Entah sudah berapa hari Valerie dikunci di dalam kamar pengap yang kecil itu. Dia bahkan tidak tahu apakah ini siang atau malam. Sudah berapa kali kah hari gelap dan terang? Valerie hanya bisa melihat tembok di sisi kiri kanan juga pintu yang selalu tertutup sempurna. Bahkan makan pun dia tidak diberi, sehingga Valerie menjadi sangat lemas. Ini kah siksaan yang disebutkan oleh lelaki tak dikenalnya itu? Kenapa dia menyiksa seseorang sangat mengerikan?
Niatnya datang ke kota ini hanya ingin mencari pekerjaan agar bisa mengumpulkan uang untuk perobatan adiknya yang sakit kanker. Dia bukan menipu, apalagi berharap disiksa seperti ini. Valerie tidak mengerti kenapa ada lelaki kejam yang tega membuatnya seperti ini.
“Nikcy, maafkan kakakmu,” bisik Valerie, membayangkan wajah adik yang pasti tengah menunggu kabar darinya. Anak berusia empat belas tahun itu, akan seperti apa nasibnya di rumah sakit? Dia kembali menangis, merasa sangat bersalah pada adiknya. “Andai semua tidak seperti ini.”
Kala itu pintu di depan sana dibuka dari luar. Bahkan Valerie sudah tak ingin melirik siapa yang datang melihatnya. Tangan pucat yang semakin kurus itu dia jadikan memeluk dua kaki di depan dada, untuk menutupi bukitnya yang tidak mengenakan pakaian. Selimut sehelai pun tidak disediakan untuk menggantikan bajunya yang kemarin dirobek paksa.
“Nyonya, berdiri lah. Kau harus segera mandi,” kata suara yang datang dari sebelah kirinya.
Valerie melirik ke samping. Dua gadis berpakaian pelayan yang tampak masih seusianya, berdiri tidak jauh dari sisi ranjang. Di tangan mereka terlihat sebuah pakaian berwarna merah maroon, dan cukup bagus.
“Apa lagi? Kalian akan menyiksaku dengan pakaian bagus itu?” Valerie mendengus.
Sejak kemarin dia hanya mendapat siksaan di kamar itu. Lelaki yang menyebut dirinya sebagai Jupiter, berulang kali datang hanya untuk memberi tamparan dan cambuk dari sabuknya. Jupiter terus memaksa Valerie mengembalikan sejumlah uang, sementara Valerie tidak merasa memilikinya.
“Katakan pada tuan kalian, aku tidak memiliki uangnya. Aku hanya gadis miskin yang datang dari desa.” Mata cantik keabu-abuan itu kembali menitikkan bening hangatnya.
Uang apa yang akan dia berikan? Untuk perobatan adiknya saja pun, dia harus menguras tenaga bekerja serabutan selama ini.
“Nyonya, bukan seperti itu. Tuan ingin kami mempersiapkan Anda untuk pergi ke suatu tempat,” sahut si pelayan yang satunya.
Ke neraka? Apakah mungkin neraka yang disebutkan lelaki itu masih lebih mencekam daripada tempat ini? Valeri merasa ketakutan tapi sebuah senyum hambar muncul di bibirnya.
“Katakan saja dia membunuhku di sini, tak perlu membuatku terlihat bagus untuk menemui ajal.”
“Jadi kau benar ingin mati?” Suara yang rendah namun berat terdengar bersamaan dengan pemiliknya berdiri di ambang pintu. “Baik. Karena kau sudah sangat ingin mati, maka aku akan mengabulkan permintaan itu.” Dia bergerak lamban dan menyuruh dua pelayan meninggalkan mereka.
Benarkah dia akan membunuh Valerie? Tak dia pungkiri sangat ketakutan melihat lelaki yang kini semakin dekat padanya. Tubuh ringkih itu gemetar dan tangannya saling mengepal, berharap itu bisa memberinya sedikit kekuatan. Dengan sisa tenaganya Valerie berusaha menggeser duduknya ke sisi ranjang yang lain, tapi Jupiter dengan cepat melompat ke atas ranjang.
Dia menindihnya. Seakan menindih adalah hal yang menyenangkan bagi lelaki kasar dan gila ini. Valerie menutup dadanya untuk tidak bersentuhan langsung dengan milik si lelaki, menatap mata Jupiter dengan sorot memohon yang sangat iba.
“A-apa yang kau lakukan? Kau bisa benar-benar membunuhku,” kata gadis itu dengan suara gemetar. Napasnya sesak, tubuh ringkih yang tidak makan berhari-hari itu terasa akan remuk oleh dada bidang si lelaki.
“Kau pikir kematianmu akan segampang itu, Megan? Tidak akan kubiarkan sebelum aku puas menyiksamu lahir dan batin!”
Kurang kah siksaan ini? Tidak cukup kah semua luka memar dari sabetan sabuknya? Valerie ingin merontah, mendorong tubuh si lelaki dari atasnya. Tapi sisa tenaga dan keberaniannya tidak cukup bahkan untuk menggerakkan jari. Dua mata bulat itu tidak tenang di tempatnya, was-was menunggu apa yang akan dilakukan lelaki yang kini menatapnya cukup lama.
Apa yang ada di pikiran lelaki ini? Sorotnya sangat menakutkan tapi dia termenung sangat lama sehingga Valerie semakin gemetar. Apakah dia berniat ingin memerkosa? Mungkinkah itu sebabnya lelaki ini menyuruh pelayan memandikan dirinya, agar terlihat segar untuk ditiduri?
Lihat lah dia terus menatap dada yang menjulang, seakan ingin menerkam Valerie. Mata Valerie semakin membulat dan dadanya bergemuruh di dalam sana.
“Ja-jangan lakukan itu, Tuan. Kau boleh membunuhku tapi tidak untuk menyentuh tubuhku lebih jauh,” bisiknya, semakin pelan suaranya di akhir kalimat.
Menyentuh tubuhnya? Jupiter merasa sangat jijik dengan keluguan yang ditunjukkan gadis ini. Bukankah dulu dia sendiri yang mengatakan tidak bisa hidup tanpa sentuhan lelaki? Sebenarnya ... untuk apa dia terus berpura-pura? Jupiter bangkit dengan cepat dan mencengkram kedua tangan Valerie.
“Tubuhmu? Tubuh menjijikkan itu sangat berharga menurutmu? Mari kita lihat seperti apa tubuh sialan itu sekarang.”
Dengan sekali sentakan Jupiter berhasil menyeret Valerie turun dari ranjang, dan langsung memaksanya masuk ke kamar mandi. Tangannya yang besar mendorong punggung Valerie, sehingga gadis itu hampir saja terbentur ke tembok kamar mandi. Valeri semakin ketakutan membayangkan hal yang dipikirkannya akan segera terjadi.
"Jangan memerkosaku! Kau tidak boleh melakukan itu pada perempuan yang tidak bersalah. Kumohon ... jika kau tetap menganggapku adalah Megan, silakan kau bunuh saja aku," katanya, diiringi isakan tangis.
“Buka seluruh pakaian yang masih menempel di tubuhmu!"
Ya Tuhan ... dia sama sekali tidak peduli dengan permohonan Valerie. Gadis itu lantas berlutut di atas kedua kakinya, dengan dua tangan yang disatukan di depan dada. Valerie tidak keberatan bahkan untuk menyembah di depan Jupiter.
"Kumohon, Tuan ... bunuh lah aku sekarang juga, agar tidak kurasakan bagaimana sakitnya kehilangan kesucianku." Valerie berharap air mata yang merembes dari sudut matanya adalah tangisan terakhir sebelum dia mati.
"Kesucian?" Jupiter bertanya dengan nada tidak percaya. Aku rasa kau memang sudah gila oleh dosa-dosa yang kau lakukan di masa lalu!" Tangannya menyentak dalaman atas milik Valerie dan membuat dua bukit kembarnya terlepas dari tempat.
"Jangan! Jangan lakukan itu!" Valerie menjerit, berusaha melindungi dua bukitnya tapi Jupiter justru menarik rok selutut yang dia kenakan. Gadis itu terus menjerit dengan tangan yang berusaha untuk menutupi salah satu bagian sensitifnya.
"Ini suci? Kau anggao dirimu suci? Bahkan ketika kita menikah, kau bukan gadis suci lagi!" Dan perlindungan terakhir yang menjaga bagian feminim Valerie pun lepas bersamaan dengan bunyi sobekan dari dalaman bawahnya.
Dia benar-benar tidak mengenakan pakaian bahkan sehelai benang pun.
"Apakah kita harus melakukannya barang satu kali, untuk mengingatkan bahwa kau adalah jalang?" Bibir Jupiter menunjukkan seringai yang sangat menakutkan.
*****
“Aku mencintaimu.”Jupiter memberi kecupan di bibirnya istrinya, memeluk wanita berambut panjang itu. Dia tatap mata indah Valerie, mata yang baginya adalah lautan yang mampu menenggelamkan. Mata itu bagaikan samudra, membuat Jupiter ingin terus berlama-lama tenggelam di sana.“Aku lebih mencintaimu, Suamiku. Tapi, cepat lah ambil bekalnya, anak-anak pasti ingin memakan sesuatu.” Dia dorong dada Jupiter menjauh, mengingatkan suaminya akan pekerjaan yang belum dilaksanakan.“Oh, aku hampir lupa. Wajahmu begitu indah sampai membuatku melupakan segalanya,” puji Jupiter.Valerie memutar matanya. Sejak berapa tahun mereka menikah, lelaki di depannya itu memang sangat senang menggoda dan menggombal. Dia sudah paham tabiat Jupiter tetapi entah kenapa wajahnya selalu bersemu .“Dasar tukang gombal.”“Tidak, aku tidak begitu. Aku sangat menyukai wajah istriku dan itu tidak berbohong,”
“A-apa yang kau katakan, Piter?” Megan kelabakan sekarang, tetapi dia masih mencoba mengelabuhi lelaki yang ada di depannya. Wanita itu menyentuh lengan Jupiter mencoba merayu. “Apakah kau demam, Piter? Aku istrimu, kenapa kau menanyakan ke mana aku pergi? Astaga... kau sangat mencintai istrimu sampai mengigau” katanya.Jupiter bukan orang bodoh. Ya, anggap lah dia sudah bodoh satu minggu ini sehingga tak bisa menyadari siapa yang ada di dekatnya. Jika saja Jupiter tidak terlalu mencintai Valerie, dia pasti bisa melihat betapa bodohnya dia kemarin.Ketika Piter bertanya kenapa Raena diberi susu botol, kala itu dia curiga melihat dada istrinya yang berbeda. Itu tidak seperti pucuk dada milik seseorang yang menyusui. Tapi Jupiter terlalu takut istrinya akan tersinggung, sehingga mengabaikan keganjilan yang dilihatnya. Piter juga curiga akan keanehan Valerie yang sama sekali tidak mempedulikan Rainer. Dia ingin bertanya, tetapi rasa cinta ter
“Ah sial!” Umpatan tak bisa dihindarkan keluar dari mulutnya. Segera Jupiter menghubungi nomor kakaknya untuk mengawasi Valerie di rumah. Jika benar perempuan itu bukan Valerie, dia tidak akan melepaskan Megan kali ini.Siapa lagi jika bukan Megan? Hanya mantan istrinya itu lah satu-satunya orang yang selalu megusik hidupnya selama ini.“Jelny, awasi Valerie di rumah. Jangan biarkan dia pergi sebelum aku tiba di rumah.” Piter berpesan, lalu mematikan ponselnya bahkan sebelum Jelny menyahut dari ujung sana. Lantas dia memacu jalan mobilnya untuk segera kembali ke mansion.**Malam semakin larut membuat pemandangan lebih gelap. Valerie masih berlari di tengah suara hewan malam yang terus memenuhi telinga. Sesekali dia terjatuh, ketika kakinya tidak mampu berlari lagi.“Arh!” Valerie menjerit saat kakinya masuk ke dalam lubang, dan dia menjadi jatuh. “Aw...” eluh
“Valerie, kau belum tidur?”Jelny muncul dari arah lain, mengejutkan Megan yang tengah mengendap-endap keluar dari kamar. Mata gadis itu tertuju pada kantong hitam yang tengah Megan bawa.“Apa yang kau bawa?” tanya Jelny lagi, membuat Megan ingin memecahkan kepala kakak iparnya itu.‘Bukan urusanmu, brengsek! Kenapa kau tidak tidur saja?’“Valerie? Kau mendengarku?”“A-apa?” Megan terkesiap.“Kenapa kau sangat terkejut? Astaga... aku hanya bertanya apa yang kau bawa di kantong hitam itu.”“Ini kotoran Raena,” sahut Megan cepat. “Ya, kotoran Raena. Baunya tidak sedap jika dibiarkan di dalam kamar, jadi aku ingin membuangnya.” Ada saja alasan yang didapat wanita pembohong ini.“Oh, itu. Kenapa kau tak menyuruh pelayan atau pengasuh saja? Valerie, kau baru melahirkan, tidak baik sering-sering naik turun tangga.”&ldqu
‘Bagaimana uangku? Kau tidak ingin aku mengirim gambar ini pada Jupiter, kan?’ sebuah pesan Marius kirimkan dari ponselnya.Tak sampai dua menit, dia sudah menerima balasan untuk pesan itu.‘Datang lah sekarang, aku akan meletakkan uangmu di tempat sampah depan mansion.’Lelaki itu segera bangkit dari duduknya. Valerie yang tengah berbaring di atas dipan kayu, ikut bangkit melihat lelaki itu.“Ke-kenapa?” tanya Valerie, bingung melihat eskpresi tak biasa yang Marius tunjukkan.Marius menghela napas panjang, matanya menatap Valerie tidak tega. Tapi dia tak punya pilihan sekarang, dia harus menjemput uang yang Megan janjikan agar segera bisa pergi membawa Valerie.“Aku akan pergi membeli makanan.”“Ka- kau meninggalkanku sendiri?” Valerie balik bertanya dan tampak ket
‘Tidak... aku tidak mau tertangkap. Tidak mungkin, hidupku tidak boleh berakhir seperti ini.’Megan tak bisa mengatakan apa-apa. Mulutnya kaku, otaknya tak mampu berpikir selain mungkin rahasianya sudah terbongkar sekarang. Dia ingin menutup panggilan itu dan melarikan diri sebelum Jupiter lebih dulu menemukannya.Megan bahkan berpikir untuk kabur menggunakan uang penjualan perhiasan milik Valerie, agar tidak tertangkap oleh Jupiter.“Valerie, kau mendengarku?”Bagaimana ini? Megan mendengarnya, tetapi dia tidak bisa berbicara. Otak kotornya tengah digunakan memikirkan rencana busuk untuk melarikan diri.“Maafkan aku, Valle, aku menyesal.”A-apa itu? Apakah Megan tidak salah mendengar? Jupiter baru saja meminta maaf dan dia berkata menyesal? Megan masih tetap terdiam, ragu mungkin lelaki itu hanya brsandiwara.“Aku memang bodoh, aku tidak memikirkan istriku yang baru menghadapi masa sulit mela
Jupiter termenung di ruang kerjanya. Otaknya berputar keras mengingat Valerie yang terasa aneh belakangan ini. Bukan, dia tidak sibuk seperti yang dia katakan pagi tadi. Jupiter ke kantor hanya ingin menenangkan pikiran dari gangguan istri yang sungguh tidak biasanya.Sekembalinya Valerie dari rumah sakit itu dirasa sangat aneh. Dia tidak seperti Valle yang Piter kenal sabar dan selalu bersikap santai. Menurut Jupiter, Valerie yang sekarang justru sangat berbalik seratus delapan puluh derajat.Bayangkan saja. Seorang wanita yang baru melahirkan, apakah wajar terus-terusan menempel di selangkangan? Valerie adalah gadis yang bersifat manis, penyabar dan dia bukan seseorang yang hanya memikirkan tentang seks. Tapi belakangan ini tangannya terus saja menyentuh milik Jupiter seakan takut benda itu akan hilang begitu saja. Bukankah dia masih berdarah? Bagaimana jika Piter tidak mampu menahan hasrat lalu memaksanya berhubungan intim?Jangan sampai. Piter tidak akan mem
“Aku harus mendapatkan uang, aku harus mendapatkan uang.”Megan berputar-putar di dalam kamar. Kepalanya sudah terasaa akan pecah mencari ide untuk mendapat uang sesegera mungkin. Dia tidak akan membiarkan Marius mengirimkan gambar-gambar itu pada Jupiter, sehingga hidupnya akan berakhir hari ini juga.“Sial! Kemana aku akan mencari uang yang sangat banyak?” umpatnya penuh emosi.Satu juta dolar, dan itu bukan lah jumlah yang sedikit. Dia saja tidak memiliki bahkan seperempat yang diminta oleh lelaki itu, bagaimana bisa dia mengirimkannya dalam waktu singkat? Megan frustasi, rencananya menjadi hancur karena orang yang dia anggap bodoh justru sekarang mengancam dirinya."Orang bodoh itu, kenapa juga aku bisa lalai padanya?" gerutu Megan tak percaya.Ketika dengan Sammy, Megan bisa membuat lelaki itu benar-benar bodoh. Tetapi Marius ternyata berbeda. Lelaki itu hanya menginginkan Valerie sehingga tunduk padanya selama in
“Sayang, apa yang kau berikan pada baby Raena?”Megan sangat terkejut mendengar suara Jupiter di belakangnya. Lelaki itu baru selesai mandi dan berdiri tepat di pintu kamar mandi. Alisnya mengerut melihat botol susu yang tengah dia berikan pada bayi di dalam pangkuannya.“Kau memberinya susu formula?” Sekali lagi, Piter bertanya dari ujung sana, lalu berjalan sangat cepat menuju sofa yang diduduki oleh Megan. “Kenapa kau memberinya susu formula?”‘Sialan... kenapa, sih, dia sangat cepat datang?’ umpat Megan kesal. Dia harus memutar kepalanya sebelum Jupiter bertanya lebih banyak lagi.“Sayang, ini ASI. Sebenarnya aku memerahnya sejak tadi malam, dan memberikan pakai botol untuk Raena. Itu... put.ngku perih, aku tidak tahan,” ucapnya, membuat wajah sedih dan merasa bersalah.Sejak dua hari ini mereka sudah kembali ke rumah. Megan terus menyamar sebagai Valerie, dan harus berpura menyu