Siapa yang tak kesal? Baru masuk kuliah, kini sudah dihukum saja! Tugasnya benar-benar tak tanggung, sudah menyuruh dibersihkan ruangannya dan setelahnya, membuat artikel Sasing?! Membuat kepala menjadi pusing saja.
“Sumpah deh, tuh dosen baru pertama kalinya ketemu. Sudah kayak gini aja, apalagi nanti sampai 8 semester ketemu terus. Bisa gila aku lama-lama!” gerutu Sasha.
Gadis itu tengah memindahkan buku-buku yang tak tertata kembali ke rak disebelahnya. Nampak ruangan dosen tersebut terlihat elegan dengan dekorasi yang menawan. Namun, anehnya ruangan pria ini berbeda dengan para dosen lainnya. Membuat Sasha merasa kebingungan.
“Nih dosen, ruangannya kok beda dari yang lain ya? Apa dia ini begitu istimewa di kampus sampai ruangannya pun berbeda,” gumam Sasha merasa kebingungan dengan semua yang telah dilihatnya.
Dalam sekejap, buku-buku tersebut sudah berpindah. Meja dosen tersebut pun menjadi sangat rapih nan indah membuat Sasha mengelum senyum. Akan tetapi, matanya tak sengaja melirik ke arah kartu nama yang terletak di ujung meja.
Sasha mendekatinya, merasa penasaran dengan nama dosennya tersebut. “Prof. Aditya,” ujar Sasha pelan. “Namanya sih bagus tetapi, tuh dosen belagu betul. Baru pertama kali aja kayak gini, apalagi nanti bertahun-tahun. Bisa-bisa mati berdiri karena kesal aku. Lagian yah, tuh dosen siapa sih? Sok banget, sudah kayak yang punya kampus ini saja,” gerutu Sasha kesal.
“Memang saya yang punya,” celetuk salah satu pria yang baru saja memasuki ruangannya. Sasha segera melirik dan ternyata Prof. Aditya sudah berdiri disana dengan wajah yang terlihat datar.
Kapan pria itu datang? Padahal sejak tadi, tak ada suara apapun bahkan suara decitan pintu pun tak terdengar sama sekali.
“Eh, ada Prof. Kok ada disini? Mau ngambil sesuatu ya?” tanya Sasha gelagapan. Ia maju selangkah, kemudian bibirnya tertarik membentuk senyuman yang menawan.
"Jam pelajaran saya sudah habis!” balas Aditya begitu saja. Dia mendekat ke arah Sasha yang membuat gadis itu sontak memundurkan dirinya, berjaga-jaga takut jika Prof. Aditya melakukan sesuatu. Hingga tubuhnya sudah tersudut antara kursi dan meja.
“Gak usah kepedean, saya cuman mau mengambil pena!” kata Prof. Aditya begitu saja.
Sasha terdiam. Wajahnya nampak merona memerah. Bisa-bisanya ia telah melakukan hal yang begitu konyol hingga membuat dirinya merasa malu yang luar biasa.
“Bukan kepedean, saya hanya berjaga-jaga saja. Takut jika dosen melakukan sesuatu yang gak-gak sama saya,” ujar Sasha membela dirinya.
“Sejelak itu saya dimata kamu?” tuding Prof. Aditya dengan mata yang meliriknya tajam. “Saya juga punya batasan, gak selera juga sama kamu!” sentaknya yang membuat Sasha tertohok dengan perkataannya.
“Dih, memang saya selera gitu sama Prof? Gak lah! Enak aja, saya juga ogah kali, ah!”
Andaikan saja Sasha mengatakan itu kepadanya namun, sayangnya. Sasha tidak bisa melakukannya karena dirinya masih sayang nyawa. Dia tak mau berbuat sesuatu yang lebih, apalagi Sasha adalah Maba.
“Sudah sana, pergi! Ngapain bergeming di tempat? Masih mau membersihkan ruangan saya?” ujar Prof. Aditya lagi.
Sasha menahan amarahnya. Raut wajah pun kini terasa lebih memerah. Lihat saja, Sasha pasti akan melakukan sesuatu kepada pria tersebut.
“Gaklah, Prof. Ini saya mau pergi,” ujar Sasha. Langkah kakinya segera menjauh, meninggalkan Prof. Aditya yang tengah berdiri menatapnya.
Diraihnya ganggang pintu tersebut. Belum sepenuhnya terbuka, Prof. Aditya kembali memanggilnya yang membuat Sasha segera menghentikan langkahnya.
“Ada apa lagi sih, ya allah?” gerutu Sasha dalam hatinya.
Sasha memaksa senyumannya sesaat, sebelum kembali berbalik. Menatap ke arah Prof. Aditya dengan wajah yang terlihat terpaksa.
“Cuman mengingatkan, tugasnya besok harus dikumpulkan!” perintahnya.
Oh, my gosh. Sasha menggertu dalam hatinya, yang benar saja tugasnya esok harus dikumpulkan? Berarti malam ini, Sasha harus berdagang untuk membuatkan artikel. Tidak-tidak, kenapa dosen yang berada dihadapannya terlihat sangat menyulitkan!
“Prof, yang bener aja?” tanya Sasha, memastikan perkataan Prof. Aditya dengan benar.
“Kenapa? Kamu gak suka? Mau saya tambahkan tugasnya untuk mencari artikel Sasing di majalah Inggris?” ancam Prof. Aditya.
Astaga!
Sasha tak bisa membayangkan, begitu kejamnya Prof. Aditya dengan dirinya. Lihatlah, Sasha pastikan pria itu mendapatkan hal yang setimpal dengannya.
Kini pikiran Sasha dipenuhi dengan pemikiran negatif untuk membalaskan dendamnya kepada dosen tersebut. Andaikan saja, Sasha adalah seorang penjahat. Mungkin hari ini, Prof. Aditya sudah mendapatkan balasannya.
“Tidak perlu, Prof. Saya hanya ingin mengatakan, terimakasih sudah membuat malam saya merasa begitu bahagia dengan tugas yang anda berikan,” jawab Sasha diiringi senyuman kecil yang terlihat sangat paksa.
Dalam hitungan menit, Sasha segera pergi darisana. Merasa muak untuk berlama-lama dengan pria yang berada dihadapannya itu. Meskipun pria tersebut berjabat sebagai dosennya, tak bisa dipungkiri bahwa Sasha merasa kesal.
Di lorong kampus, Sasha berjalan dengan langkah kebesaran. Melewati setiap orang yang tengah memperhatikan penampilannya. Mungkin karena Sasha adalah Maba, mereka merasa terkesima dengan penampilan Sasha yang terlihat cukup menawan.
“Sasha!!” Terdengar teriakan Alya begitu mengema di lorong kampus. Segera Sasha menengok dan mendapati Alya yang tengah melambaikan tangan ke arahnya.
Melihat wajah Alya, membuat mood Sasha merasa kesal. Ia malas dengannya namun, karena Sasha merupakan seorang yang baik hati dan tidak sombong. Ia ikut membalas lambaian tangannya.
“Sudah selesai dihukumnya?” tanya Alya ketika berada di dekatnya.
“Gak usah bahas itu, deh! Aku lagi gak mood!” sanggah Sasha seraya memutar bola matanya malas.
Alya tertawa renyah. “Lagian kamu tuh aneh, kenapa datang terlambat? Aku kan sudah bilang ke kamu, kalau pagi ini ada jadwal. Bahkan pagi tadi pun, aku sudah memperingati mu lewat pesan.”
“Aku tahu! Tetapi,tadi itu macet. Belum lagi, aku habis berdebat dengan Ayah. Makanya aku datangnya telat,” ujar Sasha dengan cepat.
“Kenapa kamu berdebat dengan Om Wijaya?” tanya Alya begitu penasaran. Ia merangkul pundak Sasha membawanya menuju Cafe yang berada di dekat kampus.
Sasha menghela nafas, mengingat kejadian tadi pagi yang menyebalkan. “Masa dia mau menjodohkan ku dengan anak pria nya! Aku ini kan masih kecil. Belum waktunya juga menikah!”
“Loh?!” Alya terkejut mendengarnya namun, detik berikutnya. Ekspresi tergantikan menjadi kesenangan. “Gak apa-apa sih, umur mu itu kan 18 tahun. Dan sebentar lagi juga 19, nah nanti umur 20 baru deh nikah.”
“Dih! Kamu kok ngatur!” sungut Sasha.
Alya terkekeh kecil. “Ngomong-ngomong, Prof. Aditya ternyata tampan juga ya? Tadi ketika kamu datang ke ruangannya, gimana aromanya?”
“Biasa aja tuh. Gak ada aroma apapun, dosen yang satu itu nyebelin. Sok galak, sok berkuasa, mana belagu banget lagi!” cerocos Sasha begitu saja.
Alya sontak terdiam, ia bergeming di tempatnya membuat Sasha yang merasakan itu ikut terdiam. Raut wajah menegok ke arah Alya.
Terlihat Alya mulai menyenggol bahu Sasha, memberikan kode untuk melihat seseorang yang tengah berdiri menatap mereka. Namun, pada dasarnya Sasha ini tidak peka. Ia malah kebingungan hingga suara seseorang langsung menyadarkannya.
“Ngomong itu jangan di belakang orangnya! Ngomong sama saya langsung!”
Sesaat, Sasha langsung tertegun dengan ucapannya. Pria yang berada di hadapannya seakan menyimpan luka yang membuatnya kebingungan. Apa maksudnya dari perkataannya? Sasha yakin, Aditya mengatakan itu untuk seseorang yang mungkin pernah singgah di kehidupannya. "Tolong, peluk aku," gumamnya dengan mata yang masih terpejam. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Padahal suhu udara sudah masuk ke maksimal. Sehingga membuat Sasha bergerak namun, Aditya langsung menghentikan pergerakanya dan berakhir mengunci Sasha untuk tidak pergi. "Nih, Om-om, kenapa sih?" gerutu Sasha secara gamblangnya. Sontak Sasha mengganti posisi menjadi tertidur agar lebih nyaman. Mata yang masih belum mengantuk, menatap tiap inci wajah Aditya yang terlihat ketakutan di dalam mimpinya. Tanpa sadar, tangan Sasha beranjak, membelai rambut Aditya agar lebih tenang. Dan dalam sekejap—seperti sihir yang berada di tangannya, Aditya perlahan mulai tenang. Keringat yang membanjiri sudah mereda dan digantikan oleh suara
"Eh! Maaf, Sa, Prof. Aku gak sengaja." Alya tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar Sasha tanpa sengaja. Gadis itu begitu lupa dengan temannya yang sudah menikah pada hari ini. Ia meruntuki sikapnya yang cerobos dan menganggu kenyamanan kedua pasutri yang ingin melakukan malam pertama, mungkin. "Aku akan pergi! Kalian lanjutkan aja," ucap Alya terburu-buru, ia langsung mundur ke belakang dan berniat menutup pintu. "Tunggu dulu," celetuk Aditya seraya bangkit dari tempatnya. Pria itu mendekati Alya yang berhenti di tempatnya, nampak gadis itu tengah bergeming di tempat dengan kepala yang tertunduk menahan rasa malu yang menyergap hatinya. "Kalian kalau mau mengobrol silakan saja, saya akan pergi keluar sebentar," lanjut Aditya seraya melangkahkan kakinya menuju luar kamar. "Eh! Nggak perlu, Prof! Saya cuman mau ngasih tahu Sasha, kalau saya mau pulang. Nah, karena saya sudah ngasih tahu, kalian lanjutin aja," ucap Alya seraya memundurkan langkahnya dan langsung menutup pintu ken
Hal yang begitu menakutkan untuk Sasha akhirnya tiba. Dengan nafas yang begitu tercekat, Sasha meraih ganggang pintu yang nampak tertutup di sana. Jantungnya berdebar kencang untuk menemui Aditya yang telah berada di dalam sana. Sasha bahkan cukup ketakutan untuk membukanya. Takut hal aneh akan terjadi pada malam ini, ingin sekali Sasha merengek pada sang ibu yang telah menaruh Aditya di kamarnya. "Nak ...!" Sasha langsung terkejut dengan suara yang tiba-tiba saja datang. Detak jantungnya langsung berhenti berdetak, dan melirik ke arah ibu mertuanya. Sasha langsung tersenyum kecil. "Eh, Tante. Lagi apa disini, Tan?" tanya Sasha basa-basi . "Panggil mama sekarang, Sa. Sekarang 'kan kamu sudah menjadi mantu ku, masa masih panggil tante," jawabnya dengan helaan nafas yang begitu panjang. Sasha tertawa, tangannya terangkat, menggaruk tengkuknya yang tak merasa gatal. Begitu canggung dirinya untuk mengatakan hal tersebut pada ibu mertuanya. "Saya coba, Tan— eh, maksudnya,
Tiga hari kemudian .... Tak pernah terbayangkan dalam hidup Sasha untuk menikah muda dengan sosok pria yang menjadi dosennya di kampus. Sasha tak pernah tahu tentang takdir Tuhan yang direncanakan untuknya tetapi, rasanya begitu pusing untuk menghadapi semuanya. Padahal jarak mereka cukup jauh, Sasha hanyalah gadis yang baru beranjak usia 19 tahun. Sedangkan, Aditya berumur 27 tahun, mungkin bisa jadi lebih. Lantas Sasha harus bagaimana dengan pernikahan ini nantinya? "Sasha ...!" teriak Alya yang baru masuk ke dalam kamar rias pengantin. Sontak Sasha sedikit terkejut, ia melirik ke arah Alya yang tengah berdiri dengan pakaian berwarna merah maroon, itu adalah kain yang Sahsa berikan untuk dikenakan oleh Alya dan menjadikan sebagai briedesmaid. "Jangan berisik, nanti MUA yang meriah wajahku terperanjat dan malah mencoret wajah cantik ku ini!" desis Sasha. "Maaf, maaf, habisnya aku terlalu excited. Kok, kamu sudah menikah saja sedangkan kamu gak pernah bilang kalau kamu
Sasha terkejut mendengar kalimat yang telah dilontarkan oleh sang Ayah. Ia bahkan mematung di tempatnya dengan ponsel yang sengaja ia jauhkan dari telinganya. Prof. Aditya seperti mempermainkannya bahkan hingga membuat keputusan sendiri yang membuatnya merasa kesal. Tanpa mengatakan apapun pada sang Ayah, Sasha langsung mematikan ponsel sepihak. Rasa kesal menghingapinya membuat Sasha bangkit dari tempat duduknya. Ia segera pergi dari kantin yang semakin sepi, meninggalkan Raffi dan juga Alya. Sasha benar-benar tak berpamitan sepatah-katapun yang dipikirannya kini hanya ingin menemui Prof. Aditya. "Woi?!" Alya berteriak ketika kakinya menginjak di tempat mereka duduk semula. Namun, Sasha malah pergi layaknya seorang jailangkung. "Makanan kamu gimana, ini? Kok ditinggal?!" teriak Alya cukup kencang. Sasha memilih untuk tak mendengarkannya. Dia tak mendengarkan apapun dan memilih untuk tetap pergi dengan raut wajah memerah. Langkah kakinya terus menelusuri tiap-tiap sudut ruangan ka
Mulut Prof. Aditya memang harus dikunci rapat-rapat menggunakan solatip hitam. Pria itu secara gamblangnya mengungkapkan semua yang terjadi pada malam hari membuat Sasha merasa kesal. “Apasih?! Prof halu nih,” cetus Sasha seraya meraih kedua tangan Raffi dan Alya bersamaan. Ia tak mau membuat kedua temannya mendengar ucapan dari Prof. Aditya lagi dan membuat gosip terbaru di kalangan kampus hingga membuat namanya langsung terkenal dimana-mana. Kakinya melangkah sambil menarik-narik Raffi dan Alya secara bersamaan menuju kantin yang berada di ujung kampus. Ia tak mau mendengar kalimat apapun lagi dari mulut Prof. Aditya dan malah membuatnya kesal setengah mati. Di area kampus begitu banyak sekali orang di setiap penjuru. Tatapan demi tatapan dilayangkan oleh orang-orang berada di sekitar mereka dengan tatapan aneh namun, ketiganya tetap berjalan dan mengabaikan semuanya. Mereka beranggapan bahwa orang-orang itu hanyalah seorang makhluk halus yang datang dan memperhatikannya.Sampai