Share

Part 4 ~ Sekarang

Author: dtyas
last update Last Updated: 2023-08-12 21:31:32

“Pak, ini saya mau diculik ke mana?” tanya Rara sambil mengalihkan pandangan ke luar jendela. Kevin tidak menjawab, perasaan gadis itu makin tidak karuan.

Bagaimana kalau Pak Kevin akan minta ganti rugi dengan hal lain. Menjadi pembantu rumah tangga atau one night stand. Oh Tuhan, aku harus bagaimana. Tidak mungkin aku minta bantuan Ayah dan Ibu untuk bantu ganti rugi, sedankgan mereka menunggu bantuanku juga, batin Rara. 

“Ini kok belok ke restoran sih,” gumam Rara. Ini sebenarnya mau ke mana, kenapa malah ke restoran mewah. Rara menduga Kevin minta ditraktir makan siang. Tentu saja hal ini membuat Rara semakin takut, dia tidak akan sanggup bayar. Tadi pun Rara berniat cari makan siang yang harganya murah.

“Turun!” Kevin melepas seat belt-nya.

Rara bergeming, memikirkan adegan di film yang mana sang pria melepaskan seat belt sang wanita lalu … Stop Rara, kembali ke dunia nyata.

“Pak Saya nggak lapar, kita balik ke kantor aja bicara di sana,” pinta Rara bahkan sambil memohon.

“Aku bilang turun, kamu banyak cakap juga ya. Turun atau bayar ganti rugi, sekarang!”

Rasanya Rara ingin mengumpat karena teriakan Kevin. Dengan cepat gadis itu melepaskan seat belt lalu membuka pintu dan keluar dari mobil. Kalau dipikir, dosa apa sampai dia mendapatkan musibah bertubi-tubi. Harun selingkuh, duit habis dan nabrak mobil pula. Gadis itu mengekor langkah Pak Kevin dan sudah berdiri di depan pintu sebuah ruangan. Sepertinya private room.

“Ah, datang juga dia,” ujar seorang pria paruh baya yang agak mirip dengan Kevin sudah ada di dalam ruangan bersama seorang wanita. Wanita itu masih terlihat cantik di usianya, Rara pun terpukau dengan kecantikannya.

“Eh.” Rara terkejut karena Kevin merangkul bahunya.

“Mih, kenalkan ini Rara. Dia kekasihku,” tutur Kevin.

Rara terbelalak dan menoleh, tapi Kevin malah tersenyum dan meremas bahunya. Sepertinya ini kode agar dia ikut saja dengan apa yang dikatakan oleh Kevin. Mau tidak mau, Rara menyalami orang tua Kevin dan memperkenalkan diri.

“Duduklah!” titah Arka -- papi dari Kevin.

Kevin pun menarik kursi untuk Rara dan gadis itu duduk dengan pelan, seakan takut kalau ada bom yang siap meledak di atas kursi. Pasangan itu menatapnya, meski bukan tatapan tidak suka tetap saja membuat hati Rara ketar ketir tidak karuan. Apalagi saat ini dirinya sedang berbohong, berperan sebagai kekasih Kevin.

Kevin menjelaskan kalau hubungan mereka di kantor sebagai atasan dan bawahan, dan mengakui kalau hubungan mereka belum lama jadi dia belum berani mengenalkan Rara pada orangtuanya.

“Rara, apa yang buat kamu suka dengan putra Tante?”

“Ehm.” Rara menoleh ke samping dan Kevin tersenyum sambil menaik turunkan alisnya.

Rasanya Rara ingin mencakar wajah Kevin yang sok suci. Entah dia harus menjawab apa, karena mereka bukan pasangan sebenarnya. Lebih sulit dari sidang skripsi, karena jawabannya tidak dibahas dalam buku apapun. 

“Jawab saja, tidak usah malu-malu gitu,” sahut Kevin.

“Saya suka Pak Kevin, karena dia dewasa.” Akhirnya Rara membuka suara. 

“Jadi, kamu suka dengan pria yang lebih tua dari kamu?” tanya Tante Mihika -- mami Kevin.

“Iya tante. Dari pada yang muda, kadang labil dan baperan. Lebih baik yang matang, karena lebih menantang.”

Arka terkekeh. “Dia seperti kamu, suka dengan yang lebih tua,” ujar Arka dan dibalas cibiran oleh istrinya.

Pelayan datang menanyakan pesanan, semua menyebutkan pilihan makanan mereka termasuk Rara yang memesan sama dengan pesanan Kevin.

“Apa lagi? Masa kamu suka Kevin hanya karena dia dewasa?”

“Karena … tampan,” ujar Rara malu-malu.

“Kalau itu dunia sudah tahu, aku memang tampan,” seru Kevin sambil menepuk dadanya.

“Yang pasti aku mencintai Pak Kevin tanpa syarat, murni karena perasaan. Bukan karena siapa dia dan ada apanya.” Pernyataan Rara barusan, sukses membuat orangtua Kevin tersenyum dan sepertinya mereka menyukai gadis itu.

“Kevin, Mami suka dengan Rara. Kalian serius ‘kan? Baiknya segera menikah saja deh.” 

Ucapan Mihika membuat Rara yang sedang meneguk air putih pun tersedak. Menikah? Maksudnya dirinya dan Kevin? Alamak, apalagi ini. Wajah Rara langsung panik mendengar permintaan tante Mihika. Kevin menyadari hal itu lalu menggenggam tangan Rara yang ada di atas meja.

“Sabar Mih, segalanya harus dibicarakan dan dipersiapkan. Aku pernah gagal, jadi harus berhati-hati,” ujar Kevin sambil meremas lebih kencang. “Bukankah begitu sayang?” tanyanya sambil menaik turunkan alisnya.

“I-iya.”

Obrolan masih berlanjut, sampai akhirnya Tante Mihika pamit ke toilet dan Om Arka menerima telepon dan menjawab dengan menjauh dari meja di mana mereka berada.

“Pak ….”

“Sstt, cukup setuju dengan apa yang aku katakan. Urusan nanti, biar aku yang urus,” ujar Kevin lirih.

“Tapi Pak, saya nggak mau berbohong. Membohongi orang tua Pak Kevin, seperti membohongi orang tua saya sendiri.”

“Kalau kamu mengatakan yang sebenarnya tentang hubungan kita, bayar ganti rugi mobil saya sekarang.”

Mendengar ancaman Kevin, Rara hanya bisa menghela nafas dan berharap bisa menghilang dari sana tanpa harus pamit pada orangtua Kevin. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, dia berharap tidak berlanjut dengan kebohongan berikutnya dan khawatir kalau kebohongan ini akhirnya terbongkar.

“Bersikaplah seolah kita memang saling cinta. Kamu pernah pacaran ‘kan?”

Rara malas menjawab Kevin dan berusaha untuk tersenyum karena Om Arka sudah kembali duduk dan tante Mihika juga sudah datang lagi.

“Rara, Tante tidak mau ada yang ditutupi atau disembunyikan,” ujar Mihika membuat jantung Rara mendadak berdetak lebih cepat. Mungkinkah Tante Mihika bisa menebak kalau dirinya dan Kevin hanya berpura-pura.

“Kamu tahu ‘kan masa lalu Kevin?”

“Mih, please. Jangan buka kartu dong,” ujar Kevin.

“Memang ada apa dengan masa lalu Pak Kevin?” tanya Rara menatap bergantian Kevin dan tante Mihika.

“Sepertinya kalian harus bicara dari hati ke hati, kalau memang mau serius. Jangan ada hal yang ditutupi sebelum hubungan lebih jauh,” seru Mihika lagi.

Akhirnya Rara menatap Kevin dan benaknya bertanya-tanya apa sebenarnya rahasia masa lalu pria itu. Meskipun dia tidak peduli karena bukan urusannya, siapa tahu bermanfaat di kemudian hari.

“Pak Kevin, ceritakan masa lalu Bapak. Sekarang!" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Bayaran Duda Angkuh   Part 120 ~ Bonus Chapter (End)

    “Mas, aku kok ragu ya.”“Ayolah, sesekali tidak masalah tinggalkan anak-anak. Ada Ibu dan Mamih, juga pengasuh mereka. Aku mau ditemani kamu, sekalian kita honeymoon. Kita belum pernah loh, tahu-tahu sudah punya anak dua.” Kevin memeluk Rara yang sempat terhenti mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawa.Ada kegiatan di luar kota, kali ini Kevin mengajak Rara. Arka sendiri tidak masalah, begitu pun dengan Mihika. Kiya sedang berlibur di Surabaya, bersama eyang -- ibu Rara. Hanya Abimana dan Mihika tidak keberatan kalau bocah itu dititip bersamanya.Apalagi di kediaman Arka ada kedua anak Slamet dan Kamila, membuat Abimana tidak akan jenuh karena memiliki teman sebayanya.“Jangan bawa banyak pakaian, apalagi untuk malam. Aku lebih suka kamu tidak berpakaian,” bisik Kevin.“Masss.”“Aku tunggu di bawah ya, jangan kelamaan aku sudah lapar.”“Hm.”Saat Rara bergabung di meja makan, Kevin dan Abimana sudah siap di kursinya. Terlihat Kevin sedang menjelaskan kalau besok Rara dan dirinya a

  • Istri Bayaran Duda Angkuh   Part 119

    Rara terjaga dari tidurnya. Menggeser pelan tangan Kevin yang memeluk pinggangnya lalu beranjak duduk dan bersandar pada headboard. Masih dengan suasana kamar yang cahayanya temaram, ia mengusap perut yang sudah sangat membola sambil mengatur nafas. Sudah beberapa malam merasakan sakit yang datang dan pergi, sepertinya kontraksi palsu. Namun, kali ini terasa lebih sering. Sedangkan hari perkiraan lahir bayinya masih minggu depan.“Ahhhh.” Rara mengerang pelan. Terdengar suara tangisan Kiya, meskipun ada Nani yang akan sigap sebagai Ibu tentu saja Kiya tidak tega. Beranjak pelan menuju kamar putrinya. Benar saja, Kiya sedang menenangkan putrinya.“Princess bunda kenapa nangis?”“Nda,” panggil Kiya sambil mengulurkan tangannya.Rara tersenyum lalu ikut naik ke ranjang Kiya yang saat ini berumur satu setengah tahun.“Bobo lagi ya, masih malam nih.”“Nda.”“Ssttt.” Rara memeluk Kiya dan menepuk bok0ng bocah itu dengan pelan. “Nani, tolong buatkan susu botol, mungkin dia haus.”Setelah me

  • Istri Bayaran Duda Angkuh   Part 118 ~ Hempaskan Bibit Pelakor

    Rara mendengarkan curhatan adik iparnya mengenai sang suami yang dituduh selingkuh. Sungguh hal yang jauh dari sikap seorang Slamet. Apalagi pria itu terlihat begitu menyayangi Kamila dan putra mereka. Begitu pun kesempatan untuk macam-macam, sepertinya tidak ada.“Aku yakin dia selingkuh kak.” Kamila menyimpulkan setelah dia menceritakan bagaimana sikap Slamet yang dianggap tidak setia. “Iya ‘kan?”“Hm, gimana ya,” gumam Rara.“Gimana apanya?”“Kamila, gini loh. Ketika suami macam-macam, biasanya istri akan merasakan dan melihat perubahan sikap dari sang suami. Misalnya jarang di rumah atau mulai acuh. Kalau aku lihat, Slamet nggak ada indikasi begitu. Lihat saja tuh, dia malah asyik main dengan Kai dan Kiya.”“Ya bisa aja pas di kantor. Aku curiga mungkin saja perempuan itu teman satu divisinya.”“Kamila, curiga boleh ….”“Kak, aku bukan curiga,” ujar Kamila menyela ucapan Rara.Rara kembali mendengarkan ocehan Kamila dan sesekali mengangguk. Saran darinya untuk memastikan kebenaran

  • Istri Bayaran Duda Angkuh   Part 117

    Ada rasa bahagia saat dokter mengatakan kalau Rara sedang hamil dan gejala yang muncul sangat umum untuk awal kehamilan. Tanpa harus mengikuti program kehamilan, ternyata istrinya sudah lebih dulu mengandung. Namun, ada kekhawatiran melihat Rara tergolek lemah karena tidak sadarkan diri.Bahkan saat kehamilan Kiya, Kevin tidak tahu dan tidak mendampingi karena mereka terpisah semenjak ada masalah. Pun saat Kiya lahir, Kevin malah dalam proses pengobatan di Singapura.“Maaf sayang, kali ini aku pastikan akan mendampingi kamu. Apapun yang kamu rasakan kita jalani bersama,” bisik Kevin sambil mengusap kepala istrinya.Akhirnya Rara pun siuman dan terkejut dengan keberadaannya saat ini, bukan di kamarnya.“Mas ….”“Jangan memaksa bangun,” ujar Kevin menahan tubuh Rara agar tetap berbaring.“Aku kenapa Mas?”“Kamu sempat pingsan waktu kita mau pulang. Bukannya aku sudah bilang kalau kamu sakit jangan memaksa untuk ikut denganku.”“Hanya sakit kepala saja Mas. Ayo kita pulang, aku takut Kiy

  • Istri Bayaran Duda Angkuh   Part 116 ~ Adik Untuk Kiya (2)

    Ucapan Mami Mihika mengenai dirinya kemungkinan hamil, membuat Rara resah. Kevin menyangkal karena sering memakai pengaman, meskipun kadang lupa. Sebenarnya tidak masalah walaupun ia hamil, toh Kiya sudah hampir satu tahun. Hanya saja rencana Kevin untuk program hamil tentu saja gagal.“Sayang, hei.” Tepukan di bahunya membuat Rara tersadar dari lamunan.“Ya.”“Are you okay?” tanya Kevin dengan mengernyitkan dahi. Rara hanya mengangguk pelan dan menyadari mobil sudah berhenti di … rumah mereka.“Sudah sampai?” tanyanya sambil melepas seatbelt.“Bahkan Kiya sudah duluan turun,” jawab Kevin. “Kamu yakin baik-baik saja?”“Aku baik sayang, hanya saja tadi aku melamun mungkin. Ayo turun!”Menjelang tidur, pikiran Rara masih terkait antara hamil dan tidak hamil. Untuk memastikan dia hanya perlu tespek atau ke dokter. Masalah datang bulan agak sulit menjadi dasar ukuran karena sejak melahirkan Kiya, periode bulanannya tidak teratur. Seperti bulan ini, yang belum datang juga.“Sayang, besok a

  • Istri Bayaran Duda Angkuh   Part 115 ~ Adik Untuk Kiya (1)

    Banyak berkah dan kemudian menjadi istri dari Kevin Baskara, yang awalnya bukan tujuan Rara kini ia bersyukur dengan segala yang dirasakan. Seperti saat ini, pulang ke Surabaya menggunakan pesawat dengan pilihan kelas bisnis agar Kiya tetap nyaman. Bahkan ketika tiba di bandara, mobil yang memang disiapkan untuk kebutuhan Ibu sudah menjemput.Rumah peninggalan almarhum bapak tidak berubah hanya diperbaiki kalau ada kerusakan, tapi Kevin membeli kavling di sebelah rumah Ibu dan dibangun untuk ia tinggal ketika berkunjung ke sana. Mobil sudah berhenti di depan pagar, Ibu keluar dengan antusias.“Cucu Uti sudah datang, ayo sini gendong sama uti.”Kiya yang dalam perjalanan dipangku oleh pengasuhnya pun berpindah ke gendongan Ib, bahkan tergelak saat Ibu menciumi pipinya.“Ayo masuk, istirahat dulu. Kamu pasti pusing ‘kan turun dari pesawat,” ujar Ibu pada Rara.Rara menganggukan kepala setelah mencium tangan ibunya, lalu menuju rumah mereka. Pak Budi membawakan koper dan tas milik Rara d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status