Share

Sang Pemilik Suara

Author: Komalasari
last update Last Updated: 2025-02-06 05:57:27

“Ya. Menikah.” Sigit menegaskan.

“Ta-tapi, bagaimana bisa?” protes Kirei.

“Apanya yang ‘bagaimana bisa?’ Menikah, ya menikah. Persiapkan dirimu dari sekarang.” 

“Tidak, Pa. Jangan bercanda.” Kirei mendekat ke meja kerja Sigit, berdiri di depannya dengan sorot tak mengerti.

Sigit yang awalnya bicara sambil memeriksa beberapa berkas, mengalihkan perhatian sepenuhnya kepada Kirei. “Apa Papa pernah bercanda denganmu?” Nada serta tatapan pria paruh baya itu terdengar kurang bersahabat.

Kirei menggeleng kencang, menolak tegas keputusan Sigit. “Papa tidak bisa mengambil keputusan sepihak! Ini tentang masa depanku, Pa!” protesnya cukup tegas. 

“Masa depanmu adalah menikah nanti malam! Keputusan sudah diambil dan tidak ada kata protes! Apalagi penolakan.” tegas Sigit. 

Kirei kembali menggeleng kencang. “Aku bahkan tidak tahu akan menikah dengan siapa.”

“Jangan khawatir. Kamu tidak Papa nikahkan dengan pria sembarangan,” ucap Sigit. “Calon suamimu adalah pengusaha ternama, yang tentunya bisa menopang masa depanmu dan masa depan kita.”

“Yang benar saja.” Kirei menatap tak percaya. “Kenapa bukan Kak Astrid yang Papa nikahkan? Usianya jauh lebih matang dariku,” protes Kirei lagi. “Aku bahkan belum lulus kuliah, Pa!” tegasnya.

“Alah! Kuliah!” cibir Sigit, seraya mengibaskan tangan. “Astrid sudah memiliki kekasih. Jadi, Papa tidak mungkin menikahkannya dengan pria lain.”

“Tapi, kenapa harus menikah secara mendadak seperti ini? Papa bahkan tidak meminta pendapatku terlebih dulu.” Lagi-lagi, Kirei melayangkan protes keras..

“Bukankah sudah Papa tegaskan tadi? Tidak ada protes! Apalagi penolakan!” Sigit mulai jengkel karena Kirei terus membantah. Dia berdiri, kemudian beranjak dari meja kerja. Dihampirinya sang putri, yang menatap dengan sorot tak mengerti. 

Sigit menghadapkan Kirei padanya. Dia memandang penuh arti, wanita muda 22 tahun tersebut. “Mari bicara lebih serius, Nak,” ucap pria paruh baya itu. 

“Kenapa Papa tega sekali padaku?” Kirei menatap sendu. “Aku tahu Papa membenci dan tidak menginginkan kehadiranku di rumah ini. Namun, tolong jangan bersikap seperti itu. Aku selalu berusaha jadi anak baik, agar bisa disayangi seperti Kak Astrid.” 

Sigit tidak segera menanggapi. Dia hanya menatap lekat Kirei, yang mulai berkaca-kaca. 

“Apa yang harus kulakukan, agar Papa bisa menerimaku sepenuhnya?” 

“Lakukan apa yang Papa katakan tadi.”

Kirei langsung mundur, diiringi gelengan kencang. “Tidak, Pa. Tolonglah.” Dia menangkupkan tangan, sebagai tanda permohonan.

Namun, Sigit tetap pada pendiriannya. 

“Jangan lakukan itu padaku,” pinta Kirei.

“Tidak ada cara lain, Nak. Hanya itu jalan yang bisa diambil saat ini. Kamu tahu kenapa?” 

Kirei menatap penuh tanda tanya. 

“Sebenarnya, kondisi perusahaan sedang tidak baik-baik saja. Papa membutuhkan sokongan dana yang sangat besar. Jalan satu-satunya adalah mencari pinjaman,” terang Sigit serius. 

“Lalu? Apa Papa mendapatkannya?” tanya Kirei.

Sigit mengangguk. “Ya,” jawabnya. “Papa mendapatkan pinjaman sebanyak 350 miliar, untuk menutupi beberapa kerugian. Namun, pemberi pinjaman itu menginginkan jaminan. Terus terang, Papa tidak memiliki aset berharga lagi untuk saat ini.”

“Kak Astrid masih bergaya hidup mewah. Aku tidak yakin dengan apa yang Papa katakan barusan,” ujar Kirei ragu. 

“Astaga. Astrid adalah Astrid! Apa hubungannya dengan aset berharga Papa?” 

“Papa selalu memanjakan Kak Astrid. Tidak seperti terhadapku.”

Sigit menggeleng. “Jangan banyak bicara, Kirei! Kalau kita sampai bangkrut, kamu tahu sendiri seperti apa dampaknya.”

“Aku tidak akan merasakan dampak apa-apa, sebab tidak pernah menikmati kemewahan seperti yang Papa berikan kepada Kak Astrid! Jangankan materi. Papa bahkan tidak pernah peduli padaku!” 

Kirei mengembuskan napas pelan, saat tiba-tiba teringat pada kejadian mengerikan yang menimpanya semalam. Apalagi, pagi ini dia terbangun di pinggir jalan, bagai seorang gelandangan. 

Namun, Kirei tak berani mengatakan apa pun tentang kejadian itu kepada Sigit. Bisa saja, dia tengah diawasi saat ini karena tak mungkin orang-orang itu melepaskannya begitu saja. 

“Ah, sudahlah.” Lagi-lagi, Sigit bersikap tak peduli. “Persiapkan dirimu untuk nanti malam. Pak Dev akan datang kemari.”

“Siapa?” Kirei mengernyitkan kening.

“Dev Aydin Bahran.”

Lemas. Kirei tak tahu harus bagaimana. Semua datang secara bersamaan. Belum habis rasa takut akibat disekap orang-orang asing, kali ini dirinya dipaksa menikah dengan pria tidak dikenal. 

Kirei berharap jarum jam berhenti berputar. Namun, itu sesuatu yang tidak mungkin. Terlebih, ketika ada seorang perias yang menemuinya.

Waktu terus berjalan. Tanpa terasa, siang berlalu berganti malam. Kirei mulai gelisah di kamarnya. Dia sudah bersiap memakai dress sederhana, dengan riasan alakadarnya. 

“Sudah waktunya. Pak Dev dan para petugas telah menunggu di ruang tamu,” ucap Sigit, yang bermaksud menjemput Kirei.

“Tidak, Papa. Kumohon, Jangan lakukan ini padaku,” pinta Kirei, setengah memelas. 

Namun, Sigit tak peduli. Dia menarik tangan Kirei, sedikit menyeretnya keluar kamar. 

“Tidak, Pa. Kumohon. Batalkan kegilaan ini,” pinta Kirei lagi. Sebisa mungkin, dia mempertahankan diri, meski Sigit terus menariknya kencang.

“Jangan membuang waktu, atau kamu akan menerima akibatnya! Jika kamu ingin dianggap berguna oleh Papa, maka jangan membantah!"

“Tapi, apa yang Papa lakukan ini tidak benar,” protes Kirei, tetap menolak. Dia berpegangan pada meja.

“Ingat siapa dirimu. Dasar anak haram!” umpat Sigit. “Pembawa sial!” gerutunya. 

Mendengar sederet kata-kata kasar itu, akhirnya Kirei menurut. Dia mengikuti Sigit hingga ke ruang tamu. 

“Pak Dev. Ini Kirei.”

“Hai, Kirei,” sapa Dev, diiringi tatapan aneh.

Kirei terpaku dengan sorot penuh ketakutan. Dia masih ingat betul suara berat itu.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Cantik Penguasa Dingin   Malam Terakhir

    Kirei memejamkan mata, memasrahkan diri sepenuhnya andai harus mati di tangan Dev. Namun, setelah beberapa saat, dia tak merasakan apa pun. Tidak ada tanda-tanda belati runcing nan tajam itu menghujam ke perutnya. Akhirnya, Kirei kembali membuka mata. Dia mendapati borgol plastik yang melingkar di pergelangannya telah terpotong. “Dalam tas itu ada baju baru. Pakailah. Aku tidak mungkin membiarkanmu keluar tanpa pakaian,” ujar Dev dingin, sebelum berlalu dari hadapan Kirei. Dia menyibukkan diri sambil menunggu Kirei selesai berpakaian. Beberapa saat kemudian, Kirei sudah tampil rapi dengan celana jeans dan T-shirt hitam polos lengan pendek. “Ayo. Anak buahku sudah menunggu di lobi,” ajak Dev, seraya meraih pergelangan tangan Kirei. Dituntunnya wanita cantik itu keluar kamar. Setelah dari hotel, Dev langsung berangkat menuju ibukota. Dia tak peduli, meskipun Kirei meminta untuk mengambil beberapa barang pribadinya di tempat kost. Sedan hitam yang ditumpangi Dev dan Kirei telah mema

  • Istri Cantik Penguasa Dingin   Ujung Belati

    Kirei mendelik, lalu duduk di closet. Meskipun agak risi karena Dev memperhatikannya ketika buang air kecil, tapi dia tak punya pilihan. “Aku sudah selesai,” ucap Kirei. Dengan tangan terikat, dia tak bisa melakukan apa pun, bahkan sekadar menekan tombol flush. Apa yang seharusnya Kirei lakukan, dilakukan oleh Dev. Dia membantu wanita itu membersihkan diri. “Kamu tidak harus melakukan ini,” tolak Kirey, saat Dev menyemprotkan air ke alat vitalnya, lalu menyentuh perlahan. “Aku akan melakukan apa pun. Kamu tidak berhak melarang dan tak kuizinkan melakukan protes,” balas Dev tenang, tanpa menghentikan apa yang tengah dilakukannya. Lama-kelamaan, pikiran mesum muncul. Naluri kelelakian Dev terbangkitkan. Dia tak kuasa melawan dorongan nakal. Tak hanya membersihkan bagian sensitif Kirei, kali ini dia memasukkan jari tengah. “Jangan, Dev. Sakit ….” Kirei menatap sayu, lalu memejamkan mata. Antara nikmat dan perih bercampur jadi satu. “Nikmati rasa sakitmu,” ucap Dev pelan, tapi penu

  • Istri Cantik Penguasa Dingin   Penetrasi

    Kirei menatap tajam. Hanya itu yang bisa dilakukan, sebab keadaannya tidak memungkinkan lagi untuk memberikan perlawanan. Namun, tatapan tajam tadi perlahan berubah sendu.Seluruh harga diri Kirei telah hancur di tangan Dev. Dia tak memiliki apa pun lagi yang bisa dipertahankan. Kehidupannya jadi kacau-balau, sejak sang ayah menyerahkan masa depannya kepada pria asing berdarah dingin.Setitik air mata jatuh mengiringi kepedihan dan segala nasib sial yang menimpa Kirei. Dia pasrah, andai Dev benar-benar menghabisinya kali ini. Setelah apa yang dilakukan di Meksiko, Kirei yakin pria itu tidak akan memberi ampun lagi.“Habisi saja aku. Silakan,” ucap Kirei pasrah.“Tidak sekarang Kirei. Aku tidak akan membuatmu mati dengan mudah,” t

  • Istri Cantik Penguasa Dingin   Senyuman Iblis

    Kirei menoleh, menatap tajam pria itu. “Siapa kalian?”“Kamu tidak perlu tahu siapa kami,” ucap pria asing itu, seraya terus mengapit Kirei, memaksanya agar berjalan sesuai keinginan mereka.Belum sempat Kirei menanggapi lagi, mereka tiba di dekat sedan hitam. Salah seorang dari dua pria itu membukakan pintu untuk Kirei, lalu mempersilakannya masuk.Kirei terdiam sejenak, lalu berbalik secara tiba-tiba. Namun, dia tidak sempat melarikan diri karena geraknya tertahan oleh pria satu lagi. Mau tak mau, Kirei harus menurut. Dengan raut terpaksa, Kirei masuk ke mobil.“Hai,” sapa pria yang tak lain adalah Dev. Dia duduk tenang penuh wibawa, dengan tatapan lurus ke depan, seakan tak begitu peduli dengan Kirei yang ber

  • Istri Cantik Penguasa Dingin   Menemukan Titik Terang

    Beberapa waktu berlalu. Dev terus mengerahkan anak buahnya yang tersebar di mana-mana. Dia memfokuskan pencarian di luar Meksiko. Dev juga berkoordinasi dengan anak buahnya yang ada di Indonesia.Setelah hampir tiga bulan, akhirnya Dev mendapatkan titik terang. Anak buahnya yang berada di Indonesia memberikan kabar, bahwa mereka telah berhasil melacak keberadaan Kirei. Namun, wanita itu tidak berada di ibukota, melainkan menetap di Bandung.Dugaan Dev tidak keliru. Dia yang sejak awal telah menduga bahwa Kirei kembali ke tanah air, segera memerintahkan Luis untuk mengurus dokumen keberangkatan.“Biarkan Kirei, Nak. Jangan mengganggunya lagi,” ucap Maitea, seraya berdiri di ambang pintu kamar Dev. Dia memperhatikan sang putra, yang tengah berkemas.

  • Istri Cantik Penguasa Dingin   Sia-sia

    Dev mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Kirei ke seluruh penjuru kota. Dia menekankan kepada mereka agar tidak kembali ke markas, sebelum benar-benar yakin bahwa Kirei tidak ditemukan di manapun. Tiga hari pencarian besar-besaran dilakukan. Seakan tak ada rasa lelah, mereka memeriksa ke seluruh tempat. Namun, Kirei tak ada di mana-mana. Seperti sebelumnya, wanita itu sangat pandai menyembunyikan diri agar tak mudah ditemukan. “Kami sudah memeriksa setiap tempat dan …. Nona Kirei tidak ada di wilayah yang menjadi area pencarian kami,” lapor Mathias, yang bertugas memimpin kelompok 15. Rasa takut tersirat jelas dari parasnya, berhubung laporannya barusan pasti akan membuat Dev marah besar. “Kau yakin sudah mencari Kirei ke berbagai penjuru kota?” Dev menatap tajam Mathias yang berdiri dengan ekspresi cukup tegang.Mathias mengangguk tegas, berusaha menutupi ketakutan akan kemarahan sang tuan besar. “Aku membagi kelompok 15 jadi beberapa bagian, Tuan. Kami berpencar dan mel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status