“Pak, ini saya mau diculik ke mana?” tanya Rara sambil mengalihkan pandangan ke luar jendela. Kevin tidak menjawab, perasaan gadis itu makin tidak karuan.
Bagaimana kalau Pak Kevin akan minta ganti rugi dengan hal lain. Menjadi pembantu rumah tangga atau one night stand. Oh Tuhan, aku harus bagaimana. Tidak mungkin aku minta bantuan Ayah dan Ibu untuk bantu ganti rugi, sedankgan mereka menunggu bantuanku juga, batin Rara. “Ini kok belok ke restoran sih,” gumam Rara. Ini sebenarnya mau ke mana, kenapa malah ke restoran mewah. Rara menduga Kevin minta ditraktir makan siang. Tentu saja hal ini membuat Rara semakin takut, dia tidak akan sanggup bayar. Tadi pun Rara berniat cari makan siang yang harganya murah.“Turun!” Kevin melepas seat belt-nya.Rara bergeming, memikirkan adegan di film yang mana sang pria melepaskan seat belt sang wanita lalu … Stop Rara, kembali ke dunia nyata.“Pak Saya nggak lapar, kita balik ke kantor aja bicara di sana,” pinta Rara bahkan sambil memohon.“Aku bilang turun, kamu banyak cakap juga ya. Turun atau bayar ganti rugi, sekarang!”Rasanya Rara ingin mengumpat karena teriakan Kevin. Dengan cepat gadis itu melepaskan seat belt lalu membuka pintu dan keluar dari mobil. Kalau dipikir, dosa apa sampai dia mendapatkan musibah bertubi-tubi. Harun selingkuh, duit habis dan nabrak mobil pula. Gadis itu mengekor langkah Pak Kevin dan sudah berdiri di depan pintu sebuah ruangan. Sepertinya private room.“Ah, datang juga dia,” ujar seorang pria paruh baya yang agak mirip dengan Kevin sudah ada di dalam ruangan bersama seorang wanita. Wanita itu masih terlihat cantik di usianya, Rara pun terpukau dengan kecantikannya.“Eh.” Rara terkejut karena Kevin merangkul bahunya.“Mih, kenalkan ini Rara. Dia kekasihku,” tutur Kevin.Rara terbelalak dan menoleh, tapi Kevin malah tersenyum dan meremas bahunya. Sepertinya ini kode agar dia ikut saja dengan apa yang dikatakan oleh Kevin. Mau tidak mau, Rara menyalami orang tua Kevin dan memperkenalkan diri.“Duduklah!” titah Arka -- papi dari Kevin.Kevin pun menarik kursi untuk Rara dan gadis itu duduk dengan pelan, seakan takut kalau ada bom yang siap meledak di atas kursi. Pasangan itu menatapnya, meski bukan tatapan tidak suka tetap saja membuat hati Rara ketar ketir tidak karuan. Apalagi saat ini dirinya sedang berbohong, berperan sebagai kekasih Kevin.Kevin menjelaskan kalau hubungan mereka di kantor sebagai atasan dan bawahan, dan mengakui kalau hubungan mereka belum lama jadi dia belum berani mengenalkan Rara pada orangtuanya.“Rara, apa yang buat kamu suka dengan putra Tante?”“Ehm.” Rara menoleh ke samping dan Kevin tersenyum sambil menaik turunkan alisnya.Rasanya Rara ingin mencakar wajah Kevin yang sok suci. Entah dia harus menjawab apa, karena mereka bukan pasangan sebenarnya. Lebih sulit dari sidang skripsi, karena jawabannya tidak dibahas dalam buku apapun. “Jawab saja, tidak usah malu-malu gitu,” sahut Kevin.“Saya suka Pak Kevin, karena dia dewasa.” Akhirnya Rara membuka suara. “Jadi, kamu suka dengan pria yang lebih tua dari kamu?” tanya Tante Mihika -- mami Kevin.“Iya tante. Dari pada yang muda, kadang labil dan baperan. Lebih baik yang matang, karena lebih menantang.”Arka terkekeh. “Dia seperti kamu, suka dengan yang lebih tua,” ujar Arka dan dibalas cibiran oleh istrinya.Pelayan datang menanyakan pesanan, semua menyebutkan pilihan makanan mereka termasuk Rara yang memesan sama dengan pesanan Kevin.“Apa lagi? Masa kamu suka Kevin hanya karena dia dewasa?”“Karena … tampan,” ujar Rara malu-malu.“Kalau itu dunia sudah tahu, aku memang tampan,” seru Kevin sambil menepuk dadanya.“Yang pasti aku mencintai Pak Kevin tanpa syarat, murni karena perasaan. Bukan karena siapa dia dan ada apanya.” Pernyataan Rara barusan, sukses membuat orangtua Kevin tersenyum dan sepertinya mereka menyukai gadis itu.“Kevin, Mami suka dengan Rara. Kalian serius ‘kan? Baiknya segera menikah saja deh.” Ucapan Mihika membuat Rara yang sedang meneguk air putih pun tersedak. Menikah? Maksudnya dirinya dan Kevin? Alamak, apalagi ini. Wajah Rara langsung panik mendengar permintaan tante Mihika. Kevin menyadari hal itu lalu menggenggam tangan Rara yang ada di atas meja.“Sabar Mih, segalanya harus dibicarakan dan dipersiapkan. Aku pernah gagal, jadi harus berhati-hati,” ujar Kevin sambil meremas lebih kencang. “Bukankah begitu sayang?” tanyanya sambil menaik turunkan alisnya.“I-iya.”Obrolan masih berlanjut, sampai akhirnya Tante Mihika pamit ke toilet dan Om Arka menerima telepon dan menjawab dengan menjauh dari meja di mana mereka berada.“Pak ….”“Sstt, cukup setuju dengan apa yang aku katakan. Urusan nanti, biar aku yang urus,” ujar Kevin lirih.“Tapi Pak, saya nggak mau berbohong. Membohongi orang tua Pak Kevin, seperti membohongi orang tua saya sendiri.”“Kalau kamu mengatakan yang sebenarnya tentang hubungan kita, bayar ganti rugi mobil saya sekarang.”Mendengar ancaman Kevin, Rara hanya bisa menghela nafas dan berharap bisa menghilang dari sana tanpa harus pamit pada orangtua Kevin. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, dia berharap tidak berlanjut dengan kebohongan berikutnya dan khawatir kalau kebohongan ini akhirnya terbongkar.“Bersikaplah seolah kita memang saling cinta. Kamu pernah pacaran ‘kan?”Rara malas menjawab Kevin dan berusaha untuk tersenyum karena Om Arka sudah kembali duduk dan tante Mihika juga sudah datang lagi.“Rara, Tante tidak mau ada yang ditutupi atau disembunyikan,” ujar Mihika membuat jantung Rara mendadak berdetak lebih cepat. Mungkinkah Tante Mihika bisa menebak kalau dirinya dan Kevin hanya berpura-pura.“Kamu tahu ‘kan masa lalu Kevin?”“Mih, please. Jangan buka kartu dong,” ujar Kevin.“Memang ada apa dengan masa lalu Pak Kevin?” tanya Rara menatap bergantian Kevin dan tante Mihika.“Sepertinya kalian harus bicara dari hati ke hati, kalau memang mau serius. Jangan ada hal yang ditutupi sebelum hubungan lebih jauh,” seru Mihika lagi.Akhirnya Rara menatap Kevin dan benaknya bertanya-tanya apa sebenarnya rahasia masa lalu pria itu. Meskipun dia tidak peduli karena bukan urusannya, siapa tahu bermanfaat di kemudian hari.“Pak Kevin, ceritakan masa lalu Bapak. Sekarang!"Sejujurnya Rara tidak peduli dengan masa lalu Kevin, tapi membuat pria itu kesal bahkan sampai menatapnya tajam rasanya seru juga. Tante Mihika akhirnya yang menceritakan singkat masa lalu Kevin dan tidak heran juga, karena laki-laki memang begitu.Bermodalkan wajah tampan dan nama besar keluarga, tidak mungkin seorang pria tidak berulah. Menurut Rara, wajar saja Kevin hanya berganti-ganti pacar bukan berganti wanita tiap malam. Yang menyebalkan adalah sifat angkuhnya.“Turun!” titah Kevin setelah mobil menepi dan berhenti.Akhirnya pertemuan itu berakhir dan saat ini mereka sedang dalam perjalanan kembali ke kantor. Rara menatap ke luar jendela memastikan kalau saat ini belum tiba di kantor. Lalu untuk apa Kevin memintanya turun. Apalagi dari sini ke kantor masih lumayan jauh.“Kenapa saya harus turun di sini, Pak?”“Turun ya turun. Memang kamu mau ikut sampai mana?”“Pak Kevin tahu sendiri motor saya di kantor,” ujar Rara mulai kesal dengan pria itu. Bagaimana tidak kesal, tadi dia
“Mbak Rara ya?” tanya Sari -- sekretaris Kevin. “Masuk saja Mbak, sudah ditunggu Pak Kevin.” Rara tersenyum dan menganggukan kepalanya. Isi kepalanya bertanya-tanya apa yang membuat Kevin memanggil dirinya, bahkan rekan-rekan satu divisi pun sama herannya. Kalau urusan pekerjaan, seharusnya Kevin berurusan dengan Robert selaku manager bukan Rara yang hanya staf. Mengetuk pelan pintu yang menjulang di hadapannya, Rara sempat terpukau dengan interior ruang kerja Kevin. Sangat aesthetic. Sambil menekan handle pintu, tatapan Rara masih menatap heran sekeliling ruang kerja Kevin. Seakan lupa dengan tujuannya datang. “Mau sampai kapan berdiri disitu?” “Eh.” Ucapan Kevin menyadarkan lamunan gadis itu. “Ada apa Bapak memanggil saya?” “Duduk!” titah Kevin menunjuk ke arah sofa. Rara dan Kevin sudah duduk bersama, diakui oleh gadis itu Kevin memang sempurna. Tampan, kaya sudah pasti, jabatan dan keluarga yang oke. Hanya satu kekurangan pria itu … angkuh. Bagaimana tidak, Kevin duduk dengan
Rara menghela pelan masih menatap pasangan di hadapannya. Pasangan gila menurut versinya.“Hm, gimana ya.”Harun terkekeh, sambil melirik sinis.“Kamu terlalu naif Ra. Hari gini masih sok suci, yang ada kamu jadi perawan tua. Cantik juga percuma kalau tidak bisa memuaskan laki-laki," ungkap Harun masih menyudutkan Rara. “Jadi begini, aku sengaja datang kesini dan ada Kak Harun juga mbak yang cantik dan bisa memuaskan laki-laki seperti di maksud Kak Harun ya,” tutur Rara dan cukup memprovokasi. “Tentu saja aku sudah mendapatkan pengganti Kak Harun, lebih baik malah. Lebih dari segala hal.”“Hah, mana mungkin. Itu hanya khayalanmu saja.”“Aku serius Kak. Dia tampan, kaya, walaupun bicara masalah puas dan tidak puas tentu saja pria ini bisa mengajariku karena dia sudah berpengalaman dan kami akan segera menikah. Aku pastikan Kak Harun dan mbak yang katanya cantik ini akan kami undang. Jangan sampai tidak hadir ya. Bye Kak Harun,” ujar Rara lalu melambaikan tangannya dan meninggalkan pasa
Rara mengabaikan Kevin, padahal pria itu sedang menunggu dirinya mengirimkan lokasi dimana dia tinggal. Bukan tanpa alasan, tentu saja karena … terpaksa harus bertemu. Baik Kevin dan Rara sudah sepakat akan menjalani pernikahan kontrak, tapi siapa sangka kalau Vanya datang ke Jakarta dan sudah siap dengan hubungan yang lebih serius.Tidak mungkin Kevin mengatakan pada orang tuanya kalau dia hanya memanfaatkan Rara. Apalagi Maminya mengatakan ketidaksukaan dengan Vanya sebagai artis. Selain gaya hidup bebas dan busana yang dikenakan wanita itu selalu terbuka berkesan seperti wanita nakal.Kevin akan duduk bersama dengan Rara dan Vanya tentunya, untuk membicarakan masalah mereka kedepannya dan harus malam ini karena besok pagi Rara diundang untuk sarapan bersama di kediaman orangtua Kevin.“Shittt, ke mana dia,” gumam Kevin dengan emosi karena Rara belum juga mengirimkan lokasinya. Bahkan dihubungi tidak dijawab. Tentu saja tidak akan dijawab, karena ponsel Rara sudah dalam mode silent
Rara menyanggupi perjanjian yang diajukan Kevin semata-mata karena untuk orangtuanya. Keadaan ekonomi yang memaksanya patuh pada perjanjian yang memang berat sebelah. Apalagi hinaan dari Vanya untuknya dan sengaja memperlihatkan kemesraan bersama Kevin. Sungguh Rara sebenarnya muak, tapi dia hanya bisa pasrah. “Pak, sudah selesai ‘kan?” tanya Rara. “Besok pagi, kita akan bertemu Mami dan Papi. Jangan katakan yang aneh-aneh, ikuti saja apa yang aku katakan. Mereka akan mempercepat pernikahan kita.” “Apa?” “Ck, berlagak kaget. Pasti kamu senang ‘kan bisa menikah dengan Kevin. Jadi istri dan menantu keluarga orang terpandang.” Vanya memang bermulut pedas, mungkin karena sifat wanita itu atau mungkin juga karena cemburu. “Kamu sebaiknya istirahat, jangan sampai besok terlihat mengerikan,” titah Kevin mengakhiri perdebatan antara Vanya dan Rara. “Saya nggak mungkin pulang sekarang Pak, ini sudah lewat tengah malam. Bisa-bisa saya dianggap perempuan tidak baik lalu diusir. Susah cari
“Pak Kevin, ini gimana ceritanya. Kenapa kita menikah minggu depan?” tanya Rara lirih. Ada kesempatan untuk bicara berdua, segera Rara konfirmasi masalah yang disampaikan Arka.“Memang kenapa kalau diadakan minggu depan. Kamu tidak perlu persiapan yang gimana-gimana, toh semua ada yang mengurus dan kita menikah bukan atas dasar cinta jadi tidak usah membayangkan akan sebahagia apa rumah tangga kita nanti.”“Bukan begitu pak, saya ….”“Ah, iya. Kamu tidak usah khawatir masalah biaya pernikahan termasuk resepsi. Semua aku yang akan tanggung dan kamu tidak akan menduga berapa banyak biaya yang akan kami habiskan untuk sekedar resepsi pernikahan. Cukup menyiapkan diri sebagai calon mempelai wanita tapi jangan harap menjadi istri yang sebenarnya.”Rara mengepalkan kedua tangan, ucapan Kevin tadi cukup menghina dan merendahkan dirinya. Entah kehidupan apa yang akan terjadi setelah mereka menikah, meskipun hanya sementara. Kevin begitu angkuh, bahkan tidak ingin mendengarkan penjelasan dari
Rara dan Kevin sudah tiba di Juanda International Airport dan sudah hampir jam sembilan malam. Tidak mungkin Rara mengajak Kevin langsung ke rumah sakit menemui orang tuanya, atau ke rumah yang begitu sederhana dan membuat calon suami juga atasannya tidak nyaman.Tanpa menunggu keputusan Rara, Kevin mengajak gadis itu menuju hotel yang tidak jauh dari bandara. Ternyata Sari sudah mengatur baik tiket pesawat dan booking hotel selama Kevin berada di Surabaya. Sampai di hotel, dua kunci kamar sudah mereka terima dan langsung menuju kamar tersebut.“Besok pagi kita sepakati dulu informasi tentang hubungan kita, jangan sampai orang tua kamu curiga,” ujar Kevin ketika mereka berada di lift.“Baik, Pak.”Ternyata kamar Kevin dan Rara bersebelahan, Kevin langsung masuk ke kamarnya tanpa mengatakan apapun. Rara pikir pria itu akan mengajaknya makan malam, apalagi sejak tadi siang belum mengisi perutnya karena sibuk mempersiapkan perjalanan yang mendadak.“Huft.”Rara merebahkan diri di ranjang
“Iya bu, kami memang serius. Ibu dan Ayah harus restui kami,” pinta Rara pada Ibunya sambil merengek manja. Rara menatap Kevin dengan tersenyum, memperlihatkan bahwa keduanya sebagai pasangan yang saling mencintai dan bahagia.Demi kenyamanan ketika mengunjungi Ayah Rara, Kevin pun memindahkan pelayanan perawatan menjadi kelas VIP dengan semua biaya ditanggung olehnya. Tentu saja keluarga Rara merasa bersyukur dengan bantuan Kevin. Sedangkan Rara merasa semakin bersalah karena ada kebohongan di balik kebaikan Kevin. “Temani nak Kevin makan, ini sudah siang Ra,” ujar Ibu yang sedang menyuapi Ayah. “Iya Bu.” Kevin sudah berkenalan dengan Ayah Rara, tapi belum bisa bicara banyak hal termasuk menyampaikan rencana dan maksud menemui pria itu. Menunggu sampai keadaan lebih baik, mungkin besok. Pasangan itu pamit kembali ke hotel, Kevin menunjukkan kepeduliannya dengan memastikan pelayanan yang diterima oleh orangtua Rara adalah yang terbaik. “Sudah sana antar dulu Nak Kevin, nanti so