"Apa yang sedang Kalian diskusikan?" tanya sipir sembari membuka pintu sell tahanan isolasi.
Mistha dan tahanan 815 merubah posisi yang semula duduk berhadapan seperti orang yang sedang berdiskusi, begitu mendengar sebuah kaki mendekat, mereka menghambur pura-pura menyibukkan diri.
"Tidak, Pak! Kami hanya menghibur diri," sahut tahanan 815.
"Ada kunjungan untuk Anda," ucap sipir itu kepada Mistha.
Pengunjung? Siapa lagi? Batin Mistha.
"Ingat Mistha, apa yang sudah Kita rencanakan kemarin. Jangan bicara secara langsung. Hindari kontak mata berlebihan, tulis semua hal yang perlu Dia lakukan. Suruh baca ketika sedang sendiri atau dalam posisi aman. Jangan sampai ada yang tahu rencana ini, paham!"
Mistha mengangguk.
"Aku nggak yakin jika Kita akan berhasil," ucap Mistha sedikit menyerah.
"Sekalipun rencana Kita gagal, setidaknya ada keringanan untuk vonismu," tutur tahanan 815 meyakinkan.
"Tapi-"
"Tenang Mistha, masih
"Jangan gila, Mistha!" ucap tahanan 815. "Kenapa? Bukankah Kamu bilang tidak ada sesuatu yang mustahil di dunia ini," jawab Mistha enteng. "Tapi tidak dengan begini caranya!" "Salah atau benar! Ini adalah cara yang lebih adil. Aku tidak mau terus direndahkan dan diremehkan. Ngerti!" jawabnya sembari berjalan mantap menuju ruang di mana permainan Stako dimulai. "Mistha!" ucap tahanan 815 menjeda langkah Mistha sesaat. Sementara Mistha menoleh, menatap lekat kearah wajah sayunya yang memancarkan air muka lelah. "Nyawamu taruhannya!" imbuh tahanan 815. Mistha paham! Menundukkan kepala sesaat, seperti ada sesuatu yang tiba-tiba menyergap ingatannya. Jika tidak menerima dan menyetujui permainan ini, lantas dengan cara apa lagi Mistha berusaha untuk membalikkan keadaan? Batin Mistha. Tentu, Mistha tidak ingin membiarkan semua orang menderita karena ulah satu orang yang tidak berperikemanusiaan itu. Saat ini hanya ada dua harapan yang paling Mistha inginkan, jika ia mampu memenangkan
"Apakah segini cukup?" ucap Mistha yang tengah duduk di sofa ruangan Lukas Maremba."Lebih dari cukup!" ucapnya sembari memungut beberapa bongkahan uang itu dan diarahakan ke udara."Ada yang perlu Saya lakukan lagi?" tanya Mistha begitu sesaat Lukas mengacuhkan karena sibuk dengan uang yang yang ada dihadapannya."Oh tidak, tidak perlu! Anda cukup hadir dan duduk manis saja mendengarkan Hakim berbicara," balasnya tanpa memandang Mistha.Baiklah! Batin Mistha."Kalau begitu, Saya permisi!" ucap Mistha akhirnya.Sementara Lukas hanya membalas dengan isyarat mempersilakan Mistha untuk segera keluar dari ruangan. Mistha memandang pria yang nyaris mengabdi dengan harta-harta panas yang tersimpan rapi di dalam brankas itu."Bagaimana?" tanya tahanan 815, begitu Mistha tiba di ruang tahanan."Kita lihat saja nanti, bukankah tugasku sudah selesai?" tanya Mistha balik."Belum!" jawab tahanan 815."Apa lagi?" sergah Mistha
Mistha menatap nanar pada bangunan mewah didepannya. Sebuah bangunan yang pernah didatangi satu kali, namun susah untuk Mistha lupakan segala yang terjadi didalamnya waktu itu. Rasanya, sudah setahun sejak kejadian itu, rumah ini tak berpenghuni. Di dalam sana tentu banyak misteri yang belum banyak Mistha ketahui, dan saat ini tentu Mistha akan segera membongkarnya. Tentang isi sebuah kunci yang ada digenggamannya saat ini. Tanpa sadar, Mistha menetesakan air mata yang sempat tercekat. Sedih, bahagia antara keduanya Mistha susah mendeskripsikan. Terlihat dari tubuh jenjang dengan hils hitam serta rok selutut yang dipadukan dengan outer putih itu, tangan Mistha masih memegang Shoulder Bag Floura, tipe dan merk yang tidak banyak orang punya. Mistha membuka kacamata yang tanpa sadar sudah penuh dengan air mata terbendung di sana, membuat pandangannya sedikit kabur. Seketika, langkah Mistha tertahan oleh panggilan yang sudah lama tak pernah Mistha dengar. "Tante, Mistha!" seorang bo
"Jangan takut, Bu Mistha!" ucap Nathe Rose. Sementara Mistha semakin binggung dengan sikap Nathe Rose yang seperti sudah tahu siapa Mistha sebenarnya, dan ada keperluan apa dia datang ke tempat itu. "Ikuti, Saya!" ucapnya lagi. Awalnya Mistha tak bergeming, malas menanggapi basa-basi Nathe Rose. Setelah Nathe Rose tiba disebuah ruang rahasia, Nathe Rose menunjukkan sesuatu kepada Mistha. Sebuah ruangan besar, sangat besar! Anehnya ruangan itu ada di dalam ruang kerjanya yang ketika masuk, orang itu tidak akan pernah menyangka bahwa di dalam ruang kerja Nathe Rose, ternyata masih ada ruang rahasia lagi. "Pak Ghara menitipkan kotak ini kepada, Saya!" ucap Nathe Rose. Jantung Mistha seketika berdesir hebat, mendengar kata Ghara yang disebut Nathe Rose barusan. Siapa Nathe Rose ini sebenarnya? Batin Mistha. Kenapa Dia kenal Ghara? "Dalam kotak ini, terdapat berkas kasus yang berat. Anda harus memiliki team dan kuasa hukum yang kuat, komunitas Call Me bisa saja membantu, Anda. Namun
"Saya permisi!" ucap Mistha akhirnya. "Pikirkan baik-baik tawaran Saya, Bu Mistha!" balas Matheo membuat langkah Mistha sesaat terjeda. Kemudian Mistha melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan kembali Matheo, tukang kebersihan dan tahanan 815 yang saat ini tengah mengharapkan keputusan Mistha. Mistha menarik napas dalam begitu tiba di dalam mobil Kirana dan Farhan. Mereka curiga, sesuatu tengah terjadi kepadanya. "Ada apa, Dek?" tanya Kirana dari balik kursi sebelah Farhan. "Kapan, Kita bisa bertemu Ghara Kak?" Mistha tak menjawab pertanyaan Kirana, justru mengalihkan pembicaraan tentang gelagat Mistha yang seperti sedang panik memikirkan sesuatu, saat Matheo mengetahui hal yang pernah Mistha lakukan terhadap Lukas. Tentu Mistha tak akan berpikir dua kali untuk kembali ke lapas itu, meskipun hanya sekedar berjumpa dengan tahanan 815 atau tukang kebersihan. Pikiran Mistha kacau! Kenapa Matheo tahu perihal berkas yang telah lama disimpan Ghara? Siapa yang berani membocorkan ini s
Malam itu Kirana berjalan terburu-buru. Mempersiapkan diri, serta mengintruksikan beberapa hal yang harus dilakukan Mistha dan Farhan. "Sebisa mungkin, jangan sampai Kalian berdua terlihat oleh Mereka!" ucap Kirana sembari mengemasi beberapa barang yang akan dibawa untuk menculik Ghara dari Rumah Sakit. Mistha paham apa maksud Kirana-Pun Farhan berpikir demikian, ia mempercayai Istrinya yang imajinatif, proaktif, serta selalu mengambil tindakan tepat untuk setiap rencana kebutuhan rumah tangganya selama mereka menikah. "Kalian siap?" tanya Kirana memastikan. Mistha mengangguk paham-pun Farhan mengangguk patuh. Mengikuti perintah istrinya bukan suatu hal yang menyesatkan. Pikirnya! "Bagus!" "Selanjutnya, tunggu aba-aba dari Saya!" imbuhnya. Kirana melangkah mantap menuju Rumah Sakit, tak lupa ia menyapa beberapa rekannya saat bertemu di pintu masuk lobby utama. "Selamat malam Dokter," sapa Kirana kepada salah satu Dokter yang shiftnya akan segera digantikan oleh Kirana. "Malam
Dua pilihan? Batin Mistha.Namun Mistha terlanjur muak! Tak peduli lagi mereka akan memberi pilihan apa lagi, yang jelas berkas itu harus segera di ambil alih dari Nathe Rose-Pun Matheo yang jelas-jelas dia datang untuk kepentingan itu."Saya tahu, saat ini Pak Ghara sedang dalam masalah besar. Maka dari itu, Saya berharap Bu Mistha tenang sejenak. Kami tidak berniat untuk mengkhianati Bu Mistha karena pertemuan rahasia ini. Namun-""Apa?" sahut Mistha menyela ucapan Nathe Rose cepat."Pak Erick memberi Kami dua pilihan!"Persetan! Mistha mengeratkan kembali telapak tangannya. Benar-benar geram dengan tingkah pada bedebah itu."Pak Matheo datang memberitahu Saya. Beliau mendapatkan informasi dari anak buahnya terkait berkas yang saat ini ada di ruang rahasia. Beliau tentu akan menyelamatkan Pak Ghara, namun Kami semua perlu merencanakan sesuatu untuk mendapatkan akses masuk ke sana!"Ke sana? Batin Mistha."Di mana Ghara sekarang?" tanya Mistha."Pak Ghara berada di dalam markas besar
Mistha gemetar! Masih memegang erat tongkat golf itu dengan kedua telapak tangannya. Tak lama kemudian ia mendengar seseorang memanggil namanya. Suara lantang itu membuat Mistha yakin bahwa kawanan yang menyeruak masuk ke dalam rumah Ghara malam ini adalah para anak buah Vall Ankala yang akan melukai dirinya. Bajingan! Mistha mengeratkan kembali genggaman tongkat golf sembari berdecak geram, memukulkan beberapa kali tongkat golf itu tepat di wajah seorang pria yang baru saja melintasi bilik antara kedua ruangan. Di sekat perbatasan tempat Mistha bersembunyi, seorang pria terkejut akibat pukulan yang tiba-tiba mendarat mengenai wajahnya. "Mistha!" teriak seorang wanita. "Apa yang Kamu lakukan?" imbuhnya sembari mendekati seorang yang tengah Mistha pukul kepalanya beberapa kali hingga darah segar mengucur dari keningnya. "Bu, kenapa Anda di sini?" ucap Mistha tersentak saat mengetahui tahanan 815 berada di rumah Ghara. "Kamu pikir siapa yang datang?" tanya tahanan 815. "Maaf," uc