“Kau lihat tadi? Pengantin wanitanya diganti. Si bisu malah menikah dengan putra haram Braxton Dyazz yang berandalan dan pengangguran. Sungguh kasihan!”
“Ya, kau benar. Tapi dari dulu aku sudah tak percaya jika Miranda akan benar-benar merestui putra satu-satunya menikah dengan Savanah yang bisu. Kau tahu kan, Moreno itu ahli waris mereka.”
“Ck! Tentulah, seorang Miranda mana mungkin menerima menantu cacat seperti itu. Aku tidak terlalu terkejut saat tadi melihat Savanah malah menikah dengan si pengangguran yang berandal itu. Mereka memang pasangan yang cocok.”
Savanah terhenyak ketika sayup-sayup mendengar bisik-bisik orang-orang itu.
Hatinya kembali tergores ketika dia disebut sebagai si bisu, lalu dianggap cocok menjadi istri dari Storm hanya karena Storm berandalan dan pengangguran. Begitu pun sebaliknya.
"Astaga mulut mereka itu, benar-benar ya?!"
Brianna, rekan kerja Savanah di Paradise Cakery, sebuah toko kue terbesar dan paling terkenal di kota mereka, tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingnya.
"Jangan pedulikan mereka, Sav. Mereka hanya mampu membicarakan kebobrokan orang lain, tapi kebobrokan sendiri tidak bisa mereka sadari."
Briana adalah sahabat Savanah. Seperti belahan jiwa, dia selalu ada saat Savanah terpuruk, menemani, menghibur, dan mendoakan Savanah.
Savanah lalu mengangguk dan menggerakkan jarinya. Brianna mengerti cara membaca bahasa isyarat Savanah, hanya dia tidak lancar berbicara dengan jari-jarinya. Jadi, biasanya Savanah akan bicara dengan bahasa isyarat dan Briana membalas dengan suaranya.
"Kau benar. Mereka keterlaluan. Dan aku sungguh tak menyangka Milka akan setega itu padamu, padahal kaulah yang membantunya sehingga dia bisa bekerja pada Miss Georgina."
Savanah mengangguk lagi dengan menahan geram di dadanya.
Benar kata Brianna. Savanah telah bekerja di Paradise Cakery selama tiga tahun. Dan ketika setengah tahun lalu Milka mengetahuinya, sepupunya itu terus membujuk Savanah agar bersedia memberikan rekomendasi pada Baker Kepala, yaitu Miss Georgina, agar mau menerima Milka sebagai salah satu pegawai di sana.
Savanah akhirnya merekomendasikan Milka. Dan karena Miss Georgina sangat menyukai hasil kerja Savanah sebagai Senior Assistant, maka Miss Georgina pun bersedia memberikan kesempatan pada Milka sebagai Junior Assistant.
Setiap kali mengingat ini, kemarahan di dada Savanah semakin membara. Setelah dia membantu Milka mendapatkan pekerjaannya, sepupunya itu tidak menunjukkan rasa tahu diri yang cukup.
Milka malah mempermalukannya di pesta pernikahannya sendiri. Di pesta sebesar ini, yang mana seluruh staff Paradise Cakery hadir atas undangannya, dan hampir seluruh kalangan atas penduduk kota ini hadir sebagai tamu. Semua itu atas undangan pernikahannya dengan Moreno, bukan Moreno dan Milka.
Untuk saat ini, Savanah tidak terlalu memikirkan pandangan penduduk kota, sekalipun dia menjadi bahan cibiran.
Savanah lebih meresahkan bagaimana dia harus menghadapi rekan kerjanya besok ketika cuti menikahnya telah habis. Milka sudah memaksanya merasakan semua rasa malu ini untuk dia tanggung.
“Kau ingat ada apa akhir musim panas ini?” Seakan mengerti apa yang Savanah pikirkan, Brianna pun bersuara lagi.
Savanah mengangguk lalu menjawab lewat gerakan jarinya.
{Tentu saja aku ingat. Ada penilaian intensif dari Miss Georgina. Staff dengan performance terbaik akan mendapatkan insentif yang besar serta promosi jabatan!}
“Betul! Selama enam bulan ini, Milka tidak mengalami progress yang berarti. Dia sulit diajak bekerja sama. Dia sulit menerima perintah. Selama ini kita telah terlalu baik dengan menutupi ketidakbecusannya dalam bekerja.
Selama ini juga, aku sudah merasa dia hanya memanfaatkanmu saja. Dan sekarang semuanya sudah terbukti.
Mulai besok, bagaimana kalau kita buat perhitungan dengannya? Kita akan membuatnya mengingat di mana posisinya 6 bulan lalu. Kita akan membuatnya menyadari bahwa dia tidak ada apa-apanya jika bukan karena kau, Sav!
Savanah menatap kedua mata biru Brianna. Terpancar kilat dendam yang menyala-nyala. Kilat yang sama juga memercik di kedua manik keperakan Savanah.
Dengan itu, Savanah mengangguk mantap. Dia memang akan membuat perhitungan dengan Milka! Dan Brianna sudah memberinya ide.
Trin, trin!
Deru mobil yang berat terdengar dan ... sebuah Jeep dengan lumpur kering di beberapa bagian body mobil berhenti di hadapannya.
Savanah menatap Jeep itu lalu dari dalamnya muncullah Storm yang menuruni mobil.
“Ayo!” katanya seraya turun dan menghampiri Savanah.
Melihat dirinya telah dijemput pria yang baru saja menjadi suaminya, Savanah pun memberi kode pada Brianna bahwa dia akan pulang.
Sahabatnya itu mengangguk lalu melambaikan tangan.
Storm mulai mengangkat ekor gaun Savanah yang sepanjang dua meter, lalu membantu wanita itu menaiki mobil. Setelahnya, Storm memutari mobil untuk kembali ke balik kemudi.
Saat itulah Savanah juga sempat melihat ibunya Milka dan ibunya Moreno yang memandang ke arahnya dengan tatapan meremehkan Jeep berdebu Storm.
Termasuk juga Moreno dan Milka yang ketika menaiki mobil, sempat terkekeh angkuh melihat mobil yang dibawa Storm untuk menjemput pengantinnya adalah Jeep penuh debu.
Sudah Jeep, berdebu pula. Sungguh miris! Begitu yang Savanah perkirakan penilaian yang muncul di benak mereka.
Namun, yang lebih miris adalah beberapa tamu wanita sosialita yang tadi sempat mengatai Savanah dan Storm, kini semuanya ikut melirik ke arahnya.
Dari cara mereka menatap ke arah Savanah dengan tangan saling menutupi mulut masing-masing, juga dari gelagat tawa mereka yang terlihat geli memandangi Savanah, tentu saja Savanah tahu dia kembali menjadi buah bibir di antara mereka.
Bhamp!
Bantingan pintu mobil bagian tempat duduk Storm mengejutkan Savanah sampai-sampai kedua bahunya terloncat kaget dan jantungnya hampir copot rasanya.
Begitu pun juga para wanita penggosip di depannya.
Savanah menoleh pada Storm dan melihat pria itu menatap sengit dan begitu tajam pada wanita-wanita di sana, terutama pada ibunya Moreno dan ibunya Milka.
Pria itu terlihat ingin meremukkan tulang belulang mereka.
Mereka yang mendapatkan hadiah tatapan sengit itu pun langsung terdiam dan membuang pandangan ke arah lain. Dalam sekejap mereka tidak berani saling mengobrol lagi.
“Dah, Sav! Ingat rencana kita besok! Kita harus tunjukkan padanya bahwa dia tak bisa memperdayamu, Sav!” seru Brianna seraya melambaikan tangannya ketika Jeep Storm mulai melaju pergi.
Savanah kembali mengangguk mantap. Tentu saja, dia takkan membiarkan Milka begitu saja kali ini.
“Sekolah yang baik, ya!” Storm memeluk satu per satu anak-anak ketika mengantarkan mereka ke gerbang sekolah.“Dah, Daddy, dah Mommy! Dah Aspen! See you all!”Sky dan River menyahut ceria karena hari ini mereka diantar sekolah oleh daddy dan mommy bersama-sama. Rasanya senang sekali.Setelah kedua bocah itu tak terlihat lagi dari depan gerbang sekolah, Storm pun merangkul Savanah menuju mobil.Aspen berada di genggaman tangan Savanah.“Kita akan ke rumah baru. Oliver menunggu di sana.”Savanah mengangguk lalu tersenyum.Dengan mengikuti share loc dari Oliver, Storm melajukan mobilnya.Mereka berhenti di depan sebuah perumahan mewah yang memiliki keamanan tingkat tinggi di sana.Security terlihat berjaga di depan pos perumahan.Dan Oliver sudah menunggu di sana dengan mobilnya.“Ini bos saya,” kata Oliver pada security di sana.Mereka mengangguk lalu mempersilakan mobil Storm lewat.Savanah menatap kagum pada tempat itu. Setiap rumah yang mereka lewati terdapat beberapa lantai dan sang
Savanah memeluk Storm dari belakang, mengalungkan lengannya di leher Storm, lalu berbisik lembut, “Redakan amarahmu. Langit sudah gelap, tidak baik menahan marah sampai esok hari.Kita akan membekali Sky, River, dan Aspen dengan pembelajaran bahwa jika ayahmu mendekati mereka lagi, lalu mengajak pergi bersama, mereka harus pastikan bahwa kita berdua ikut, atau setidaknya diberitahu.”Selesai berbisik, Savanah menciumi tengkuk pria itu agar amarahnya sedikit teralihkan.Benar saja, Storm mulai meletakkan ponselnya lalu memanjangkan lengannya ke arah belakang dan merangkul leher Savanah. Dia lalu membawa sang istri ke depan dan kini posisi Savanah yang didekapnya dari belakang.Seakan hasrat sudah mengambil alih, kini giliran Storm yang menciumi tengkuk Savanah setelah dia menyampirkan rambut panjang Savanah ke bahu kiri sang istri.Leher putih, mulus, dan jenjang itu begitu menggoda, membuat kemarahannya pun sedikit mereda digantikan hasrat yang mengembang apalagi rasa frustrasinya tad
Savanah menatap Braxton yang menjawab tanpa rasa bersalah sama sekali. Pria itu malah terkesan menikmati kekesalan dan kekhawatiran Savanah.Tidak tahukah dia bahwa Savanah begitu khawatir pada River sampai-sampai dia tidak nafsu makan, bahkan tidak mengingat bagaimana Sky dan Aspen makan malam tadi. Apakah mereka makan dengan benar, dengan cukup? Atau malah mereka hanya memainkan makanan mereka?Andai bisa, Savanah rasanya ingin meninggalkan Braxton tanpa kata sama sekali dan langsung membawa anak-anak dan keluarganya masuk. Biarkan saja dia merasa tidak dianggap.Tapi ada ayah dan ibunya yang turut mendelik tajam pada Braxton. Hanya saja pria itu seakan tidak menganggap kekesalan mereka semua dengan serius. Braxton malah membiarkan wajahnya terlihat senang seperti tak ada rasa bersalah pada Savanah dan yang lainnya.Dia menunjuk sekotak hadiah besar yang dipegang River.“Kakek kenapa mengajak River jalan-jalan tidak izin dulu dengan mommy dan daddy? Asal kakek tahu, Mommy dan Daddy
Storm marah. Dia pun mengajak Savanah dan anak-anak untuk segera pulang. Perjalanan yang tadinya terasa menyenangkan dengan berjalan santai bersama, kini terasa terlalu panjang seakan tak berujung.“Mommy, kenapa dengan River? Bukankah kata Mommy, kakek Braxton adalah ayahnya daddy? Mungkin saja Kakek Braxton sedang bermain bersama River.”Celotehan Sky membuat Storm terperangah. Savanah pun ikut kehilangan kata-katanya.Mereka berpandangan dan merasa sulit untuk menjelaskan pada Sky.Sudah jelas Savanah tidak ingin menjelekkan Braxton di depan anak-anak mereka. Biar bagaimanapun Braxton adalah ayahnya Storm. Tidak baik jika dia menjelekkannya di hadapan anak-anaknya.Dan sekalipun Storm tidak peduli jika sifat asli ayahnya dikuak di depan anak-anaknya, dia tetap tidak menyalahkan Savanah. Storm menghormati keputusan Savanah untuk tetap menjaga image ayahnya.Storm juga mengerti jika dari sudut pandang anak-anak, mereka masih sep
“Hei!” seru Braxton menyapa Sky dengan senyum ramah.Pria itu mengambilkan bola yang menggelinding lalu memberikannya pada Sky.“Kakek? Terima kasih.” Sky mengambil bola yang disodorkan.Braxton pun mengangguk senang dengan mata berbinar-binar.Sky lalu berbalik hendak kembali, tapi dia berhenti sejenak lalu berbalik lgi menghadap Braxton.“Kakek ... ayahnya daddyku, bukan?” tanyanya dengan polos.Hanya pertanyaan sederhana tapi Braxton terharu. Ternyata Storm masih menceritakan jati dirinya dengan benar pada anak-anaknya.“Iya, aku kakekmu.”Sky lalu tersenyum padanya dan merentangkan tangan. Braxton terkesiap melihatnya dan segera membungkukkan tubuh agar bisa dipeluk Sky.“Aku senang karena masih memiliki kakek. Jadi sekarang, kakekku ada dua. Kakek Zach dan kakek.”Braxton begitu tersentuh sampai-sampai air matanya menetes. Hatinya kembali berat ketika Sky melepaskan pelukan mereka.“Dah, Kakek. Aku mau bermain lagi.” Sky melambaikan tangan dan berlari pergi.Bergeming di tempatny
Siang yang santai, Storm mengajak anak-anak dan Savanah untuk berjalan-jalan santai sedikit jauh dari rumah. Mereka melwati pohon-pohon dengan daun yang sudah berubah beberapa warna, yang juga berguguran di jalanan.Warna kuning, merah, lalu coklat, menjadi dominan di pepohonan, menggantikan daun hijau yang menghias musim panas yang lalu.Suhu udara juga turun cukup banyak di musim gugur ini sehingga berjalan di siang hari adalah waktu yang tepat. Lagipula, siang hari menjadi lebih pendek, dan langit menggelap di sore hari.Storm merangkul Savanah yang perutnya kini sudah cukup besar. Jaket dan syal melingkupi tubuh Savanah yang kini seahri-hari mengenakan dress longgar demi kenyamanan perut besarnya. Storm sendiri hanya mengenakan sweater lengan panjang yang tidak terlalu tebal serta celana jeansnya yang berwarna biru muda, kesukaannya.Sky berjalan di depan mereka mendorong sebuah stroller yang akan ditempati Aspen jika bocah itu lelah.“Di ujung sana ada taman bermain, Daddy. Boleh