Share

Bab 4

Ekspresi Elena sontak berubah, sedangkan Gary langsung menampar pipi Irene dengan kuat.

"Apa maksudmu?! Kamu sudah mempermalukan kami karena kamu menabrak orang hingga meninggal dan masuk penjara. Kamu sudah nggak punya masa depan. Sekarang, apakah kamu ingin merusak masa depan adikmu juga?" seru Gary dengan penuh amarah.

Tatapannya penuh akan kebencian terhadap putrinya ini. Awalnya, saat Keluarga Linardo masih berhubungan dengan Keluarga Susanto, Gary merasa sangat bangga di hadapan kerabat dan teman-temannya. Namun, kemudian, dia dipermalukan seperti ini!

Sebelah pipi Irene seketika terasa sakit. Hanya saja, tatapannya tetap sangat tenang, seakan-akan dia sama sekali tidak peduli lagi.

Dia berkata, "Awalnya, aku hanya ingin membakar dupa untuk Ibu. Tapi, sekarang, sepertinya Ibu juga nggak perlu dikenang di sini lagi. Jadi, aku nggak akan menginjakkan kakiku di tempat ini lagi."

Seusai berbicara, Irene langsung berbalik dan meninggalkan tempat yang pernah dia sebut sebagai rumahnya ini.

Sekarang, tidak ada lagi tempat untuknya di "keluarga" ini.

...

Saat Irene kembali ke kamar kontrakannya, kamarnya gelap, lampunya mati. Saat dia menyalakan lampunya, dia disambut oleh keheningan yang dingin.

Bisa dilihat bahwa tidak ada orang di ruangan sebesar 10 meter persegi ini.

'Apakah Mike sudah pergi?' pikir Irene. Irene pun tiba-tiba merasa hampa. Akhirnya, dia tetap saja sendirian!

Irene tersenyum getir. Saat dia baru saja berbalik dan hendak menutup pintu, dia melihat sebuah bayangan yang sedang berjalan ke arahnya secara perlahan. Dia pun tercengang.

'Itu Mike!' pikirnya.

Michael masih saja mengenakan pakaian lusuh dari kemarin. Dia membawa sebuah kantong di tangannya. Rambutnya yang tebal hampir menutup setengah dari wajahnya, membuat orang tidak bisa melihat tampangnya dengan jelas. Namun, Irene tahu bahwa di balik rambut itu, tersembunyi wajah yang sangat indah.

Apakah orang seperti ini benar-benar gelandangan?

Sebenarnya, Irene sama sekali tidak kenal dekat dengan Michael, dia bahkan tidak mengetahui apa pun mengenai Michael. Dia tahu bahwa menerima Michael di rumahnya adalah sebuah tindakan yang impulsif dan mungkin bisa membawa bahaya, tetapi ... dia tidak bisa mengabaikan pikiran ini.

Mungkin saja, manusia tetap adalah makhluk sosial.

"Aku sudah pulang." Terdengar suara Michael yang dingin dan cuek, tetapi suara ini sangat enak didengar.

Irene tiba-tiba merasa tenggorokannya terganjal, suaranya juga menjadi agak serak. "Aku ... aku kira kamu nggak akan kembali lagi."

Michael menatapnya sambil berkata, "Aku hanya pergi beli makanan."

Irene bergegas memiringkan badannya dan menarik Michael ke dalam kamar. Kemudian, dia menutup pintu dan melihat dua roti di dalam kantong yang Michael bawa.

Irene pun terkekeh, dia merasa seakan-akan dia menjadi jauh lebih tenang.

"Kalau begitu, ayo kita makan bareng nanti. Tapi, sebelum itu, aku ... aku mau membakar dupa untuk ibuku. Ini adalah hari peringatan kematian ibuku," kata Irene sambil mengeluarkan lilin dan dupa yang dia beli tadi, serta sebuah bingkai foto.

Foto itu adalah sebuah foto hitam putih seorang wanita. Wanita di dalam foto tersebut berusia sekitar 30 tahun, terlihat lemah lembut dan baik hati.

Irene membakar lilin dan dupa, lalu membungkukkan badannya tiga kali ke arah foto tersebut dengan dupa di tangannya.

"Ibu, sekarang, aku sudah memulai kehidupan baru. Hidupku sangat baik. Sekarang, aku memiliki sebuah pekerjaan yang baik, gajinya juga cukup untuk menghidupiku. Ibu bisa tenang. Selain itu, ke depannya, aku akan hidup dengan lebih baik lagi ...."

Michael berdiri di satu sisi sambil menatap Irene. Wanita di hadapannya ini tersenyum, tetapi sepasang matanya yang bulat malah berlinang air mata. Gabungan cahaya lilin dan lampu terpantul di wajahnya, terang dan gelap silih berganti.

Alisnya melengkung, hidungnya kecil, bibirnya berwarna merah muda dengan bentuk yang bagus. Dia lumayan cantik, tetapi Michael sudah pernah melihat terlalu banyak wanita cantik. Helen, almarhum calon istrinya, adalah wanita yang sangat cantik. Bagi Michael, tampang Irene juga hanya biasa saja.

Michael sudah melihat informasi tentang Irene, jadi tentu saja dia mengetahui bahwa hari ini adalah hari peringatan kematian ibunya Irene. Irene hanyalah seorang wanita yang baru keluar dari penjara dan bekerja sebagai penyapu jalanan, tetapi dia malah mengatakan bahwa hidupnya sangat baik?

"Terlebih lagi, sekarang ada orang yang menemaniku," kata Irene lagi dengan pelan. Kemudian, dia menoleh dan memandang ke arah Michael. Di bawah pantulan cahaya lampu dan lilin, tatapannya terlihat tenang, tetapi juga sangat senang, seakan-akan dia sangat senang dengan keberadaan Michael. Sesaat kemudian, dia menoleh kembali dan menatap wanita di dalam foto sambil berkata, "Jadi, aku benar-benar hidup dengan sangat baik. Ibu bisa tenang."

Seusai berbicara, dia membungkukkan badannya tiga kali lagi, lalu menancapkan dupa dan berdiri diam sambil menatap foto yang dibingkai itu.

Setelah sekitar 15 menit, dupanya habis terbakar. Irene pun mematikan lilinnya, lalu berkata pada Michael, "Baiklah, aku beres-beres dulu sebentar, lalu aku akan masak sup untuk kita makan malam bersama."

"Ya," kata Michael untuk mengiakan ucapan Irene.

Irene membereskan barang-barangnya dengan sigap, lalu mengeluarkan sebutir telur dan sebuah tomat dari dalam kulkas. Dia memasak sup telur tomat dengan cepat, lalu mereka makan malam dengan masing-masing satu roti.

"Oh ya, Mike, apa pekerjaanmu sebelumnya?" tanya Irene sambil makan.

"Apa pun kulakukan. Kalau ada kerjaan, aku bekerja. Kalau nggak ada, aku cari tempat untuk istirahat," kata Michael.

Istirahat? Berdiam di jalanan seperti kemarin? Mungkin dia juga sudah hidup susah selama ini. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia bisa duduk di pinggir jalan pada malam hari yang dingin?

"Berapa usiamu?" tanya Irene lagi.

"27 tahun," jawab Michael.

"Kita seumuran," kata Irene dengan terkejut. "Ulang tahunmu bulan berapa?"

"Bulan November," jawab Michael lagi.

"Aku bulan Juli. Kalau begitu, aku lebih tua beberapa bulan darimu," kata Irene. "Kamu nggak punya keluarga, aku juga nggak punya keluarga. Bagaimana kalau ke depannya kamu anggap aku sebagai kakakmu dan aku menganggapmu sebagai adikku?"

"Kakak?" Michael tersenyum kecil. Belum pernah ada orang yang berani menjadi kakaknya. Berani sekali wanita ini mengusulkan hal ini tanpa merasa malu?

Jika Irene mengetahui identitas Michael, apakah dia masih berani mengucapkan kata-kata seperti ini?

Namun, justru karena dia tidak tahu, hal ini baru menarik bagi Michael.

"Nggak boleh, ya?" tanya Irene lagi dengan ekspresi sedih.

Saat ibunya meninggal, dia masih berusia tiga tahun. Dia hanya mengetahui bahwa ibunya mengalami keguguran yang tidak terduga dan tidak berhasil diselamatkan. Dia juga pernah mendengar dari kerabatnya yang lebih tua bahwa janin yang sudah enam bulan itu adalah seorang laki-laki dan sayangnya hanya hidup selama sepuluh menit.

Jika bayi itu bisa bertahan hidup, dia akan menjadi adiknya Irene. Mungkin saja Irene tidak akan merasa kesepian seperti sekarang!

"Kamu yakin kamu benar-benar mau jadi kakakku?" tanya Michael tiba-tiba.

Irene sontak mendongak dan menatap mata indah di balik rambut Michael. Mata itu jelas-jelas sangat jernih, tetapi malah membuat orang merasa seakan-akan mata itu dihalangi kabut.

"Ya," jawab Irene.

"Tapi, aku nggak punya tempat tinggal dan pekerjaan tetap. Aku bahkan kesusahan untuk memenuhi kebutuhan hidupku yang mendasar. Kenapa kamu mau menjadi kakakku?" tanya Michael.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status