Share

Ch-5. Seperti Neraka

"Kamu sudah siap?" tanya Dante melirik ke arah Yuki yang selesai berias. 

Wanita itu tampak anggun dengan gaun santai berwarna peach, rambutnya yang lurus sebahu diurai dengan indah. Make-upnya sangat tipis, tapi itu sudah menonjolkan kecantikannya yang natural. 

Penampilan Yuki benar-benar berbeda, tak seperti kemarin yang terlihat lusuh saat Dante menemukannya. 

Yuki mengangguk, menatap Dante dengan senyum tipis yang dipaksakan. "Aku sedikit gugup."

"Tidak apa, semuanya sudah kita rencanakan. Jika kamu tidak membuat kesalahan, maka tak ada yang mencurigai kita." Dante mendekati Yuki. "Angkat kepalamu, istriku harus menunjukkan sikap yang percaya diri." 

Sepasang insan yang menjadi suami istri bohongan itu, mulai keluar dari kamar bersamaan. Berjalan bergandengan tangan turun menuju ruang makan. 

Bisa Dante rasakan, jika beberapa kali Yuki meremas tangannya. Dia hanya memberikan seulas senyum tipis untuk menenangkan wanita itu.

Meja persegi itu sudah ramai karena seluruh keluarga tengah berkumpul. Melihat Dante dan Yuki yang baru saja datang, perhatian mereka langsung teralih. 

Wira dan Chantria menatap tidak senang. Praja hanya berwajah datar. Hanya Arabella yang bersikap antusias.

"Selamat pagi," sapa Dante memecah suasana.

Dia tersenyum, menggiring Yuki untuk mendekat. Menarik kursi untuk istri bohongannya duduk. Lalu menyusul di sebelahnya kemudian. 

"Hari pertama dan kalian sudah telat? Apa kamu sudah lupa waktu wajib sarapan kita, Dante?" sindir Chantria--ibu Dante--dengan kesal.

"Maafkan aku, Ma. Hanya saja kami terlalu lelah semalam," jawab Dante menimpali–memasang wajah penuh senyuman meskipun hatinya jengkel.

"Ingat ini, Dante, dan bilang pada istrimu juga untuk sudah siap di meja makan jam tujuh pagi," sahut Wira menyela.

"Sudah diam, jangan buat suasana hatiku tidak enak untuk sarapan." Praja menatap semua orang dengan tajam.

Tak ada siapapun yang membantah, mereka langsung memulai sarapan mereka dengan diam. Suasana begitu hening, bahkan terkesan menegangkan dengan adanya masalah yang terjadi.

"Dante, datang ke ruanganku sekarang!" perintah Praja setelah menyelesaikan makannya. Bahkan tak peduli pada Dante yang belum selesai.

"Baik, Kek." Dante melihat Yuki sebentar, sebelum akhirnya beranjak mengikuti sang kakek yang sudah pergi lebih dulu.

Dua lelaki berbeda usia itu berjalan naik ke lantai atas, menuju ruang kerja pribadi. 

Disusul oleh ayah Dante kemudian. 

Sepeninggalan Dante, Yuki sedang terjebak bersama wanita paruh baya yang menjadi mertuanya itu. Dia tak bisa mengelak, ketika ibu Dante membawanya ke ruang santai setelah sarapan berakhir.

"Jadi, dari mana asalmu?" tanya Chantria menatap Yuki penuh selidik.

"Aku dari Semarang, Ma," jawab Yuki tenang, mengangkat kepala dengan wajah penuh senyum. 

Dia mengingat lagi saran Dante, untuk bersikap percaya diri agar tidak mudah ditindas.

"Lalu bagaimana kalian bertemu dan menikah?" tanya Arabella. Adik Dante itu ternyata mengikuti karena tidak ingin terlewat hal menarik tentang kakak iparnya. 

Yuki menarik napasnya dalam, lalu menjawab, "Saat itu aku sedang menjalani study tour di Singapore. Perusahaan travel milik Dante mensponsori pendidikan universitasku. Aku tersesat, dan untungnya Dante menolongku. Kami berkenalan dan akhirnya berkencan. Begitulah sampai akhirnya aku hamil dan Dante menikahiku."

"Manis sekali, seperti cerita di drama-drama Korea yang sering kulihat," puji Arabella dengan wajah yang dibuat mendramatisir.

Tapi tidak dengan Chantria. Wanita itu mengerutkan dahi dalam menatap Yuki. Dia merasa cerita itu tidak masuk akal. "Kapan tepatnya kamu kenal Dante?" tanyanya lagi penuh curiga.

Yuki terlihat diam memikirkan sebentar sebelum menjawab, "Dua tahun yang lalu. Kami berkencan selama tujuh bulan, lalu menikah dan mempunyai anak. Baby Aiden berumur enam bulan sekarang."

Selama berbohong, jantung Yuki berdegup kencang. Dia bahkan menyadari jika tangannya kini berkeringat dingin. Meskipun begitu, dia tetap menahan semua kegugupannya dan bersikap semuanya baik-baik saja.

"Apa kamu tidak tahu Dante mempunyai keluarga? Bagaimana bisa kamu menikah tanpa mengabari keluarga dari suamimu?" tanya Chantria kembali, seolah semua yang dikatakan Yuki masih belum cukup baginya. 

Dia masih ingin terus mengorek, sampai dia benar-benar merasa yakin dan mendapatkan buktinya.

"Aku tahu," jawab Yuki menganggukkan kepala. "Hanya saja, saat itu Dante bersikeras tidak mau keluarganya tahu. Karena Dante bilang kalian semua akan menentang, sedangkan saat itu aku sedang hamil. Dante mengorbankan keluarganya demi diriku dan juga bayiku."

Suasana tegang itu bahkan membuat Yuki tak bisa bernapas dengan normal. Sungguh, dia benar-benar merasa seperti di neraka sekarang. Menginjak bara api yang membakar tubuhnya, tapi dengan mulut terkunci yang membuatnya tak bisa berteriak.

"Itu berarti kak Dante benar-benar mencintaimu, Kakak Ipar. Dia bah--"

"Arabella!" ketus Chantria menyela ucapan sang anak. Wanita paruh baya itu menatap adik Dante dengan tajam. "Pergilah, Mama masih ada urusan di sini."

"Mama, tapi, kan aku berhak tahu! Aku ingin mendengar kisah cinta romantis kak Dante dan kakak ipar yang seperti cerita drama Korea. Mereka seperti peran utama yang dimabuk asmara dan--"

"Perlukah aku menjahit mulutmu itu?" sahut Chantria menyela kembali.

Hal ini membuat Arabella mendesah. Dia mengerucutkan bibir saat beranjak pergi dengan kaki yang menghentak kesal.

Diam-diam Yuki tertawa melihatnya. Dia menutup mulutnya dengan tangan, karena tak ingin mertuanya itu tersinggung dengan sikapnya.

Wanita itu berdehem, mengangkat wajahnya penuh percaya diri saat berkata, "Apa masih ada yang ingin kamu ketahui, Mama? Jika tidak, bisakah aku undur diri? Aku telah meninggalkan Adien lama, dia pasti sedang mencariku sekarang."

Chantria mendengus tidak suka. Dia berpindah tempat untuk duduk di samping Yuki. Wanita paruh baya itu menatap Yuki tajam, dengan tangan terulur mencengkram pipi Yuki. 

"Aku tahu ada yang tidak beres denganmu. Aku akan mencari bukti dan mencari alasan mengapa kamu bisa terlibat dengan anakku. Satu lagi, perlu kamu ketahui jika aku tidak akan pernah merestui pernikahanmu. Aku tetap menganggapmu orang asing yang tak sengaja masuk ke keluargaku."

Mata Yuki terpejam sekilas, saat ibu Dante menghempaskan wajahnya. Dia merasa sakit, bukan hanya fisik tapi juga hatinya akibat penghinaan ibu Dante itu. Meskipun begitu, dia tidak ingin langsung marah. Yuki ingin bermain halus, agar lawannya itu merasa tidak tenang.

Wanita itu tersenyum, lalu bangun dari duduknya sambil terus menatap ibu Dante. Bukannya menyahut tentang ancaman Chantria tadi, Yuki malah bersikap santai dengan berkata, "Apa Mama mau ikut denganku? Mama belum menjenguk cucu Mama."

"Tch! Dasar wanita tidak tahu diri!" decak Chantria menggelengkan kepala–tak percaya sikap tak tahu malu dari menantu barunya itu.

Yuki mengabaikan sindiran itu. Merasa urusannya telah selesai, akhirnya Yuki beranjak dari sana. Dia berjalan penuh percaya diri sampai di tikungan ruangan lain. 

Baru saja dia ingin bernapas lega, dia melihat wanita yang semalam ikut dalam rapat keluarga berjalan ke arahnya menatapnya lekat.

Praktis Yuki menghentikan langkah, yang membuat wanita ikut berhenti. Kini dua wanita yang sama-sama berpenampilan anggun itu saling menatap tajam satu sama lain seperti seekor singa yang mendapatkan mangsa. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status