Share

Istri Bayaran Semesta
Istri Bayaran Semesta
Penulis: Rav

Bab 1

Penulis: Rav
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-02 20:19:57

Suasana di taman rumah sakit begitu tenang dan sepi. Di situlah saat ini Humaira berada, meluapkan segala keluh kesahnya meski tidak akan ada yang mendengarnya. 

"Ya Allah, harus kemana lagi aku harus meminta pertolongan, aku gak mau kehilangan ibu. Darimana aku bisa mendapatkan biaya operasi sebesar itu." Humaira menangis dalam diam disana. Punggungnya bergetar, matanya sudah sembab dengan air mata yang terus mengalir. Dia sudah merasa putus asa sekarang. 

“Saya akan membiayai semua operasi ibu kamu, kalau kamu mau menikah dengan anak saya,” kata Dewi yang saat ini berdiri di hadapannya. 

Humaira segera mengusap air matanya, mendongak siapa gerangan yang berbicara kepadanya. Humaira berdiri kaget sekaligus tak percaya apa yang barusan ia dengar. Baru saja ia menumpahkan keluh kesahnya ada orang yang mau berbaik hati padanya.

“Maksud Anda, apa Nyonya?” tanya Humaira dengan terbata. 

“Saya mendengar semua keluhan kamu, saya bisa bantu kamu asalkan kamu mau menikah dengan anak saya, bagaimana?”

“Ta-tapi Nyonya, saya tidak me—”

Belum sempat ucapan Humaira selesai, ponselnya berbunyi nyaring. Ternyata dari suster yang berjaga merawat ibunya saat ini. Suster mengabarkan kalau operasinya harus segera dilakukan karena kalau terlalu lama mungkin nyawa ibu Humaira tidak akan bertahan lama. 

Humaira segera berpikir cepat. Dengan sangat terpaksa ia menyetujui tawaran Dewi. Yang penting baginya sekarang adalah nyawa ibunya harus tertolong. 

“Baiklah, kalau begitu kita temui dokter sekarang dan saya akan menanggung biayanya,” ucap Dewi. 

Keduanya menemui dokter dan segera mengurus administrasinya agar operasi segera dilaksanakan. Operasi dilaksanakan hari itu juga. Humaira yang menunggu di luar, menanti harap-harap cemas dengan keadaan sang ibu. 

Dewi segera mengirim pesan kepada anaknya agar mau menjemputnya di rumah sakit sekarang. Ia akan memperkenalkan dahulu Humaira yang akan menjadi istrinya nanti. 

“Terima kasih, Nyonya, sudah membantu saya. Ibu saya mungkin tak akan tertolong jika tidak dilakukan operasi secepatnya.”

“Itu juga karena kamu sendiri, saya yang harus berterima kasih kepadamu karena kamu bersedia menikah dengan anak saya.” Dewi tersenyum tipis. Melihat gadis di depannya yang terlihat sangat manis dan berbakti. 

“Kenapa Nyonya ingin sekali menjadikan saya istri anak Nyonya. Padahal saya juga tidak mengenal Nyonya dan anak Nyonya.” Humaira menatap Dewi dengan penuh kebingungan sejak tadi, ia baru bisa mengatakannya sekarang. 

Dewi tersenyum simpul dengan tatapan yang teduhnya, sebelum menjadikannya sebagai istri dari Semesta-anaknya, Dewi sudah lebih dulu mengetahui asal-usul Humaira. 

Dewi yang saat itu hampir terjatuh saat seseorang menyenggolnya, tapi untung saja Humaira saat itu dekat dengannya dan menolongnya. Belum sempat berkenalan dengan gadis itu karena Humaira yang saat itu tengah terburu-buru hingga Humaira tak menyadari wanita yang ditolongnya adalah Dewi yang saat ini berada di depannya. 

Dewi lantas menyuruh asistennya untuk mencari info tentang Humaira. Setelah membaca CV dari Humaira membuat Dewi yakin kalau Humaira adalah gadis yang tepat untuk anaknya agar bisa berubah. 

“Saya memilih kamu karena saya tahu kamu gadis yang solehah dan saya berharap nanti anak saya bisa berubah setelah menikah dengan kamu.”

“Ta-tapi, Nyonya—”

“Jangan panggil Nyonya, mulai sekarang panggil saya Mama, karena sebentar lagi kamu akan menjadi menantu saya.” Dewi lantas memeluk Humaira mengusap kepalanya yang tertutup jilbab tersebut. 

***

Semesta yang saat itu di chat oleh mamanya segera ke rumah sakit, takut jika terjadi apa-apa dengan Dewi. Semesta segera menaikkan kecepatan mobilnya agar sampai di rumah sakit. 

Tiba di rumah sakit, Semesta segera menelpon mamanya. Dewi bilang kalau di berada di ruang UGD saat ini. Kecemasan nampak di wajah Semesta. Lelaki blasteran itu segera mencari keberadaan sang mama. 

Derap langkah semesta melambat setelah melihat Dewi duduk di kursi tunggu ruang UGD. Semesta memanggilnya, “Ma….”

Dewi menoleh mendengar seseorang memanggilnya. “Ta, akhirnya kamu datang juga.”

“Mama tidak apa-apa kan, Mama tidak sakit kan?” Semesta membolak-balikan tubuh Dewi. 

“Mama, nggak apa-apa, Ta. Mama sehat-sehat saja kok.”

“Lalu kenapa suruh jemput kesini?”

“Ada hal yang ingin Mama katakan kepadamu, duduklah.”

Semesta mengikuti mamanya dan duduk di samping Dewi. Dilihatnya di samping mamanya ada wanita berhijab yang sedari tadi menunduk. Semesta tak ambil pusing dengan keberadaan wanita itu. 

“Mama ingin kamu menikah dengan Humaira, wanita pilihan Mama,’ ucap Dewi. 

Sontak saja mata Semesta langsung membulat sempurna. Tiada angin, tiada hujan tiba-tiba disuruh menikah dengan wanita yang tak dikenalnya. 

“Mama apa-apaan sih, aku sudah mempunyai kekasih, Ma. Dan dalam waktu dekat ini, aku berencana akan melamarnya,” sanggah Semesta cepat. 

“Dan, Mama tidak akan merestui jika kamu menikah dengan Alena.” Dewi mengambil tangan Humaira dan mengusapnya pelan. “Humaira yang akan menjadi istri kamu.”

“Tapi, Ma—”

“Kalau kamu menolak, silahkan angkat kaki dari rumah Mama tanpa membawa apapun,” ancam Dewi. 

Semesta menatap nyalang wanita yang ada disamping Dewi dengan penuh kebencian, kedua tangannya sudah terkepal sempurna ingin segera melampiaskannya. 

Humaira perlahan mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Semesta, ia meneguk ludahnya kasar saat tatapan mereka bertemu. 

“Dia calon suamiku?” tanyanya dengan terbata. Humaira tahu betul siapa lelaki itu, seorang CEO muda yang terkenal, wajahnya selalu wara-wiri di layar televisi bersama kekasihnya seorang model. 

“Iya, Humaira. Dia putraku yang akan menjadi suamimu.”

“Aku nggak sudi Ma, punya istri kampungan begitu, apa kata rekan-rekan bisnisku nanti.” Semesta memandang Humaira dengan tatapan jijik, wanita kumal dengan pakaian kebesaran dan tak ada menarik-nariknya. 

Humaira mengepalkan tangannya mendengar lelaki itu menghinanya. Ingin rasanya menyumpal mulut Semesta. Baru bertemu saja sudah menyebalkan apalagi sampai menikah dengannya. 

Melihat Humaira seperti wanita lugu, Semesta mempunyai rencana lain. “Baiklah, saya akan menikahinya.”

Semesta menyetujui perjodohan itu karena ada rencana tersembunyi yang ia rencanakan. Humaira kecewa lantaran Semesta juga mau menerimanya. 

“Baiklah, kalau kalian setuju, setelah ibu Humaira membaik, kalian akan melangsungkan pernikahan. Mama yang akan mengatur semuanya,” kata Dewi dengan sangat antusias dan senang. “Kalau begitu kita pamit dulu ya, semoga ibu kamu segera sembuh.”

Humaira hanya mengangguk saja. Kemudian Dewi beranjak meninggalkan wanita berhijab itu. Semesta masih diam di tempat memandang Humaira sinis. 

“Jangan kamu kira aku menyetujui perjodohan ini, aku hanya ingin menciptakan neraka untukmu karena kamu sudah masuk dalam hidupku, camkan itu Nona Humaira,” ancam Semesta kemudian berlalu menyusul mamanya. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 21

    [Kamu pikir masalah ini selesai? Aku akan pastikan semuanya hancur] Humaira merasakan darahnya berdesir. Ia menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk antara takut dan bingung. “Masalah apa lagi ini?” bisiknya pelan. Ia menggigit bibirnya, jari-jarinya gemetar saat ia menekan tombol untuk membaca lebih lanjut pesan tersebut. Tapi tidak ada apa-apa. Itu hanya satu pesan singkat, tetapi cukup untuk membuatnya merasa seolah-olah udara di sekitarnya menjadi lebih berat. Gagang pintu kamarnya berdecit pelan. Humaira langsung mendongak. Semesta berdiri di ambang pintu, alisnya bertaut melihat ekspresi Humaira yang tampak panik. “Ada apa, Mai?” tanyanya, suaranya dingin seperti biasa, tetapi ada nada curiga yang tidak bisa disembunyikan. Humaira buru-buru mematikan layar ponselnya dan meletakkannya di meja samping tempat tidur. “Nggak ada apa-apa, Mas.” Semesta berjalan mendekat, tatapannya tajam. Ia menyilangkan tangan di dada. “Kamu nggak bisa bohong sama aku. Wajahm

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 20

    “Siapa ini?” tanyanya pada dirinya sendiri, sebelum akhirnya mengetik balasan. Humaira: Maaf, ini siapa? Balasan datang dengan cepat. Pengirim: Kamu akan tahu segera. Pastikan kamu siap. Jantung Humaira berdegup kencang. Pesan itu singkat, tapi cukup untuk membuat pikirannya kacau. Ia mencoba menebak-nebak siapa yang mengirimkan pesan itu. Apakah ini ada hubungannya dengan Semesta? Atau mungkin Alena? Pikirannya terus berputar, tetapi ia memutuskan untuk tidak membalas lagi. Ia meletakkan ponselnya di meja, lalu mencoba mengalihkan perhatiannya dengan membaca buku, tetapi tetap saja pikirannya terganggu. Ketika malam semakin larut, ia berdoa agar siapapun pengirim pesan itu tidak membawa masalah besar ke dalam hidupnya. Ia sudah cukup lelah dengan semua drama yang terjadi akhir-akhir ini. Keesokan harinya, Humaira sedang merapikan ruang kelasnya ketika seseorang mengetuk pintu. Ia menoleh dan mendapati Semesta berdiri di sana, mengenakan kemeja biru polos. “Mas?” tanya

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 19

    “Mas, apa yang sebenarnya Mas inginkan?” suara Humaira terdengar pelan, tetapi tegas. Matanya menatap Semesta dengan penuh perhatian, menunggu jawaban yang mungkin akan menentukan arah hubungan mereka. Semesta terdiam sejenak, ponselnya masih bergetar di saku. Ia tahu siapa yang menelepon. Alena. Tapi kali ini, suara Humaira lebih penting daripada apa pun yang ada di dunia ini. “Aku…” kata-katanya menggantung di udara. Matanya tak lepas dari wajah Humaira. Ia bisa melihat rasa lelah yang terpendam, tetapi juga ada kekuatan besar di baliknya. Humaira tak seperti wanita lain yang pernah ia kenal. Ia tahu, perempuan ini tidak bisa dengan mudah ditundukkan oleh kata-kata manis atau janji kosong. “Mas, kalau hanya ingin mempermainkan aku, lebih baik kita sudahi saja semuanya sekarang,” ujar Humaira lagi, dengan nada yang sedikit bergetar. Ia mencoba terlihat tegar, tetapi hatinya terasa seperti dihujam ribuan jarum. Semesta menghela napas panjang. “Aku nggak mau mempermainkan kamu,

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 18

    "Sebentar saja," potong Semesta, tanpa memedulikan keberadaan Raka.Humaira menghela napas dalam. Ia tahu nada suara Semesta kali ini bukan sesuatu yang bisa ditolak. Dengan berat hati, ia memandang Raka yang masih berdiri di depan ruang guru. "Maaf ya, Pak Raka. Aku harus pergi sebentar," katanya singkat sebelum melangkah mengikuti Semesta.Raka hanya mengangguk, meski jelas ada kebingungan di wajahnya. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa lagi.Semesta berjalan cepat menuju sisi gedung sekolah yang sepi, sementara Humaira harus mempercepat langkahnya agar bisa mengimbanginya. Ketika akhirnya Semesta berhenti, Humaira langsung menatapnya dengan tatapan tidak sabar."Mas, apa sebenarnya yang mau Mas bicarakan?" tanyanya, mencoba menahan nada kesalnya. Semesta tidak langsung menjawab. Ia menatap Humaira cukup lama, seolah sedang menyusun kata-kata di kepalanya. Namun, alih-alih menjelaskan, ia justru bertanya, "Kamu selalu dekat sama dia?"Humaira mengerutkan kening. "Mas maksud siapa?

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 17

    "Kenapa nggak kamu angkat, Mas?" suara Humaira memecah keheningan di ruang tamu kecil itu. Suaranya datar, tetapi ada nada yang tak bisa disembunyikan. Tegang, mungkin. Semesta menunduk sejenak, menatap layar ponselnya yang masih bergetar di atas meja."Ini urusanku," jawab Semesta dingin tanpa menoleh. Ia membiarkan panggilan itu berakhir begitu saja, lalu menghembuskan napas panjang. Tangannya yang besar meraih ponsel itu dan mematikannya tanpa basa-basi.Humaira menghela napas. Ia mencoba tetap tenang, meski pikirannya sudah penuh tanda tanya. Alena lagi. Nama itu terus muncul di antara mereka seperti duri yang tak bisa dicabut. Ia sudah lelah membicarakan ini, tetapi setiap kali Alena muncul, tak bisa dimungkiri, hatinya tetap terusik.“Mas, aku cuma tanya. Kenapa harus marah?” Suara Humaira terdengar pelan, hampir seperti berbisik. Ia tahu, jika ia menaikkan nada suaranya sedikit saja, percakapan ini akan berubah menjadi perang dingin yang lebih besar.Semesta akhirnya menatapnya

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 16

    “Kamu yakin bisa hidup tanpa aku?” Humaira terdiam, menatap Semesta tanpa ekspresi. Pertanyaannya menggantung di udara, seperti menunggu jawaban yang tidak pernah ingin benar-benar didengar. Namun, sebelum ia sempat menjawab, suara klakson motor dari luar memecah kesunyian.“Aku berangkat dulu, Mas.” Humaira akhirnya berkata, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. Tanpa menunggu balasan, ia mengambil tasnya lalu berjalan keluar.Semesta hanya berdiri mematung, menatap pintu yang baru saja tertutup. Ada sesuatu di dadanya yang terasa sesak, tetapi ia tidak tahu apa. Ia meneguk ludah, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa.“Kenapa dia makin aneh?” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Hubungan semakin dinginHari-hari berikutnya terasa semakin hampa di rumah itu. Humaira dan Semesta hampir tidak pernah berbicara. Jika mereka kebetulan berada di ruangan yang sama, suasananya selalu sunyi.Semesta sering pulang larut malam, dan ketika ia pulang, Humaira sudah berada di kamar. Tidak ada sapa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status