Share

IDDI - 5

Author: Sity Mariah
last update Last Updated: 2025-07-08 11:16:25

**************

Regita bersandar pada pilar teras. Memperhatikan Yudetra yang sedang berkutat di taman kecil halaman rumah itu. Yudetra hanya memakai apron waterproof sebagai pelapis agar pakaiannya terhindar dari tanah, tapi penampilannya terlalu rapi untuk sekedar berkebun.

Sarung tangan hitam melapisi jemarinya yang kini sedang sibuk memindahkan media tanam ke pot bunga. Sesekali ia menyeka keringat dengan punggung tangan lalu kembali fokus.

"Non, ini jus alpukat favorit Tuan Yudetra sudah jadi. Tolong diantar, ya." Pembantu rumah tangga muncul dari dapur dengan nampan berisi segelas minuman dingin dan sedotan stainless.

Regita berbalik, siap menolak. “Suruh dia aja yang ambil sendiri ke dapur.”

“Tapi tadi Tuan meminta untuk diantar. Soalnya tangannya lagi kotor semua. Beliau udah nunggu dari tadi dan berpesan pada saya, supaya Non Regita yang mengantarnya ...” jelas pembantu itu hati-hati.

Regita menghela napas, mengambil nampan itu dengan malas. "Sini!" Gerakan tangannya kasar dan cepat.

Ia melangkah ke halaman, mendekati Yudetra yang masih tidak menyadari kedatangannya.

“Minuman kamu,” ujarnya dingin, meletakkan nampan di bangku taman tanpa menoleh.

“Oh, makasih.” Yudetra akhirnya mengangkat kepala sambil tersenyum tipis.

Regita berusaha menjaga ekspresinya tetap datar, meski jantungnya tidak sepenuhnya bekerja sama karena senyuman Yudetra yang entah kenapa terlihat sangat manis pagi hari itu.

“Kamu yang bikin?” tanya Yudetra, menatap gelas jus lalu menatap Regita.

“Enggaklah. Pembantu yang bikin,” jawab Regita cepat. “Kalau aku yang bikin, udah aku tambahin garam biar kamu muntah.”

Yudetra tertawa pelan, menyingkap wajahnya yang sedikit basah oleh keringat. “Kamu menggemaskan kalau lagi marah,” ujarnya lalu berbalik badan kembali dan fokus pada media tanam.

“Siapa yang marah?”

Yudetra tidak menjawab. Mengambil gelas dengan dua jari tangan kirinya—tangan kanannya masih berlumur tanah.

Regita menatap punggungnya, lalu matanya menurun ke arah apron yang ketat melingkar di pinggang Yudetra.

“Sial ... dilihat-lihat punggungnya tegap dan tubuhnya proporsional. Cowok model begini harusnya jadi barista di kafe, bukan jadi suami dadakan gue, sih?" pikirnya sendiri, lalu buru-buru mengalihkan pandangan ke arah lain.

“Regita.”

“Hm?”

“Duduk sebentar. Temenin saya,” ucap Yudetra tanpa menoleh.

Regita ingin menolak. Sudah di ujung lidah. Tapi tubuhnya justru bergerak sendiri. Ia duduk di bangku taman, beberapa langkah dari tempat Yudetra berjongkok

Suasana jadi hening.

Suara burung dan desir angin menjadi satu-satunya latar.

Yudetra kembali bekerja. Diam-diam Regita memperhatikan caranya memindahkan tanah, menepuk sisi pot, menanam bibit mawar dengan penuh kehati-hatian.

Tak ada ucapan cinta. Tak ada rayuan. Tapi entah kenapa, pemandangan itu membuat sesuatu di dalam dadanya terasa aneh. Hangat, tapi juga menggoda.

Tanpa sadar, ia tersenyum kecil.

"Kamu mau coba juga?" tanya Yudetra dengan tersisa dua pot kosong di hadapannya. Menyadarkan Regita hingga senyum kecilnya pudar lalu mendengkus.

"Gak suka."

"Lalu, apa yang kamu sukai selain ikut tawuran dan bolos?" tanya Yudetra lagi berhasil membuat Regita memberengut. Merasa prilakunya sedang dikuliti.

"Bukan urusanmu!" jawab Regita sambil menghentakkan kaki kemudian berlalu pergi. Masuk ke dalam rumah dengan perasaan kesal menggumpal dalam dada.

Ia terus melangkah menyusuri rumah sambil mengumpat lewat gumaman kecil, meninggalkan Yudetra yang kembali fokus dengan pot-pot bunganya.

Sedangkan Regita sudah masuk ke kamar utama lalu ke dalam kamar mandi. Membersihkan diri lantas bersiap-siap. Mengganti piyama tidurnya dengan pakaian yang lebih casual.

Perempuan berusia dua puluh tiga tahun itu mengenakan celana jeans panjang yang dipadukan kemeja marun kotak-kotak. Rambut panjangnya dikuncir tinggi. Tanpa riasan make up, hanya lip tint tipis di bibir, Regita keluar dari kamarnya.

Kaki jenjangnya melangkah lebar keluar dari rumah. Berjalan penuh percaya diri menuju pintu pagar untuk meninggalkan rumah itu.

"Mau ke mana kamu?" tanya Yudetra yang baru saja selesai dengan kegiatannya berkebun ringan.

"Ke luar," jawab Regita tanpa menoleh. "Pak, buka pintu pagarnya, saya mau ke luar dulu." Ia menyuruh penjaga rumah untuk membuka pagar yang digembok.

Namun, penjaga rumah itu tak kunjung keluar dari pos jaga.

"Pak! Buka pagarnya!" hardik Regita karena perintahnya diabaikan.

"Kamu tidak akan bisa keluar dari sini tanpa izin saya!" cetus Yudetra hingga Regita pun menoleh.

"Maksud kamu apa?" Regita langsung berjalan ke arah Yudetra yang berdiri di samping taman kecil hingga mereka berhadapan.

"Kalau kamu mau keluar, harus ada izin dari saya sebagai suami kamu," jawab Yudetra menegaskan.

"Bukan itu, tapi apa maksud kamu larang-larang aku? Aku gak suka ya, diatur-atur kayak anak SD!" protes Regita dengan suara lantang.

"Karena kamu sekarang istri saya. Suka tidak suka, tapi saya berhak penuh mengatur hidup kamu. Membuat kamu disiplin dan memiliki tujuan hidup."

Regita mendecak. "Ya sudah, sekarang aku minta kamu izinkan aku ke luar. Karena aku mau ke kafe. Aku mau merokok. Kamu tidak suka aku merokok di area sekitar rumah ini. Jadi izinkan aku keluar sekarang, mulutku udah kecut dari tadi gak merokok!"

"Kamu harus berhenti merokok mulai sekarang. Kalau kamu merasa butuh penyegar mulut, kamu bisa menggantinya dengan yang lain. Bukan dengan menghisap rokok!" tegas Yudetra. Nada bicaranya penuh tekanan dan intimidasi.

Tangan Regita mengepal di sisi tubuh. "Gak ada yang bisa menggantikan sensasi dari rokok yang aku sukai!"

"Ada, saya punya penggantinya."

"Apa? Permen mint?" Regita mendecak sebal sementara Yudetra menggeleng cepat.

"Lalu? Permen karet? Tablet hisap? Atau plaster nikotin?" Lagi, Regita mendecak meremehkan. "Gak mempan!"

Yudetra menyeringai sambil mendekat satu langkah hingga jarak mereka hanya dua jengkal.

"Bibir saya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 13

    "Lo bener-bener nyebelin tahu gak? Harusnya elo menolak keras permintaan Oma soal cicit tadi. Malah iya-iya aja. Sialan!" Regita nyerocos saat mobil yang dikendarai Yudetra baru saja keluar dari kediaman sang Oma. Makan malam sudah selesai dan mereka menuju perjalanan pulang. Amplop putih berisikan tiket pesawat dan voucher bulan madu teronggok di atas dashboard. "Harusnya juga, elo nolak agenda bulan madu dari Oma!""Gue baru dua puluh tiga tahun. Tiba-tiba nikah sama Lo aja gue masih sangat syok dan gak terima. Apalagi kalau sampai harus hamil dan tiba-tiba punya anak. Gue gak rela masa muda gue justru habis buat ngurus bayi. No no no!"Yudetra tampak santai mengendalikan setir kemudi mobilnya. Mengembus napas kasar mendengar ocehan Regita di sampingnya itu, hingga tiba-tiba ia menginjak pedal rem begitu mendadak. Mobil berhenti dan tubuh Regita tersentak ke depan."Yudeeet! Yang bener bawa mobil. Elo mau bikin gue celaka?!" protes dari mulut Regita terdengar melengking memenuhi mob

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 12

    "Dua puluh tiga tahun lamanya mengurusi kamu, baru malam ini Oma melihat kamu begitu manis, Git. Tidak salah Oma meminta Yudetra yang menjadi suamimu," papar Nyonya Arlinda yang duduk di head of the table malam ini layaknya seorang pemimpin dalam keluarga.Regita yang duduk di sebelah sang suami bukannya terkesan, malah mendecak dan memanyunkan bibir. Merasa tidak tersentuh sama sekali dengan pujian sang Oma. Sementara Yudetra yang duduk lebih dekat dengan Nyonya Arlinda hanya menundukkan kepala dan tersenyum simpul.Meja makan mewah berlapis marmer cokelat itu memantulkan cahaya lampu kristal di atasnya, membuat suasana makan malam terlihat semakin elegan. Berbagai jenis hidangan makanan tersaji di atasnya. Mulai dari hidangan pembuka, utama hingga makanan penutup.Para pelayan dengan sigap mengisi piring ketiganya, hingga makan malam itu pun berlangsung.Regita berusaha fokus pada piringnya, memotong daging steak dengan gerakan cepat seolah ingi

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 11

    Brak!Regita menutup kasar pintu mobil setelah dirinya duduk di kursi samping kemudi. Yudetra memandang perempuan di sebelahnya secara menyeluruh. Senyuman pun mengembang di bibir lelaki itu, melihat Regita mengenakan dress serta flatshoes yang ia berikan."Elo ngapain liat-liat? Buruan jalan!" hardik Regita lalu mengarahkan pandangannya kembali ke depan."Kamu kalau bicara gak bisa diturunin dikit gitu nadanya? Kenapa tiap bicara sama saya gak bisa santai? Padahal saya gak ngapa-ngapain lho, kenapa kamu tuh kayak orang ngajak ribut aja bawaannya? Bisa gak, anggun dikit gitu, lho?" Yudetra menyuarakan protesnya."Gak bisa! Apalagi sama elo yang nyebelinnya tingkat dewa. Jangan harap gue bisa baik sama Lo. Dih, males!" dumel Regita sambil membuang muka ke arah samping.Yudetra mengambil napas dalam-dalam sambil menatap lurus ke arah depan. "Apa kamu gak tahu, orang galak dan pemarah cenderung lebih beresiko kena struk?""Bodo amat. Sekarang mending buruan bawa mobilnya. Jangan sampai t

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 10

    Regita kebingungan. Biasanya, bathrobe selalu tersedia pada gantungan besi di kamar mandi. Namun sekarang, di dalam kamar mandi itu tidak ada satu pun kain yang menggantung. Regita menghela napas keras, lalu membuka pintu kamar mandi sedikit. Menyembulkan kepala seraya merapatkan tubuhnya di belakang pintu. “YUDETRA! Handuk gue enggak ada,” teriaknya, tapi tak ada respons. "Yudetra! Gue minta handuk!" Regita berteriak lagi. Lebih keras tapi tetap tidak ada yang merespons. "Woyyy lah, gak ada yang denger? Hellooo! Gue minta handuk!" Ia berteriak lagi tapi keadaan masih sunyi. Ia pun menghela napas kesal. Membuka pintu kamar mandi lebih lebar dan kian menyembulkan kepalanya. Memastikan di dalam kamar luas itu tidak ada siapapun. Akhirnya ia keluar dari kamar mandi, menarik handuk putih yang menggantung di jemuran besi samping lemari. Ia mengikat handuk itu seadanya di dada, lalu melangkah menuju lemari untuk mengambil pakaiannya. Namun, belum sempat ia bergeser, pintu kamar itu t

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 9

    Yudetra menatap wajah Regita yang kini hanya berjarak beberapa inchi darinya. Napas mereka saling bertukar di udara yang sama, hangat, mendesak, dan tak terelakkan. Tatapan matanya mengunci pandangan Regita, begitu dalam dan menusuk, seperti ingin menggali lebih jauh dari sekadar kemarahan. Regita berusaha menarik tangannya, tapi cengkeraman Yudetra masih kuat, tidak menyakitkan namun cukup untuk membuatnya kesulitan kabur. "Lepasin!" desis Regita. "Kenapa? Takut terpesona?" timpal Yudetra dengan senyum seringai. Regita mencebik. "Halu! Gue mau tonjok dulu kepala, Lo sebelum keluar dari sini. Lepas!" “Enggak! Kalau kamu mau kabur lagi, silakan berusaha lebih keras!" tantang Yudetra. Regita menggerakkan kedua tangannya lebih keras, tapi tenaganya tak sanggup melawan cengkraman Yudetra yang bahkan sedang terbaring. "Lepasin!" pinta Regita dengan nada menghardik. Namun Yudetra malah tersenyum. "Udah sedeket ini, kamu gak mau cium saya aja gitu? Daripada capek-capek mau lepas dari

  • Istri Dadakan Dosen Idaman    IDDI - 8

    Tiba di depan ruangan, Regita membuka pintu dengan hati-hati. Cahaya lampu menyinari wajah Yudetra yang kini terbaring di tempat tidur, dengan selang oksigen kecil menempel di hidung dan perban tipis di pelipis kanannya. Dadanya naik turun perlahan, yang menandakan lelaki itu belum sadar. Meski suster belum mengizinkan masuk, tapi Regita tidak peduli. Regita duduk di sisi ranjang. Pandangannya tajam, tapi kali ini tidak sepenuhnya marah. Lebih ke arah bingung, bercampur kesal dan cemas. Semua itu jadi satu. Punggung Regita menempel di sandaran kursi. Kedua tangan menyilang di depan dada dengan sorot mata tajam menatap pada Yudetra yang masih terbaring. Regita memandangi dengan diam. Namun hatinya justru berisik dan pikirannya sangat gaduh. Garis rahang Yudetra tampak kokoh. Dagunya tegas, dan tulang pipi tinggi. Menciptakan siluet wajah yang berkarakter kuat. Alisnya tebal dan lebat. Tumbuh alami dan nyaris bersatu di bagian tengah. Hidungnya mancung, lurus dan tegas, selaras de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status