Share

Bab 6

"Nggak perlu," kata Irene.

Dengan bantuan kekuatan alkohol, Hendrik langsung menerjang ke hadapan Irene dan menampar Irene dengan kuat. "Kalau aku menyuruhmu untuk minum, kamu harus minum. Sekarang, kamu hanyalah seorang pengemis, tapi mau berlagak pula!" kata Hendrik.

Sambil berbicara, Hendrik langsung mengambil botol anggur dan menuangkan anggur ke dalam mulut Irene.

Irene ingin mendorong Hendrik, tetapi seorang pria tentu saja jauh lebih kuat daripada seorang wanita. Terlebih lagi, Hendrik juga dibantu oleh Elena yang berada di sampingnya.

Hendrik pun memuji Elena atas bantuan yang dia berikan, "Elena, memang kamulah yang paling bijak. Nanti, aku akan bicarakan dengan sutradara soal tambahan adegan untukmu."

Mendengar ucapan Hendrik, Elena makin bersemangat. "Terima kasih, Tuan Hendrik. Kakakku masih kurang bijak, mohon pengertian Tuan Hendrik."

Irene tidak tahu sudah berapa banyak anggur yang dia minum. Toleransinya terhadap alkohol memang rendah. Sekarang, dia mulai merasa mabuk. Dia berusaha keras untuk mengendalikan kesadarannya yang tersisa. "Aku ... aku harus pulang ...."

"Baiklah, aku akan mengantarkanmu pulang nanti," kata Hendrik sambil merangkul Irene.

Wanita di hadapannya ini bukanlah wanita tercantik yang pernah dia lihat. Namun, saat dia memikirkan bahwa wanita ini dulunya pernah berpacaran dengan tuan muda dari Keluarga Susanto, Hendrik tidak bisa menahan nafsunya.

Pada saat ini, ponsel Hendrik tiba-tiba berdering.

Awalnya, dia berencana untuk langsung mematikan panggilan itu. Namun, begitu dia melihat layar ponselnya, dia tetap menerima panggilan dari si sutradara.

Alasannya terutama karena sutradara ini adalah kakaknya dan dia bisa menempati posisi asisten sutradara berkat kakaknya ini.

Namun, tidak lama setelah Hendrik menerima panggilan ini, dia seperti langsung tersadar. Wajahnya memucat dan bahkan napasnya terasa berat.

"Nggak mungkin ... nggak mungkin. Dia, dia ... dia hanyalah seorang petugas kebersihan, dia bukan siapa-siapa. Kalaupun dia dulunya pernah berpacaran dengan Martin, sekarang Martin juga sudah bertunangan dengan wanita lain dan sama sekali nggak memedulikannya lagi," kata Hendrik. Kalau tidak, bagaimana mungkin Martin bisa membiarkan mantan pacarnya menjadi seorang petugas kebersihan?

"Intinya, jangan sentuh wanita ini. Selain itu, biarkan dia pergi dengan aman. Biar kuberi tahu, Bos meneleponku dan memberi instruksi ini. Bos juga berkata, kalau malam ini wanita ini benar-benar terkena masalah, besok kru film kita akan dibubarkan. Sedangkan kamu, nggak akan bisa hidup di Kota Cena lagi ke depannya," kata Ricky, si sutradara. Begitu dia teringat akan peringatan bosnya yang serius tadi, dia pun merinding ketakutan.

"Nggak mungkin. Sudah investasi ratusan miliar, tapi kita akan dibubarkan?" Hendrik berkata dengan nada tidak percaya, "Siapa wanita ini sebenarnya?"

"Aku nggak tahu. Intinya, kamulah yang memulai masalah ini. Kalau kamu berani menyentuh ujung rambutnya saja, aku akan menghabisimu!" kata Ricky dengan kejam. "Bagaimana keadaannya sekarang? Baik-baik saja, 'kan?"

Hendrik merasa serba salah. Dia tidak berani mengatakan bahwa dia sudah menampar Irene dan bahkan memaksa Irene untuk meminum setengah botol anggur merah.

Pada saat ini, Irene berjalan terhuyung-huyung ke arah pintu ruangan, tetapi Elena malah pergi menghalanginya. Dia rela mengorbankan kakak tirinya demi kesuksesannya sendiri.

Tak disangka, Hendrik langsung menerjang ke arahnya dan menamparnya dengan kuat. Badan Elena pun sempoyongan dan hampir terjatuh ke lantai.

"Kenapa kamu menghalanginya?!" Pada saat ini, Hendrik merasa murka terhadap Elena. Jika bukan karena Elena, dia juga tidak akan terlibat dalam masalah ini!

Dengan ekspresi terkejut, Elena melihat Hendrik membuka pintu dengan hormat dan membiarkan Irene keluar dari ruangan. "Tuan Hendrik, apa ..." kata Elena.

Namun, Hendrik langsung bertanya dengan suara keras, "Kamu mau mencelakaiku, ya? Siapa kakakmu sebenarnya? Siapa orang hebat yang mendukungnya?"

Elena pun kebingungan. Orang hebat? Apakah ada orang hebat yang membantu Irene dari belakang? Mengapa dia tidak mengetahuinya?!

Pada saat ini, Irene berjalan terhuyung-huyung ke luar ruangan. Pengaruh alkohol membuatnya susah berjalan, pandangannya juga makin kabur.

'Harus pulang ... aku harus cepat pulang,' pikir Irene. Sangat berbahaya jika dia berkeliaran di luar dalam keadaan mabuk seperti ini!

Kesadarannya berusaha untuk memberitahunya jalan pulang, tetapi tubuhnya seperti tidak bisa dikendalikan.

'Aku ... aku harus ke mana ... ke arah mana ...' pikir Irene lagi.

Sebuah sosok yang kabur memasuki pandangannya. Sosok itu membuatnya merasa akrab dan tenang, seakan-akan keberadaan sosok itu membuatnya aman.

Selangkah demi selangkah, Irene berjalan menuju sosok itu. Dengan susah payah, dia akhirnya tiba di hadapan sosok itu dan mengangkat kepalanya untuk menatap sosok itu. Matanya sudah kehilangan fokus, tetapi seulas senyuman lega tersungging di bibirnya. "Mike ...."

Kemudian, matanya yang dia paksa untuk terus terbuka akhirnya terpejam, tubuhnya yang terhuyung-huyung juga terjatuh.

Michael menangkap tubuh Irene dengan satu tangan, lalu menatap pipi merah wanita di pelukannya ini. Jari tangannya mengelus jejak tamparan yang jelas di wajah Irene dengan pelan dan tatapannya pun menjadi dingin.

"Tuan Michael." Charles menyimpan ponselnya dan menjelaskan situasi yang baru saja dia ketahui itu dengan hati-hati, "Nona Irene sepertinya dipaksa untuk meminum anggur merah, lalu ditampar di wajahnya."

"Oh ya? Tangan yang memukulnya harus dihancurkan," kata Michael sambil langsung mengangkat Irene ke dalam mobil.

Charles pun tersentak. Apakah Michael akan membela Irene? Dulu, saat calon istri Michael meninggal pun Michael tidak melakukan apa pun untuk wanita itu. Sedangkan sekarang, demi pelaku kecelakaan lalu lintas itu, dia malah ....

Di dalam mobil, Michael hanya merasa bahwa bekas tamparan di wajah Irene membuatnya merasa sangat terganggu. Bagi Michael, jelas-jelas Irene hanyalah sebuah permainan. Namun, mengapa Michael merasa begitu tidak senang melihat Irene dipukul seperti ini?

Apakah karena simpati? Sejak kapan dia bisa merasa simpati pada orang lain?

...

Saat Irene terbangun, dia melihat langit-langit kamar kontrakannya dan ... sebuah wajah yang familier.

"Mike!" seru Irene sambil tiba-tiba membangkitkan tubuhnya. Alhasil, kepalanya berdenyut dan kesakitan. Dia pun menarik napas untuk menenangkan dirinya dan bertanya, "Bagaimana ... bagaimana aku bisa pulang? Jelas-jelas aku di kelab ...."

Adegan yang terjadi di ruangan itu terputar kembali dalam benaknya, ekspresinya pun perlahan-lahan menjadi masam.

"Aku melihat Kakak di depan pintu kelab, jadi aku membawa Kakak pulang," kata Michael.

"Tapi aku nggak pernah memberitahumu ke mana aku pergi," kata Irene.

"Saat Kakak menerima panggilan itu, aku mendengar alamatnya dari samping," kata Michael. "Apakah Kakak mau minum air? Mungkin Kakak bisa merasa lebih baik."

Dia menyodorkan segelas air hangat pada Irene, Irene pun merasa lebih baik setelah minum beberapa teguk air.

"Saat aku mabuk, aku nggak melakukan hal-hal aneh, 'kan?" tanya Irene.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status