tipe yang basa-basi. Ini menyangkut Natha. Yah, seperti yang kamu tahu kalau aku dan Natha.” Yolanda terdiam untuk beberapa saat, kemudian melanjutkan perkataannya, “Jangan terlalu dekat dengan dia!”

Aku yang masih mencerna kalimat dari wanita cantik ini hanya dapat tersenyum.

“Maaf, Bu. Saya tidak suka mencampuri urusan orang lain?” jawabku.

“Bagus. Semoga betah di rumah dan kantor,” lanjutnya.

Wanita yang menjadi selingkuhan Natha tersebut lalu keluar dari kamar. Aku menemani anak-anak makan lagi.

Maksudnya apa coba? Apa aku terlihat sedang menggoda pacarnya yang dingin itu? Ih, males banget.

Tidak lama, Natha masuk kamar kami tanpa permisi. Langsung duduk di dekat adik, mengusap kepalanya, dan tersenyum.

Ini lagi? Ngapain sih ke sini. Aku tidak mau punya masalah dengan wanita yang terlihat sadis tadi.

“Mau apa?” tanyaku.

“Makan,” jawabnya. “Gue cuma sendirian di kamar. Di sini kan rame,” jawabnya dengan datar. Tanpa ekspresi. Hanya suaranya yang tenang saja terdengar di telingaku.

Beneran kulkas dia.

“Yolanda mau apa ke sini?” tanya Natha.

“Ngak pa-pa. Cuma nanya apa betah di sini,” jawabku.

“Gue pikir yang lain,” balasnya.

Kalau sudah tahu harus tanya gitu. Aku tidak berani bilang kalau dia sebenarnya mengancam untuk tidak mendekati pria ini.

Sudahlah! Bukan urusanku pula dengan hubungan aneh mereka. Cukup Aruna! Bekerja saja. Seperti yang Widya katakan setiap hari.

“Masakan lu enak,” katanya.

“Iyakah?” tanyaku.

Aku kok agak meragukan Natha bisa berbicara dengan nada yang tidak judes seperti saat ini.

Apa dia sedang kesambet? Namun, tampaknya laki-laki yang sedang asyik makan itu sehat secara pikiran dan raga.

“Mikirin apaan? Lu suka sama gue? Dari tadi liatin mulu!”

Kepalaku menggeleng. Kemudian keluar kamar untuk membersihkan bekas makan anak-anak. Aku taruh di dapur sekalian mencuci. Kan punya Natha semua ini, kalau tidak bersih, bisa aku diceramahi semalaman.

“Gue bantuin,” ucapnya sembari mengulurkan tangan.

Aku memberikan piring yang masih basah. Dia yang mengelap sampai kering. Natha laki atau perempuan? Rajin amat hal cuci mencuci piring.

Aku tidak banyak bicara sama pria di samping. Toh, kalau aku membuka mulut, dia juga tidak akan menjawab. Paling kepalanya yang naik turun atau geleng-geleng. Jadi bingung aku sama ini orang.

“Lu bisa bikinin kopi?” tanyanya.

Aku menggeser badanku menjauh. Kok tiba-tiba menyuruh buat kopi. Dia pikir aku pembantu apa?

Tidak di kantor, di rumah juga masih sok jadi atasan. Namun, tetap saja kepalaku mengangguk, mengiyakan permintaan si bapak kulkas ini.

Jujur sih, aku tidak enak kalau menolak permintaan orang.

“Gulanya dikit aja. Gue di kamar lu.”

Setelah memerintah, dianya malah kabur ke kamarku. Mau apa coba?

Aku membawakan segelas kecil kopi ke kamar. Dia mengelus kedua putraku sambil membacakan buku dongeng. Em, tadi sih adek bawa buku dongeng yang katanya mau dibaca malam ini.

“Ini!” Tanganku menyerahkan kopi yang panas. “Makasih sudah mendongengkan anak-anak. Kamu nggak balik kamar?” tanyaku.

Dia menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri. “Gue masih pengen di sini. Lagian ada hal yang ingin gue bicarakan.”

Aku menyipitkan mata. Hal yang penting hingga malam larut begini ingin diomongin.

“Besok anak gue tiba ke sini. Gue udah urus semua administrasi sekolah. Em, lu mau jadi ibu dari anak gue nggak?”

Air yang sedang aku minum tumpah semua ke lantai. Ini orang kurang waras! Malam-malam melamar orang yang baru dikenal.

“Gue butuh ibu buat anak gue?” katanya.

“Kamu tidak punya hati, Nath,” jawabku. “Tidak segampang itu membuat dua orang jadi satu keluarga. Apalagi hubunganmu dengan orang itu.”

“Semua sudah aku pertimbangkan. Lu cocok jadi ibunya Luna,” lanjutnya.

“Atas dasar apa?” tanyaku.

“Gue lihat lu baik dan sabar,” jelasnya.

“Ndak mau aku jadi istri orang yang.” Aku menutup mulut.

“Yang apa?” tanyanya.

“Nath, kamu tahu arti menikah nggak sih? Keluar! Aku mau tidur!”

Laki-laki konyol. Masak mau menikah hanya karena anaknya butuh ibu sambung. Emang ibunya ke mana?

Eh, tadi aku nggak tanya sama pria judes itu. Halah, bodolah! Makin lama makin aneh itu orang.

Daripada aku pusing mikirin permintaan aneh Natha mending tidur. Capek banget hari ini.

Pagi yang sibuk dengan persiapan bekal makanan untuk aku dan anak-anak. Lalu, ada seseorang yang menyodorkan kotak makan padaku.

Aku kemudian menatap dirinya yang sedang tersenyum. “Tolong, punyaku!”

Embusan napas yang berat ini semoga membuat pria di sampingku ini memahami kalau aku hanyalah wanita biasa yang sedang tidak ingin berhubungan dengan pacar orang lain.

“Lu ikut gue, kan?” tanyanya. “Gue tunggu di parkir!”

Em, aneh tidak sih Natha? Yang awalnya dingin berubah menjadi agak-agak hangat begitu.

Mencurigakan.

Namun, aku juga tidak tahu harus berbuat apa? Hanya bisa menebak-nebak yang membuat isi otakku makin penuh saja.

Anak-anak sudah menunggu di depan bersama Natha. Mereka malah asyik bernyanyi. Ketika aku datang Natha menyambut dengan senyum yang lebar.

Aku berhenti tepat di hadapan pria yang masih menampakkan deretan gigi putihnya.

Lalu, ada sebuah mobil yang parkir di depan rumah. Mobil orang kaya dengan body yang kokoh dan mengkilap.

Ada seorang perempuan dengan sepatu heels yang tinggi turun dan membawa tas kecil berwarna keemasan.

“Nath, lu ikut gue aja. Biar Aruna pakai motor lu,” saran Yolanda.

Kayaknya cemburunya naik satu level ini. Padahal aku tidak mendekati pacarnya yang ganteng itu.

“Dia belum tahu jalan. Kasihan. Biar sama gue dulu!”

Natha menolak permintaan ibu CEO itu. Em, kalau aku lihat dari nada suara yang sedikit menekan, mungkin Yolanda kecewa dengan jawaban laki-laki yang masih berada di motor ini.

“Dia kan bisa ngikutin dari belakang!”

Aku hanya bisa mengembuskan napas dengan sangat perlahan.

Namun, Natha tetap menggeleng. “Besok-besok aja, biar dia hapal dulu jalannya! Ayo Run, kita berangkat. Ke sekolah dulu, kan?” tanyanya.

Aku mengangguk sembari melengkungkan bibir dengan terpaksa.

Mengapa aku yang harus terlibat cinta kurang waras mereka? Nasib! Nasib!

Ke Jakarta, niatnya hanya pengen kerja. Bukan malah jadi bagian dari perselingkuhan orang!

“Okay!” jawab Yolanda ketus.

Wanita dengan dandanan menor itu meninggalkan kami. Heels-nya seolah menusuk tanah yang dipijaknya.

Seram banget sih!

Aku kemudian menaiki motor dan Natha melajukan kendaraan beroda dua ini dengan tenang melewati mobil Yolanda.

Entah apa yang akan dilakukan oleh Yolanda nantinya kepada aku? Kalau sama Natha pasti akan memperlakukan dengan lembut.

Feeling-ku sudah tidak enak karena kejadian pagi ini. Semalam saja, Yolanda sudah memberikan warning padaku. Ditambah sikap pacarnya yang ingin berangkat bersama kami. 

Apa yang sedang direncanakan oleh Natha? Melihat Yolanda, tidak mungkin juga akan melirikku sebagai wanita.

Lalu apa maunya pria ini dari aku yang janda ini? Ya Allah, semoga bukan hal buruk yang ada di pikiran Natha.

Aruna jangan terlibat nantinya! Meskipun keadaan yang sangat membuatku ingin menolong Natha.

Tidak lama terdengar suara klason mobil yang melesat dan tidak terlihat lagi.

“Nath,” panggilku.

“Santai saja. Ada gue, kan!”

Aku masih belum dapat menarik sesuatu dari semua kejadian ini. Pikiran Natha yang belum dapat ditebak. Sikap Yolanda yang agresif.

Semua membingungkan. Aku hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi.

Jangan sampai kewarasanku lenyap ketika Natha berubah menjadi hangat. Eh tapi apa bisa si bapak kulkas ini jadi orang yang lembut?

Sepertinya aku meragukannya. Natha si kulkas berjalan dan selingkuhan yang agresif.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Bayangan   Bab 35: Pindah Rumah

    “Ada apa?” tanyaku pada seorang wanita yang mungkin siap untuk melempar granat dari mulutnya.“Gue sudah tahu kalau sama lu, Natha pasti celaka. Sama seperti Dirga!” Dia menaikkan satu oktaf lebih tinggi dari nada semula.Namun, aku tetap akan memasang wajah yang akan dia benci sekaligus ingat.“Lagipula, yang melakukan ini juga anak buah yang paling kamu banggakan itu, Yolanda,” kataku dengan nada yang tetap dingin.Kami berdiri saling berhadapan. Mata kami saling menatap. Ada semburat merah yang merekah di kedua indra penglihatan wanita yang memakai blouse pink itu.Dia ingin mendominasi situasi yang memanas ini, tapi bukan Aruna kalau tidak akan membuat api yang membakar hatinya itu bertambah meletup.Natha benar, dia licik. Akan tetapi, suamiku mungkin lupa kalau air yang dapat memadamkan api adalah cinta yang tak berujung.Bukankah akan menarik untuk memanfaatkan hasrat yang belum sepenuhnya berakhir itu?“Lu janji Run tinggalin dia! Apapun keadaannya!” teriaknya sekali lagi sebe

  • Istri Bayangan   Bab 34: Langkah Awal

    “Bagaimana keadaan Natha?” tanya ambu padaku.Aku menggeleng. Tidak dapat berkata apa pun. Sandy kemudian mendekat kepada bibinya. “Doakan Natha Bi. Biar dia kuat!”Aku menelepon Sandy untuk menolong kami. Karena hanya dia yang bisa aku percayai saat ini. Dia bukan orang jahat yang ingin menghancurkan diriku atau Natha.Ambu datang kepadaku dan memeluk tubuh yang hampir jatuh ini. “Kamu yang kuat Run! Kuat! Hanya kamu yang Natha inginkan saat dia bangun!” Tangan ambu mengusap punggung yang bergoyang menahan sesak di dada.Air mataku mungkin sudah membasahi baju ambu. Ambu tetap mengusap punggung ini seraya berkata, “Maafkan kami Aruna! Kami yang memasukkan kamu ke dalam lingkaran ini. Namun, yakinlah Dirga adalah orang yang telah mengkhianati dirimu. Bukan hanya soal cinta, tetapi juga uang dan kepercayaan.”“Kepercayaan?” Badanku perlahan lepas dari pelukan ambu. Aku heran mengapa kepercayaan. Apa yang ambu maksud dengan kata itu? Bukankah pengkhianatan cinta sudah termasuk kepercaya

  • Istri Bayangan   Bab 33: Dirga Datang

    “Run ayo cepat pulang!” Tiba-tiba Natha masuk ruangan Yolanda tanpa mengetuk, tanpa permisi.“Nyelonong aja!” bentak si ibu CEO.“Gue culik Aruna dulu!” Tangan Natha langsung menarik tanganku yang sedang mengetik.Mataku hanya bisa melotot. “Maaf aku terburu-buri, cepat Sayang!” perintah Natha.Aku melihat Yolanda sebentar, ya kan masih kerja. Aku ingin profesional saja meski itu sebenarnya tidak perlu.“Pulanglah daripada gue yang pusing karena suami lu!” usir Yolanda pada kami.“Tu boleh pulang kan, cepetan!” paksa Natha.Aku bersiap-siap mematikan telepon dan Natha menerima telepon. Dia langsung keluar ruangan. Biasanya juga ada Yolanda Natha akan bersikap biasa saja. Tapi ini, apa mungkin dari Axel lagi.“Aku tungguin di kafe bawah, oke.” Natha mengacungkan ibu jarinya ke atas.Natha sudah berlalu dari hadapan kami lalu Yolandapun bertanya, “Aku? Apa dia selalu bilang begitu sama lu?”“Iya,” jawabku sembari merias tipis-tipis wajahku. “Kenapa memangnya? Aneh?”“Enggak, hanya nggak

  • Istri Bayangan   Bab 32: Asisten Pribadi

    Widya pikir dia yang telah bersama Dirga. Apa sahabatku itu lupa kalau Yolanda punya kekuasaan di atas dia?Mengapa dengan sok malah bersembunyi di dalam toilet lalu menangisi pria yang membuat dia sengsara?Yolanda dan Widya adalah dua wanita yang kencanduan akan adanya sosok pria. Mungkin harusnya aku lebih peka sedikit ketika Widya saat pernikahanku dulu memperhatikan Dirga dengan saksama.Seolah dia adalah orang yang paling terluka atas pernikahan kami? Atau mungkinkah dia sudah menjalin asmara dengan mantan suamiku itu?Segala kemungkinan ada. Hanya aku yang mencari seribu jalan itu. Sedangkan mereka bermain dengan gaya yang sok pintar. Padahal juga belum tentu memahami alur yang ada.Langkah pertama masuk ke dalam lingkaran Yolanda sudah berhasil. Selanjutkan akan menampakkan diri untuk menjauhi Natha. Meskipun, akan berat rasanya.“Run, bagaimana jadwal hari ini?” tanya si bos besar kepadaku.Aku dengan pakaian dinas yang diberikan oleh Yolanda. Atasan kemeja dengan jas serta r

  • Istri Bayangan   Bab 31: Sedikit Titik Terang

    Ternyata menjadi bodoh itu tidak selamanya buruk. Hanya butuh kesabaran hingga waktu akan membuka sediki demi sedikit.Aku seolah terperosok pada lingkaran yang tak berujung. Sebuah labirin tanpa jalan keluar. Mereka semua memiliki tujuan dan niat yang belum bisa ditebak semuanya.Namun, aku harus menjalankan satu per satu hal yang telah tersusun. Saatnya Aruna tampil walau masih di belakang layar. Tidak perlu untuk menonjol. Hanya membutuhkan sedikit privasi yang tidak seorang pun tahu maksudnya di belakang.Akan tetapi, aku juga harus mewasdai Niko. Dia orang yang cukup paham dengan langkah yang akan kuambil. Ya, karena dia adalah teman masa kecil.“Hi, Run,” sapa Widya saat makan siang. “Kamu masih mikirin Dir-ga?” tanya Widya. Kepalaku mengiyakan soalnya mulut ini masih terisi makan siang. “Kenapa kamu masih penasaran dengan mantan suamimu itu?”“Aku ketemu sama mas Dirga di Jakarta,” jawabku.“Ketemu? Tidak mungkin Run!” kata Widya seperti orang ketakutan.“Kenapa tidak mungkin?

  • Istri Bayangan   Bab 30: Widya

    Hari ini aku mengantar anak-anak sendirian. Bapaknya sedang bermanja dengan kekasih tuanya. Untung Natha membuatku mampu menyetir. Ya, aku dipaksa untuk belajar menggunakan kendaraan beroda empat meskipun aku sangat takut.Jadi ini maksudnya. Sungguh, dia adalah seorang konseptor yang sangat ulung. Membuat otakku harus mampu menari dengan hati yang berdetak kencang. Tapi baguslah! Setidaknya hal ini berguna untuk diriku.Mungkin pikiranku benar, Natha sayang sama aku. Yah meskipun aku hanyalah salah satu alat untuk dia balas dendam. Kepada Yolanda dan Dirga.Namun, yang ada di dalam pikiranku, perkataan suamiku tercinta tentang Widya. Aku tidak menyangka kalau pertengkaran mereka sampai kebencian.Sampailah mobil di parkiran. Yah masalahku dimulai. Memarkirkan mobil tanpa harus menyentuh kendaraan yang lain. Cuma, aku tidak yakin kalau otakku mampu untuk mendaratkan mobil yang Natha belikan ini dengan benar pada tempatnya.Kedua tanganku masih pada setang bundar, Kepalaku juga bersend

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status