“Hati-hati Mbak. Kalau nggak ada saya, kening Mbak Rara pasti sudah kenalan sama lantai.”“Iya, makasih ya Slamet,” ujar Rara sambil melepaskan tangan pria itu dari pinggangnya.Kevin masih menatap Rara dan Slamet dengan tatapan tidak biasa dan mengumpat dalam hati menuduh Rara memang ada hubungan dengan Slamet. Ternyata hal tersebut membuat Kevin tidak fokus dengan pekerjaan. Selain karena semalam gagal bersama Vanya dan wanita itu terus saja mengirimkan pesan menuduh dirinya menyukai Rara bahkan mungkin sudah menyentuhnya, juga kemungkinan Rara berhubungan dengan Slamet.“Argh.”Akhirnya Kevin pulang lebih awal dari biasanya. Ada hal yang harus dituntaskan dan Vanya tidak bisa dihubungi. Tidak mungkin pria itu mengajak Rara, selain Kevin pernah mengatakan tidak tertarik dengan gadis itu dan ia berjanji tidak akan menyentuhnya.Rara tiba di apartemen lebih lambat dari jam pulang kerja karena menggunakan angkutan umum dan sempat terjebak macet. Tangannya sudah memegang handle pintu k
Kevin tidak melepaskan Rara dan terus merangkul erat seakan takut kehilangan. Terdengar dengkuran halus yang menandakan pria itu sudah terlelap. Rara bergerak pun sulit dan memberontak sampai harus menyakiti pria itu rasanya berlebihan. Boleh saja Kevin angkuh dan pernah menghinanya, tapi pria itu sudah menolong keluarganya. Kompensasi sebagai istri bayaran bisa membiayai pengobatan Ayahnya.Rara menatap Kevin yang sudah terlelap, pria itu tertidur nyaman bagai bayi. Puas menatap wajah suaminya, perlahan Rara tersenyum. Setiap wanita tentu saja mengharapkan berada di posisinya, menjadi istri dari pria tampan dan mapan. Apalagi rekan-rekan kerjanya, kalau tahu dia adalah istri dari Kevin Baskara mungkin akan gelapan bahkan berteriak seperti kebakaran jenggot.Dekapan tangan Kevin pun membuat Rara nyaman dan perlahan mengantuk, bahkan sudah menguap. Berharap saat sudah terlelap, Kevin akan melepaskan dekapannya dan Rara bisa segera meninggalkan kamar itu. Yang ada gadis itu mulai terpej
Vanya terbangun dan menyadari ada seorang pria bersamanya. Pria yang semalam ditemui di club. Karena kesal dengan Kevin, menjadi alasan untuknya kembali mencari kebahagiaan di luar. Meskipun sempat was-was kalau apa yang dilakukannya sampai diketahui oleh Kevin. “Hm, kamu sudah bangun?” Vanya menatap si pria dan mengusap wajah itu. Ponsel miliknya bergetar, tangannya pun terulur untuk meraih benda tersebut dari atas nakas. Tampak nama Kevin di layar ponsel, Vanya berdecak lalu mensilent dan meletakan kembali ponselnya ke tempat semula. “Kenapa tidak dijawab, apa kekasihmu yang menelpon?” “Kekasih hanya status, sedangkan saat ini ada kamu dan aku tanpa status tapi bisa memberikan kebahagiaan,” tutur Vanya memeluk pria itu. “Lebih tepatnya kepuasan. Bagaimana kalau kita ulangi lagi?” “Siapa takut.” *** Vanya terjaga dan menyadari hari sudah siang, sedangkan dia masih bergelung di bawah selimut dan pria yang membuatnya kelelahan sudah tidak ada. Dia mengernyitkan dahinya ketika me
Rara menyambut uluran tangan Harun, dengan wajah datar. Antara kaget dan bingung bertemu kembali dengan Harun dan ternyata Kevin mengenal pria itu. Tidak mungkin Rara mengatakan mengenal Harun yang hanya diam karena sama terkejutnya. Apalagi berteriak dan bertanya apa kabar mantan. Begitu pun dengan Harun, tidak menduga kalau wanita yang dikenalkan sebagai calon istri oleh Kevin Baskara adalah Rara, mantan kekasih yang pernah ia khianati. Terbersit rasa malu karena Harun pernah menghina Rara akan menjadi perawan tua atau menjual diri saja. Ternyata status gadis itu sekarang bukan kaleng-kaleng. “Pertimbangkan lagi untuk bergabung di perusahaan, kami butuh tim marketing seperti kamu,” ujar Kevin dan Harun yang terkekeh pelan setelah mengatakan kalau Kevin terlalu berlebihan. Maksudnya Kak Harun akan bekerja di perusahaan Pak Kevin, lalu kita akan sering bertemu? Ah, semoga saja Kak Harun menolak permintaan Pak Kevin, batin Rara. “Pak Kevin,” tegur Rara mengingatkan kalau mereka suda
Kurang kesal apalagi Rara pada Kevin, selain ponselnya disita oleh pria itu saat ini Rara masih berada di kantor untuk lembur mengerjakan laporan yang diminta Robert. Bahkan untuk pesan online makanan, dia minta Slamet menggunakan aplikasi ponselnya.Saat ini Rara sudah berada di lobby untuk pulang, lagi-lagi dia minta Slamet yang bantu order ojek online.“Ternyata hidupmu tidak bisa lepas dari teknologi Mbak, beli lagi yang baru jangan cuma diservice,” ejek Slamet dan Rara balas mencibir bahkan mendoronya tubuh pria kalem dengan logat jawa medoknya.Kevin baru saja keluar dari lift dan akan berbelok ke basement tapi urung saat melihat Rara dan Slamet. Tentu saja yang dilihat ada interaksi kedekatan antara dua istri dan rekan kerjanya, semakin meyakinkan Kevin kalau Rara dan Slamet memang bukan sekedar rekan kerja.“Sudah sedekat itu masih saja bilang tidak ada hubungan,” gumam Kevin bergegas menuju mobilnya.Rara tiba di apartemen lebih cepat dibandingkan Kevin, kendaraan roda dua te
Cemburu. Tuduhan Rara yang menurut Kevin tidak beralasan. Dari mana bisa dia cemburu kalau ada perasaan juga tidak. Kevin hanya tidak suka melihat Rara seperti murahan, bukan karena cemburu tapi karena hubungan pernikahan mereka akan diketahui oleh seluruh karyawan. “Kalau bukan cemburu, harusnya Pak Kevin tidak bersikap posesif itu. Saya dengan Slamet tidak ada hubungan dan jangan khawatir, saya masih tau batasan untuk tetap menjaga nama baik dan kehormatan saya.” Senyum simpul terpatri di wajah Kevin mengingat ucapan Rara sebelum ponselnya dikembalikan. Apalagi gadis itu menunjukan wajah marah dan tidak suka. Sepertinya Rara sudah mulai berani pada Kevin, tidak sungkan lagi untuk menyampaikan kegundahan dan ketidaksukaannya. “Masuk.” Ketukan pintu dan kehadiran Sari membuyarkan lamunan pria itu karena sang sekretaris menyampaikan berkas yang harus di approve. “Bagian HRD menghubungi ada lamaran masuk atas nama Harun, rekomendasi Pak Kevin. Apa betul Pak?” “Ah betul, aku menawar
Kevin menjauh dari Boby dan wanita yang kemungkinan besar adalah Vanya. Ia bergeser untuk memastikan wajah orang itu dan dari samping terlihat semakin jelas. Apalagi wanita yang dipanggil Ve itu kemudian tergelak dan menoleh membuat wajahnya semakin terlihat.“Vanya,” gumam Kevin.Senyum sinis terbit di wajah pria itu. Tentu saja emosi, bahkan sempat mengumpat dalam hati karena Vanya berani memanfaatkannya. Melabrak wanita itu bukan cara yang elegan, Kevin akan memikirkan cara yang baik untuk membalas wanita itu.Beruntung Kevin tidak minum terlalu banyak dan masih bisa fokus untuk mengemudi. Saat tiba di apartemen, pria itu menghubungi orang kepercayaannya tentu saja memberikan perintah untuk menangani Vanya.“Cari tahu sedetail mungkin dan dapatkan bukti kedekatan wanita itu dengan siapapun.”Kevin memijat dahinya bahkan bersandar pada sandaran sofa. Sepertinya cinta memang tidak berpihak padanya. Amanda berkhianat dan kini Vanya lebih parah dari seorang jal4ng. Tiba-tiba lampu tenga
Harun sudah melihat Rara memasuki lobby. Sempat heran mengapa gadis itu ada di sini, perusahaan Kevin. Sedangkan dia dikenalkan sebagai calon istri pria itu. Melihat name tag yang menggantung di leher Rara, bisa Harun simpulkan bahwa Rara adalah karyawan Kevin. “Rupanya kamu sudah pintar menggoda ya, bahkan Kevin pun jatuh ke pelukanmu," batin Harun. Dari resepsionis sudah diketahui di mana lantai HRD berada. Namun, untuk menunjukan keberadaannya Harun pun sengaja bertanya pada Rara dan wajah itu keheranan menatap Harun. Rupanya keberuntungan sedang berpihak pada Harun karena berada satu lift dengan Rara. Rara sudah tidak peduli dengan Harun, bahkan jika ditanya perasaan sudah tidak ada lagi yang tersisa. Yang ada dia bertanya-tanya mengapa dulu bisa mencintai Harun yang ternyata playboy dan brengsek. Namun, yang menjadi pertanyaan sedang apa dia di sini. Harun saat ini berada di lift, termasuk Rara dan Slamet. Jika Rara dan Slamet bersandar pada dinding lift, Harun berdiri di depa