Beranda / Romansa / Istri Bayangan / Bab 5: Perhatian Kecil dari Natha

Share

Bab 5: Perhatian Kecil dari Natha

Penulis: Littlestar87
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-05 00:05:18

Sampai juga di kantor. Aku harus secepatnya masuk ke ruangan editor. Ada satu naskah baru yang aku tangani. Yah, meskipun amburadul tidak jelas.

Namun, aku semangat untuk menorehkan namaku di dalam buku pemerintah tersebut.

Siapa tahu ada orang yang ngeh gitu dengan penulis buku pelajaran yang akan dicetak untuk kepentingan satu negara tersebut.

Keren juga sih Yolanda mendapatkan proyek sebagus ini. Cerdas, cantik, dan tegas, Ya Allah paket komplit memang.

Pantes saja Natha mau sama wanita yang lebih tua darinya itu.

“Run, dipanggil ibu negara,” kata Jaka kepadaku.

Aku hanya melongo. Ibu negara? Siapa? Aku belum familiar dengan julukan di kantor ini.

“Yolanda,” jawab Mala seolah tahu kebingunganku.

Aku hanya menjawab heh. Buat apa coba dia memintaku ke ruangannya? Apakah ada hubungan dengan Natha pagi ini?

Ah, taulah! Yang penting ke sana dulu!

Setelah mengetuk pintu dan memastikan tidak ada suara yang mencurigakan, aku masuk ke ruangan. Ya, karena Yolanda sudah mempersilahkan masuk juga tentunya.

“Duduklah!” perintah ibu negara dengan tegas. “Saya ada tugas untukmu hari ini. Pergilah ke departemen pendidikan bersama Natha. Kalian yang akan mengurus semua format dan isi buku,” terang wanita ini dengan tekanan yang cukup kuat pada bagian nama pacarnya.

Dia tidak rela kami bekerja sama?

Lalu si bapak kulkas masuk ke ruangan CEO dengan memainkan kunci motor. “Sudah siap?”

Aku mengangguk. “Permisi, Bu,” pamitku pada seorang perempuan yang menampakkan wajah seperti singa kelaparan.

“Makan siangnya nanti aja,” ucap Natha sembari menyentuh hidungku dengan telunjuknya.

Aku sedikit mundur karena tingkah Natha yang tambah aneh. Apa begini kalau dia ingin mendapatkan keinginan. Egois kalau begitu!

Badanku selalu menghadap ke depan. Aku tidak berani menatap wanita yang berada di belakangku. Jujur, aku takut dengan Yolanda. Dia tipe orang yang bisa berbuat apa pun. Tampaknya.

Kami berboncengan menuju departemen pendidikan. Lagipula mengapa harus aku sih? Aku kan hanya anak baru yang masih masa training.

Namun, kalau dipikir apa menariknya dari diriku? Hingga membuat Natha bersikap aneh begini.

Jangan-jangan karena anak yang dibicarakan kemarin.

Ya Allah, aku makin bingung dengan keadaan di kantor. Awlanya aku hanya orang yang ingin kerja, malah lihat dua orang sedang bersama di satu ruangan.

Sekarang? Au ah! Bingung aku!

Tiba-tiba bapak kulkas mengerem mendadak. Membuat tubuhku maju menyentuh punggungnya.

“Maaf, ada yang mau lewat mendadak,” ucapnya santai.

Aku tidak menjawab. Nanti malah urusan tambah panjang.

Setelah melewati perjalanan yang cukup membuat gerah, kami sampai di departemen pendidikan. Aku mengikuti Natha ke front office.

Ya, karena pria ini yang menjadi atasan, aku sih tinggal menunggu perintah saja. Kami kemudian dibawa ke sebuah ruangan di lantai dua.

Ternyata departemen pendidikan ramai sekali. Banyak orang yang mempunyai kepentingan lalu lalang dari lantai satu sampai lantai dua ini.

Aku terus membuntuti Natha. Dengan langkah yang dipercepat dan tibalah kami di suatu ruangan yang dingin dengan aroma citrus.

Aku mencatat semua yang diperintahkan oleh Natha. Mengikuti semua perbincangan mereka yang cukup membuat otakku berputar dengan kencang.

Setelah selesai, kami pulang ke kantor.

“Beli es dulu ya,” ucap Natha.

Aku mengangguk. Panas dan gerah membuat kerongkongan menjadi kering. Ternyata Natha cukup baik pula sebagai atasan.

Tumben ya!

Kami tiba di kantor dan disambut oleh Yolanda.

“Lama banget, Nat!” bentak pacar Natha pada kami.

Aku menundukkan kepala lalu kembali ke ruangan editor. Sampai di tempat duduk, botol minum langsung aku raih.

Hatiku berdegub dengan kencang.

Masih terbayang wajah wanita CEO itu. Sorot matanya yang tajam dengan langkah kaki yang menghentak lantai. Suara heels membuatku tidak mampu melihat kedua netra Yolanda terlalu lama.

“Kok lama?” tanya Jaka.

“Lama karena Natha ngobrol sama petugasnya di sana,” jelasku.

“Lu nggak tahu apa? Ibu negara sudah bolak-balik ke ruangan ini seratus kali,” tambah pegawai yang duduknya di sampingku ini.

“Aku hanya mengikuti Natha saja,” jawabku.

“Gue pikir kalian kencan dulu,” oceh Jaka dengan kekehan yang disambut oleh tertawanya Mala.

“Hati-hati Run. Jangan deketin Natha atau lu mati di tangan Yolanda,” tambah wanita yang sedang memegang kipas di tangan kanan tersebut.

“Ndak berani aku,” lirihku.

Natha tiba di ruangan editor dan menghampiri diriku. “Makan dulu! Ikut gue!”

Aku melirik Mala, dia malah senyum-senyum tidak jelas.

Aduh bapak kulkas, malah melibatkan aku dalam drama antara ponakan dan tante tirinya itu.

“Cepetan, Run!”

Aku berdiri sambil menelan ludah kembali. Rasanya jantungku sudah mau copot. Iya, emang sih, tadi dia menyodorkan kotak bekal padaku.

Namun, apa dia mau makan bareng sama aku di pantry?

“Kita makan bareng, ya,” ucap Natha. Ternyata dia memang makan bekal yang aku siapkan tadi. “Bekalmu mana?”

Aku memperlihatkan satu kotak berwarna biru pada pria yang tersenyum lebar ini. Ih, Natha mengapa harus membuatku menebak apa yang akan dilakukannya?

Kami makan bersama. Dia tampak lahap menyantap nasi dengan lauk seadanya tersebut.

Aku hanya sesekali melihat laki-laki dengan rambut cepak yang rapi di hadapanku ini. Ganteng juga ternyata. Namun, gila mau-maunya selingkuh dengan tante tirinya.

Aku menyuapkan satu sendok ke mulut dan mau mengunyah. Akan tetapi, jemari Natha mengambil sebutir nasi di sekitar mulut.

“Kayak anak kecil,” kata pria yang tersenyum dengan sumringah ini.

Em, apa yang harus aku lakukan sekarang? Kalau aku punya keberanian, pasti aku akan marah sama dia. Namun, nyaliku tidak sekuat itu.

Aku hanya dapat mengunyah makanan yang tidak ada rasanya lagi di mulutku.

Saat seperti ini yang membuatku tidak dapat menentukan langkah yang harus aku ambil. Apa aku tidak normal sebagai orang? Apa aku terlalu jadi penakut mengekspresikan kemauan sendiri?

Kecuali kalau aku disakiti yang melebihi batas ambang kesabaran. Pasti sudah aku bunuh orang yang menyakiti diri ini.

“Kok diam?” tanya Natha. “Lu malu makan sama gue?”

Aku berhenti mengunyah mendengar pertanyaan dari Natha. Kemudian kepalaku menggeleng.

“Nath, mau kamu apa?” tanyaku dengan suara pelan.

“Lu tanya apa?”

Dih, malah tanya balik. Salahku juga mengeluarkan suara yang kurang keras.

“Nath, gue tungguin di ruangan!” Yolanda masuk ke pantry dengan membanting pintu.

Natha menoleh pada wanita yang sedang berdiri di pintu tersebut lalu mengangguk.

“Selesai makan gue ke sana!”

“Lu nggak tau gue nungguin dari tadi hanya buat makan siang. Sementara lu enak-enakan di sini!”

Kedua tangan CEO itu saling mengikat satu sama lain di depan dada. Aku tidak berani bicara apa pun. Hanya diam dan berusaha memasukkan makanan ke mulut. Kemudian mengunyahnya perlahan.

“Gue lagi ngirit. Ntar gue ke ruangan lu!” tegas Natha.

Yolanda pergi meninggalkan kami. Seperti biasa, mulutnya tidak bisa diam karena kesal. Mungkin semua orang akan dimarahi olehnya hari ini.

“Nath, jangan libatkan aku!” kataku.

“Gue hanya minta bantuan lu. Sedikit!” jawabnya.

“Jahat banget sih Nath kamu!”

Aku menutup kotak makan dan kembali ke ruangan editor.

Natha bukan hanya dingin tapi juga egois. Benar kata Widya dia tidak punya hati. Hanya dirinya sendiri yang selalu dipikirkan.

Oiya, soal anak yang dibicarakan oleh Natha kemarin. Apa mungkin hasil dari?

Aku tidak dapat membayangkan kalau anak tersebut adalah anak mereka. Tanganku menutup mulut dan air mata mulai keluar dari sudut mata.

Mengapa aku yang dipilih Natha untuk jadi tumbal dari mereka? Ah, tumbal!

Iya kan. Seseorang yang hanya dimanfaatkan sebagai topeng. Ah! Tidak akan aku menerima Natha sebagai suami.

Namun, kalau anak tersebut butuh kasih sayang dari orang tuanya bagaimana? Kalau ternyata dia juga korban dari dua orang gila itu?

Jangan membayangkan hal yang belum aku ketahui kebenarannya. Jangan Aruna! Bersikaplah dengan bijak!

Em, nanti dia akan datang bersama ibunya Natha. Jadi, aku bisa melihat anak Natha. Kalau dia mirip bapak ibunya. Ya Allah, judes, galak, dingin.

Ih, malas banget!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Bayangan   Bab 35: Pindah Rumah

    “Ada apa?” tanyaku pada seorang wanita yang mungkin siap untuk melempar granat dari mulutnya.“Gue sudah tahu kalau sama lu, Natha pasti celaka. Sama seperti Dirga!” Dia menaikkan satu oktaf lebih tinggi dari nada semula.Namun, aku tetap akan memasang wajah yang akan dia benci sekaligus ingat.“Lagipula, yang melakukan ini juga anak buah yang paling kamu banggakan itu, Yolanda,” kataku dengan nada yang tetap dingin.Kami berdiri saling berhadapan. Mata kami saling menatap. Ada semburat merah yang merekah di kedua indra penglihatan wanita yang memakai blouse pink itu.Dia ingin mendominasi situasi yang memanas ini, tapi bukan Aruna kalau tidak akan membuat api yang membakar hatinya itu bertambah meletup.Natha benar, dia licik. Akan tetapi, suamiku mungkin lupa kalau air yang dapat memadamkan api adalah cinta yang tak berujung.Bukankah akan menarik untuk memanfaatkan hasrat yang belum sepenuhnya berakhir itu?“Lu janji Run tinggalin dia! Apapun keadaannya!” teriaknya sekali lagi sebe

  • Istri Bayangan   Bab 34: Langkah Awal

    “Bagaimana keadaan Natha?” tanya ambu padaku.Aku menggeleng. Tidak dapat berkata apa pun. Sandy kemudian mendekat kepada bibinya. “Doakan Natha Bi. Biar dia kuat!”Aku menelepon Sandy untuk menolong kami. Karena hanya dia yang bisa aku percayai saat ini. Dia bukan orang jahat yang ingin menghancurkan diriku atau Natha.Ambu datang kepadaku dan memeluk tubuh yang hampir jatuh ini. “Kamu yang kuat Run! Kuat! Hanya kamu yang Natha inginkan saat dia bangun!” Tangan ambu mengusap punggung yang bergoyang menahan sesak di dada.Air mataku mungkin sudah membasahi baju ambu. Ambu tetap mengusap punggung ini seraya berkata, “Maafkan kami Aruna! Kami yang memasukkan kamu ke dalam lingkaran ini. Namun, yakinlah Dirga adalah orang yang telah mengkhianati dirimu. Bukan hanya soal cinta, tetapi juga uang dan kepercayaan.”“Kepercayaan?” Badanku perlahan lepas dari pelukan ambu. Aku heran mengapa kepercayaan. Apa yang ambu maksud dengan kata itu? Bukankah pengkhianatan cinta sudah termasuk kepercaya

  • Istri Bayangan   Bab 33: Dirga Datang

    “Run ayo cepat pulang!” Tiba-tiba Natha masuk ruangan Yolanda tanpa mengetuk, tanpa permisi.“Nyelonong aja!” bentak si ibu CEO.“Gue culik Aruna dulu!” Tangan Natha langsung menarik tanganku yang sedang mengetik.Mataku hanya bisa melotot. “Maaf aku terburu-buri, cepat Sayang!” perintah Natha.Aku melihat Yolanda sebentar, ya kan masih kerja. Aku ingin profesional saja meski itu sebenarnya tidak perlu.“Pulanglah daripada gue yang pusing karena suami lu!” usir Yolanda pada kami.“Tu boleh pulang kan, cepetan!” paksa Natha.Aku bersiap-siap mematikan telepon dan Natha menerima telepon. Dia langsung keluar ruangan. Biasanya juga ada Yolanda Natha akan bersikap biasa saja. Tapi ini, apa mungkin dari Axel lagi.“Aku tungguin di kafe bawah, oke.” Natha mengacungkan ibu jarinya ke atas.Natha sudah berlalu dari hadapan kami lalu Yolandapun bertanya, “Aku? Apa dia selalu bilang begitu sama lu?”“Iya,” jawabku sembari merias tipis-tipis wajahku. “Kenapa memangnya? Aneh?”“Enggak, hanya nggak

  • Istri Bayangan   Bab 32: Asisten Pribadi

    Widya pikir dia yang telah bersama Dirga. Apa sahabatku itu lupa kalau Yolanda punya kekuasaan di atas dia?Mengapa dengan sok malah bersembunyi di dalam toilet lalu menangisi pria yang membuat dia sengsara?Yolanda dan Widya adalah dua wanita yang kencanduan akan adanya sosok pria. Mungkin harusnya aku lebih peka sedikit ketika Widya saat pernikahanku dulu memperhatikan Dirga dengan saksama.Seolah dia adalah orang yang paling terluka atas pernikahan kami? Atau mungkinkah dia sudah menjalin asmara dengan mantan suamiku itu?Segala kemungkinan ada. Hanya aku yang mencari seribu jalan itu. Sedangkan mereka bermain dengan gaya yang sok pintar. Padahal juga belum tentu memahami alur yang ada.Langkah pertama masuk ke dalam lingkaran Yolanda sudah berhasil. Selanjutkan akan menampakkan diri untuk menjauhi Natha. Meskipun, akan berat rasanya.“Run, bagaimana jadwal hari ini?” tanya si bos besar kepadaku.Aku dengan pakaian dinas yang diberikan oleh Yolanda. Atasan kemeja dengan jas serta r

  • Istri Bayangan   Bab 31: Sedikit Titik Terang

    Ternyata menjadi bodoh itu tidak selamanya buruk. Hanya butuh kesabaran hingga waktu akan membuka sediki demi sedikit.Aku seolah terperosok pada lingkaran yang tak berujung. Sebuah labirin tanpa jalan keluar. Mereka semua memiliki tujuan dan niat yang belum bisa ditebak semuanya.Namun, aku harus menjalankan satu per satu hal yang telah tersusun. Saatnya Aruna tampil walau masih di belakang layar. Tidak perlu untuk menonjol. Hanya membutuhkan sedikit privasi yang tidak seorang pun tahu maksudnya di belakang.Akan tetapi, aku juga harus mewasdai Niko. Dia orang yang cukup paham dengan langkah yang akan kuambil. Ya, karena dia adalah teman masa kecil.“Hi, Run,” sapa Widya saat makan siang. “Kamu masih mikirin Dir-ga?” tanya Widya. Kepalaku mengiyakan soalnya mulut ini masih terisi makan siang. “Kenapa kamu masih penasaran dengan mantan suamimu itu?”“Aku ketemu sama mas Dirga di Jakarta,” jawabku.“Ketemu? Tidak mungkin Run!” kata Widya seperti orang ketakutan.“Kenapa tidak mungkin?

  • Istri Bayangan   Bab 30: Widya

    Hari ini aku mengantar anak-anak sendirian. Bapaknya sedang bermanja dengan kekasih tuanya. Untung Natha membuatku mampu menyetir. Ya, aku dipaksa untuk belajar menggunakan kendaraan beroda empat meskipun aku sangat takut.Jadi ini maksudnya. Sungguh, dia adalah seorang konseptor yang sangat ulung. Membuat otakku harus mampu menari dengan hati yang berdetak kencang. Tapi baguslah! Setidaknya hal ini berguna untuk diriku.Mungkin pikiranku benar, Natha sayang sama aku. Yah meskipun aku hanyalah salah satu alat untuk dia balas dendam. Kepada Yolanda dan Dirga.Namun, yang ada di dalam pikiranku, perkataan suamiku tercinta tentang Widya. Aku tidak menyangka kalau pertengkaran mereka sampai kebencian.Sampailah mobil di parkiran. Yah masalahku dimulai. Memarkirkan mobil tanpa harus menyentuh kendaraan yang lain. Cuma, aku tidak yakin kalau otakku mampu untuk mendaratkan mobil yang Natha belikan ini dengan benar pada tempatnya.Kedua tanganku masih pada setang bundar, Kepalaku juga bersend

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status