Share

IDDI - 4

Author: Sity Mariah
last update Last Updated: 2025-07-08 11:16:22

"Tandatangani ini." Regita datang menyusul ke ruang makan sambil menyodorkan kertas hasil print ke hadapan Yudetra.

Perempuan yang masih mengenakan piyama tidur itu lantas menghempas bobotnya berhadapan dengan Yudetra. Mengambil satu buah apel dan langsung melahapnya. Nasi goreng dengan omelette yang terhidang, seolah tidak menarik seleranya yang lebih menyukai gorengan dan segelas kopi hangat untuk sarapan.

"Apa ini," ucap Yudetra yang sudah memulai sarapannya. Mulutnya bahkan tengah mengunyah nasi goreng saat ia mengambil kertas yang disodorkan Regita.

Tampak lelaki yang sudah berpakaian casual nan rapi itu membaca isi kertasnya. Kepalanya manggut-manggut seolah sedang mencerna dan memahami apa yang ia baca.

"Itu surat perjanjian pernikahan kita. Pernikahan ini hanya akan bertahan enam bulan, setelah enam bulan kita harus berpisah dan aku akan mencari cara agar perpisahan ini terlihat natural di mata Oma. Aku sudah menulis point-point penting dalam pernikahan ini. Salah satunya, kita tidak boleh bersentuhan dan tidak boleh ikut campur urusan pribadi, dan yang kamu lakukan di halaman belakang tadi sudah melanggar isinya," cerocos Regita memberitahu Yudetra tentang isi surat yang sudah ia siapkan sebelum pernikahan mereka benar-benar terjadi.

Yudetra selesai membaca. Ia meletakkan sendok dan kertas itu hampir bersamaan. Sorot matanya tidak marah, tidak juga terkejut—justru tampak tenang, nyaris lucu jika tidak menantang.

“Poin nomor empat, kamu melarang saya menyentuh apalagi mencium kamu,” ujarnya seraya menepuk-nepuk kertas itu. “Sayang sekali, saya sudah terlanjur melanggarnya sebelum baca ini.”

Regita mendengkus. "Makanya aku bilang kamu sudah melanggar. Tandatangan sekarang. Biar jelas dan kejadian seperti tadi enggak terulang!"

"Tapi kita sudah menikah. Di atas hukum, di hadapan keluarga, dan yang paling utama adalah di hadapan Tuhan." Yudetra menyeringai kecil. "Atau kamu berpikir saya cuma main-main?"

Regita menggigit apel lebih keras. "Aku nggak peduli kamu main-main atau beneran. Yang jelas, aku gak mau kita kayak pasangan sungguhan. Ini cuma pernikahan formalitas buat Oma, paham?"

Yudetra mengambil pulpen yang tergeletak di meja. Tapi alih-alih menandatangani, ia memutar kertas itu kembali ke arah Regita.

“Kalau kamu mau ini ditandatangani, tambahkan satu syarat.”

Regita mengangkat alis. “Apa lagi?”

“Kita boleh melanggar semua poin di surat ini, kalau salah satu dari kita jatuh cinta,” ucap Yudetra santai, lalu menyuap nasi goreng ke mulutnya seolah ucapannya barusan bukan sesuatu yang mengguncang.

Regita tersedak potongan apel yang belum sempat tertelan. “Hah?!”

"Gimana? Biar adil aja. Kalau kamu tetap membenci saya, perjanjian ini sah berlaku sampai enam bulan ke depan. Tapi kalau kamu malah jatuh cinta, berarti semua ini batal." Yudetra mengedip genit.

Regita memutar bola mata. “Yakin banget aku yang bakal jatuh cinta?”

Yudetra menyeka sudut bibirnya dengan tisu, lalu bersandar di kursi. “Saya enggak bilang kamu. Tapi ... kemungkinan itu selalu ada dan kita gak pernah tahu akan seperti apa.”

Hening sesaat.

Lalu Regita menuliskan syarat itu di pojok bawah lembaran perjanjian, mencoretnya dua kali, lalu menyeretnya kembali ke hadapan Yudetra.

"Nih. Sudah aku tulis biar kamu puas bahkan membuat surat itu kehilangan estetiknya. Tapi jangan harap aku bakal jatuh cinta sama kamu." Regita berujar kesal, lalu dengan cepat membubuhkan tandatangannya di atas materai yang sudah menempel di surat itu. Tinggal menunggu Yudetra melakukan hal yang sama, maka semua selesai dan perjanjian itu harus dijalani.

Regita menyodorkan kembali lembar itu, kali ini dengan senyum yang sangat tenang, nyaris menyebalkan dan seakan-akan tengah menantang Yudetra.

Laki-laki itu masih terlihat santai. Mengambil lagi lembar kertas berisi perjanjian pernikahan mereka. Membaca dari atas sampai ke bawah hingga matanya membulat lalu menggelengkan kepala.

"Ini tulisan tangan kamu? Astaga. Jelek sekali. Pantas aja kamu bilang surat ini kehilangan estetiknya," cibirnya sambil terkekeh. Mengetahui tulisan tangan Regita yang jomplang dengan ketikan font di lembar kertas itu.

Rahang Regita mengeras. Tersentil dengan ledekan Yudetra dan merasa tidak terima. "Kamu cuma perlu kasih tandatangan, gak usah bahas soal lain!" tegasnya.

Yudetra menyeringai, lalu bangkit dari kursinya dengan santai sambil membawa kertas itu, menatap Regita sekilas yang sedang menikmati sisa buah apel di tangannya.

Sreetttt!

Tanpa banyak basa-basi, Yudetra merobek kertas itu menjadi dua bagian, lalu terpotong empat.

Regita nyaris tersedak ludahnya sendiri. “Hei! Kamu—apa yang kamu lakukan?! Itu surat penting, tahu!” Ia pun sudah berdiri dari duduknya.

“Penting buat kamu,” jawab Yudetra kalem. "Tapi nggak penting buat saya."

Ia meremas potongan kertas itu lalu dengan tenang membuangnya ke tempat sampah di dekat pintu dapur.

Ia mendekat lagi pada Regita yang tampak cemberut. "Dengarkan saya Nyonya Regita Snova Prameswari, cucu kesayangan dari Nyonya Arlinda yang begitu saya hormati," ucapnya enteng sambil duduk kembali. "Mulai sekarang, yang berhak mengatur pernikahan ini adalah saya. Karena saya suami kamu."

Regita membuka mulut hendak membantah, tapi tidak ada kata yang berhasil keluar. Otaknya sibuk mencerna betapa santainya laki-laki itu meruntuhkan seluruh peraturan yang sudah ia susun dengan rapi.

“Saya enggak butuh kertas untuk mengatur hidup saya sebagai suami kamu. Cukup tahu batas, cukup tahu rasa, dan sisanya ... kita jalanin aja, kan?”

Yudetra kembali mengisi meja makan bundar yang hanya memiliki empat kursi itu. Ia menyuap potongan buah kiwi yang sebelumnya sudah disiapkan dan menatap Regita dengan wajah puas.

Sementara Regita hanya bisa memandangi lelaki itu dengan campuran rasa jengkel dan entah kenapa, degup jantungnya lebih berisik dari biasa.

“Kalau kamu nulis surat perjanjian lagi, tolong pilih font yang bagus, ya. Dan jangan lupa, tulis di situ juga, bahwa kamu gak boleh jatuh cinta sama saya selama kurun waktu yang kamu inginkan. Soalnya, saya bisa sangat menyebalkan kalau kamu mulai suka,” ucap Yudetra tenang, kemudian menghabiskan potongan-potongan buah kiwinya.

Tangan Regita mengepal. Merasa tertantang untuk membuat hidup lelaki asing itu kewalahan seperti Larissa yang tidak sanggup lagi mengurusnya. Regita kembali mendekati meja makan, berdiri tegak dengan sorot mata penuh perlawanan.

"Kita lihat saja, siapa yang akan menyerah di sini. Kita lihat, seberapa lama kamu akan bertahan yang pada akhirnya akan menyerah juga," ucapnya menyepelekan.

"Kalau kamu memang ingin menyudahi pernikahan ini, silahkan saja tinggal kamu datang ke pengadilan agama," sahut Yudetra santai.

"Semua gak sesimpel itu. Kalau memang mudah, aku gak akan mau dinikahkan seperti ini dengan orang yang sama sekali gak aku kenal!" hardik Regita kesal.

"Lalu serumit apa? Serumit hidup kamu yang tidak punya aturan dan selalu membuat onar itu, hmmm?"

Ucapan Yudetra selalu membuatnya tersudut dan sangat menjengkelkan.

"Jang——"

"Udahlah." Yudetra bangkit dari duduknya. Melangkah mendekati Regita hingga mereka berhadapan.

"Kita jalani aja pernikahan ini. Perjanjian absurd yang kamu buat tadi tidak berlaku sama sekali. Tidak ada perjanjian apapun dalam pernikahan ini selain sigat ta'liq yang tertulis jelas di dalam buku nikah."

"Apabila saya, meninggalkan istri saya selama dua tahun berturut-turut. Tidak memberikan nafkah wajib kepada istri saya tiga bulan lamanya. Menyakiti badan atau jasmani istri saya, atau membiarkan istri saya selama enam bulan atau lebih, dan karena perbuatan itu istri saya tidak ridho. Maka kamu, berhak menggugatnya ke pengadilan agama. Lalu pengadilan menerima gugatan itu dan istri saya membayar penggantinya, maka semua bisa selesai." Yudetra berucap panjang lebar, membungkam Regita yang juga ingin mengoceh.

"Tapi saya pastikan, saya tidak akan berbuat demikian. Paham?!" pungkas Yudetra tanpa melepas tatapannya yang penuh intimidasi pada Regita.

Keadaan pun hening. Regita menatap heran pada Yudetra. Ia tidak pernah takut pada siapapun, kecuali sang Oma. Semua yang menasehati atau terkesan menggurui dirinya pasti ia lawan meski berujung perkelahian. Tapi dengan Yudetra, rasanya berbeda. Regita marah dan kesal tapi tubuhnya tidak bisa bergerak.

Kata-kata Yudetra terlampau tenang tapi menghunjam. Bukan karena volume suaranya, melainkan karena keyakinan yang terpancar dari tatapannya. Tegas, pasti, dan tidak bisa digoyahkan.

Regita ingin membantah. Ingin membanting sesuatu. Ingin meluapkan semua kekesalan. Tapi suaranya seperti tertahan di tenggorokan.

“Paham?” ulang Yudetra, kali ini dengan suara lebih pelan, namun terdengar jauh lebih tegas.

Regita memalingkan wajah. “Aku gak suka diatur,” gumamnya dengan bibir cemberut.

Yudetra melangkah mundur satu langkah, memberikan ruang, lalu tersenyum tipis. “Bagus. Karena saya juga nggak berniat mengatur kamu. Tapi saya akan memastikan kamu hidup dengan sadar bahwa sekarang kamu punya suami. Dan saya bukan suami yang bisa kamu abaikan semau kamu.”

Regita mengepalkan tangannya di atas meja. “Aku enggak akan tunduk gitu aja.”

“Silakan,” jawab Yudetra ringan. “Saya suka tantangan.” Senyumnya kembali merekah, kali ini sedikit nakal. "Dan siapa tahu, kamu memang lebih menarik waktu marah-marah. Lebih cantik saat ngomel, atau mungkin lebih berkharisma saat jadi pembangkang. Saya penasaran."

“Kurang ajar,” geram Regita, wajahnya merah bukan hanya karena marah, tapi juga malu.

Yudetra justru memasang wajah santai. "Saya ke depan dulu. Mengurus bibit-bibit bunga mawar yang Oma kamu belikan sebagai kado pernikahan kita. Bye, Sayang."

"Yudetra!" teriak Regita tetapi lelaki itu terus melangkah menjauh. Hingga sesuatu yang aneh berputar di dadanya mendengar Yudetra menyebut demikian. Sesuatu yang ia sendiri tak bisa beri nama.

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 13

    "Lo bener-bener nyebelin tahu gak? Harusnya elo menolak keras permintaan Oma soal cicit tadi. Malah iya-iya aja. Sialan!" Regita nyerocos saat mobil yang dikendarai Yudetra baru saja keluar dari kediaman sang Oma. Makan malam sudah selesai dan mereka menuju perjalanan pulang. Amplop putih berisikan tiket pesawat dan voucher bulan madu teronggok di atas dashboard. "Harusnya juga, elo nolak agenda bulan madu dari Oma!""Gue baru dua puluh tiga tahun. Tiba-tiba nikah sama Lo aja gue masih sangat syok dan gak terima. Apalagi kalau sampai harus hamil dan tiba-tiba punya anak. Gue gak rela masa muda gue justru habis buat ngurus bayi. No no no!"Yudetra tampak santai mengendalikan setir kemudi mobilnya. Mengembus napas kasar mendengar ocehan Regita di sampingnya itu, hingga tiba-tiba ia menginjak pedal rem begitu mendadak. Mobil berhenti dan tubuh Regita tersentak ke depan."Yudeeet! Yang bener bawa mobil. Elo mau bikin gue celaka?!" protes dari mulut Regita terdengar melengking memenuhi mob

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 12

    "Dua puluh tiga tahun lamanya mengurusi kamu, baru malam ini Oma melihat kamu begitu manis, Git. Tidak salah Oma meminta Yudetra yang menjadi suamimu," papar Nyonya Arlinda yang duduk di head of the table malam ini layaknya seorang pemimpin dalam keluarga.Regita yang duduk di sebelah sang suami bukannya terkesan, malah mendecak dan memanyunkan bibir. Merasa tidak tersentuh sama sekali dengan pujian sang Oma. Sementara Yudetra yang duduk lebih dekat dengan Nyonya Arlinda hanya menundukkan kepala dan tersenyum simpul.Meja makan mewah berlapis marmer cokelat itu memantulkan cahaya lampu kristal di atasnya, membuat suasana makan malam terlihat semakin elegan. Berbagai jenis hidangan makanan tersaji di atasnya. Mulai dari hidangan pembuka, utama hingga makanan penutup.Para pelayan dengan sigap mengisi piring ketiganya, hingga makan malam itu pun berlangsung.Regita berusaha fokus pada piringnya, memotong daging steak dengan gerakan cepat seolah ingi

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 11

    Brak!Regita menutup kasar pintu mobil setelah dirinya duduk di kursi samping kemudi. Yudetra memandang perempuan di sebelahnya secara menyeluruh. Senyuman pun mengembang di bibir lelaki itu, melihat Regita mengenakan dress serta flatshoes yang ia berikan."Elo ngapain liat-liat? Buruan jalan!" hardik Regita lalu mengarahkan pandangannya kembali ke depan."Kamu kalau bicara gak bisa diturunin dikit gitu nadanya? Kenapa tiap bicara sama saya gak bisa santai? Padahal saya gak ngapa-ngapain lho, kenapa kamu tuh kayak orang ngajak ribut aja bawaannya? Bisa gak, anggun dikit gitu, lho?" Yudetra menyuarakan protesnya."Gak bisa! Apalagi sama elo yang nyebelinnya tingkat dewa. Jangan harap gue bisa baik sama Lo. Dih, males!" dumel Regita sambil membuang muka ke arah samping.Yudetra mengambil napas dalam-dalam sambil menatap lurus ke arah depan. "Apa kamu gak tahu, orang galak dan pemarah cenderung lebih beresiko kena struk?""Bodo amat. Sekarang mending buruan bawa mobilnya. Jangan sampai t

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 10

    Regita kebingungan. Biasanya, bathrobe selalu tersedia pada gantungan besi di kamar mandi. Namun sekarang, di dalam kamar mandi itu tidak ada satu pun kain yang menggantung. Regita menghela napas keras, lalu membuka pintu kamar mandi sedikit. Menyembulkan kepala seraya merapatkan tubuhnya di belakang pintu. “YUDETRA! Handuk gue enggak ada,” teriaknya, tapi tak ada respons. "Yudetra! Gue minta handuk!" Regita berteriak lagi. Lebih keras tapi tetap tidak ada yang merespons. "Woyyy lah, gak ada yang denger? Hellooo! Gue minta handuk!" Ia berteriak lagi tapi keadaan masih sunyi. Ia pun menghela napas kesal. Membuka pintu kamar mandi lebih lebar dan kian menyembulkan kepalanya. Memastikan di dalam kamar luas itu tidak ada siapapun. Akhirnya ia keluar dari kamar mandi, menarik handuk putih yang menggantung di jemuran besi samping lemari. Ia mengikat handuk itu seadanya di dada, lalu melangkah menuju lemari untuk mengambil pakaiannya. Namun, belum sempat ia bergeser, pintu kamar itu t

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 9

    Yudetra menatap wajah Regita yang kini hanya berjarak beberapa inchi darinya. Napas mereka saling bertukar di udara yang sama, hangat, mendesak, dan tak terelakkan. Tatapan matanya mengunci pandangan Regita, begitu dalam dan menusuk, seperti ingin menggali lebih jauh dari sekadar kemarahan. Regita berusaha menarik tangannya, tapi cengkeraman Yudetra masih kuat, tidak menyakitkan namun cukup untuk membuatnya kesulitan kabur. "Lepasin!" desis Regita. "Kenapa? Takut terpesona?" timpal Yudetra dengan senyum seringai. Regita mencebik. "Halu! Gue mau tonjok dulu kepala, Lo sebelum keluar dari sini. Lepas!" “Enggak! Kalau kamu mau kabur lagi, silakan berusaha lebih keras!" tantang Yudetra. Regita menggerakkan kedua tangannya lebih keras, tapi tenaganya tak sanggup melawan cengkraman Yudetra yang bahkan sedang terbaring. "Lepasin!" pinta Regita dengan nada menghardik. Namun Yudetra malah tersenyum. "Udah sedeket ini, kamu gak mau cium saya aja gitu? Daripada capek-capek mau lepas dari

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 8

    Tiba di depan ruangan, Regita membuka pintu dengan hati-hati. Cahaya lampu menyinari wajah Yudetra yang kini terbaring di tempat tidur, dengan selang oksigen kecil menempel di hidung dan perban tipis di pelipis kanannya. Dadanya naik turun perlahan, yang menandakan lelaki itu belum sadar. Meski suster belum mengizinkan masuk, tapi Regita tidak peduli. Regita duduk di sisi ranjang. Pandangannya tajam, tapi kali ini tidak sepenuhnya marah. Lebih ke arah bingung, bercampur kesal dan cemas. Semua itu jadi satu. Punggung Regita menempel di sandaran kursi. Kedua tangan menyilang di depan dada dengan sorot mata tajam menatap pada Yudetra yang masih terbaring. Regita memandangi dengan diam. Namun hatinya justru berisik dan pikirannya sangat gaduh. Garis rahang Yudetra tampak kokoh. Dagunya tegas, dan tulang pipi tinggi. Menciptakan siluet wajah yang berkarakter kuat. Alisnya tebal dan lebat. Tumbuh alami dan nyaris bersatu di bagian tengah. Hidungnya mancung, lurus dan tegas, selaras de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status