Share

Ch-7. Peran Antagonis

Ruang santai begitu penuh dengan kehadiran dua keluarga yang berkumpul. Begitu Yuki menampakkan diri, dia bisa melihat tatapan tak senang dari semua orang. 

Kecuali seorang lelaki tua, yang tak lain kakek Dante–Praja Atmaja.

"Duduklah," pinta Praja. 

"Jadi, Tuan Larsson, apa yang Anda inginkan sekarang? Bukankah semalam masalah sudah jelas, jika kami akan memperbaiki nama baik kalian yang tercoreng?" Praja memulai pembicaraan, menatap mantan calon besannya lekat setelah semua orang telah duduk. 

"Seharusnya begitu, tapi Zara, anakku … memilih nama baik kami tercoreng, asalkan dia bisa menagih janji yang Anda ucapkan untuk menikahkan Zara dan Dante." Larsson berkata tegas–mimik wajahnya begitu kaku seolah menyimpan banyak rasa malu. 

"Ayah, benarkah itu? Kalau iya, seharusnya Ayah tidak membiarkan hal ini terjadi. Keluarga Atmaja adalah orang berprinsip yang tidak pernah ingkar janji. Ayah harus menepati janji menikahkan mereka," tutur Chantria menyela. 

Suasana begitu tegang, Yuki yang tidak tenang membuat Aiden menangis. Wanita itu tampak kikuk saat ditatap semua orang, lalu berusaha menenangkan Aiden agar tak rewel lagi. 

"Aku yakin Kakek tidak pernah menjanjikan hal tersebut," ungkap Dante percaya diri–tersenyum tipis. 

"Apa kamu menyebutku pendusta, Dante?" Larsson menatap tajam. 

Dante menggeleng pelan, lalu menoleh pada kakeknya. "Kek." 

Panggilan Dante membuat Praja mengangguk membenarkan. "Aku tidak pernah terlibat dalam urusan perjodohan dengan siapapun." Dia menatap Zara lekat. "Nah, Zara, bisa kamu katakan siapa yang menjanjikan hal itu padamu?" 

Zara salah tingkah–menatap keluarga Atmaja bergantian dengan gugup. 

"Mau itu siapa, mereka tetap keluarga Atmaja. Seharusnya kalian tak saling lempar kesalahan dan menghindar dari janji. Kalian harus bersikap tegas, mengusir istri Dante yang sekarang untuk menjadikan Zara-ku menantu kalian!" bentak Larsson menghardik untuk menyelamatkan sang anak yang tidak bisa bicara. 

Hal ini membuat Dante berdiri. "Tuan Larsson, jika Anda bersikeras memasukkan Zara di keluarga ini, saya jadi curiga Anda memiliki maksud lain. Apakah ini hanya sebatas pernikahan biasa yang Anda idam-idamkan? Atau malah ada maksud terselubung?" 

Suasana tampak tegang seketika. Hanya Praja yang malah terlihat santai–dengan sesekali terkekeh kecil. 

"Dante, jaga sikapmu!" hardik Wira memarahi sang anak. 

Chantria ingin ikut menyela. Tapi, dia terganggu dengan rengekan bayi di sebelahnya. Dia menoleh untuk menatap Yuki tajam, yang masih tak menenangkan bayi–baginya.

"Tak bisakah kamu membuat bayimu terdiam sebentar, hah?" ketus Chantria. 

Yuki merasa bersalah. "Maaf, Ma. Hanya saja bayiku sedang haus dan–" 

"Kalau begitu cepat susui, kenapa malah duduk diam di sini? Kehadiranmu bahkan tak ada gunanya, kamu boleh pergi sekarang!" usir Chantria kesal. 

Yuki menunduk, menyembunyikan sorot kesedihan di matanya. Dia menarik napasnya dalam sebelum kembali bersikap percaya diri. 

"Kalau begitu, ayo Sayang!" ajaknya menatap Dante kemudian. 

Chantria melihat itu semakin jengkel. "Dante harus tinggal, dia masih ada urusan di sini." 

"Maaf, Ma. Hanya saja, urusan anakku lebih penting dari ini," tutur Dante menyela. 

Dia mendekat pada Yuki. "Aiden rewel karena semalam belum minum susu. Kami lupa membawa stok susunya, dan berniat membelinya sebelum Kakek memanggil kami tadi." 

"Membeli susu?" beo Chantria mengerutkan alis. "Kalian memberikan susu formula pada Aiden?" teriaknya nyaring. 

Melihat Dante mengangguk, membuat Chantria semakin berang. Dia bertambah benci pada Yuki dan terus menatapnya dengan sorot mata tajam. 

"Tch, ibu macam apa yang membiarkan anaknya tidak minum asi dan memberikannya susu formula?" sindirnya ketus. "Kamu bahkan tak bisa menjadi ibu yang baik, bagaimana bisa menjadi menantu keluarga Atmaja?" 

"Ma!" keluh Dante. 

Lagi-lagi, Yuki tak bisa membantah. Toh nyatanya dia memang tak bisa menyusui. Lagipula, bagaimana dia bisa menyusui jika Aiden bukanlah anaknya? 

'Andai semua orang tahu?' pikir Yuki. 

Sentuhan lembut di bahu Yuki membuatnya tersadar. Saat menoleh, dia melihat Dante di sampingnya–tengah merangkulnya. 

Seketika hati Yuki menghangat dengan sikap Dante. Dan sikap percaya dirinya kembali. 

"Definisi ibu yang baik bukan hanya diukur dari menyusuinya dengan asi atau tidak. Anda telah salah menilai saya dengan hal itu. Kenapa Anda tak memberikan waktu untuk menjelaskan, jika saya mengalami sebuah kondisi yang tidak bisa memberikan asi pada anak saya? Lagipula, entah baik atau tidak, saya sudah menjadi menantu Anda sekarang!"

Ucapan tegas penuh percaya diri Yuki membuat semua orang tercengang. Tak menyangka wanita yang baru saja masuk di keluarga Atmaja itu, berani menentang nyonya rumah. 

Melihat wajah pias ibunya, entah kenapa membuat Dante senang. Dia bangga pada Yuki yang menjalani peran antagonis di keluarganya. 

"Jadi, Mama, dengar apa yang dikatakan istriku? Aku tak ingin mengulangi semua kata-kata itu. Kami pamit!" tutur Dante, yang langsung merangkul Yuki dan membawanya pergi dari sana. 

"Dante!" Tetapi, Zara tak membiarkan hal itu terjadi. 

Wanita itu tiba-tiba berdiri, dengan sebuah gunting di tangannya yang menancap pada pergelangan tangan kirinya. 

Hal ini membuat semua orang menoleh, dan langsung membelalak lebar. 

"Jika kamu meninggalkanku dan membatalkan perjodohan kita, lebih baik aku mati saja!" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status