Ara yang ketiduran di tempat tidur Joan, setelah suaminya itu meninggalkannya. Segera membuka kedua bola matanya ketika mendengar suara pintu di buka dengan kencang.Dan segera turun dari tempat tidur, ketika melihat Joan masuk ke dalam kamar tersebut.Tautan kening menghiasi wajah Ara, ketika melihat sang suami masuk dengan tubuh di papah oleh Zack."Aku cari obat dulu," kata Zack setelah mendudukkan bokong Joan di pinggiran tempat tidur.Ketika atasan dan juga sahabatnya terluka di salah satu kakinya, setelah tadi melarikan diri dari kejaran musuh Joan.Ara hanya diam mematung melihat Zack yang keluar dari dalam kamar dengan terburu-buru, kemudian menatap pada Joan yang sedang menahan sakit, disalah satu kakinya."Jangan hanya berdiri disitu bodoh! Cepat ambilkan aku minum!" perintah Joan yang sangat haus setelah tadi melarikan diri dari kejaran musuhnya.Bergegas Ara mengambil segelas air putih yang berada diatas meja nakas, lalu mendekati Joan. "Silakan,"Joan mengambil gelas ters
Hati Ara langsung luluh mendengar permintaan dari kakek Janned.Membuatnya mengurungkan niat untuk meninggalkan pria kejam yang sudah berstatus sebagai suaminya itu."Aku akan tetap tinggal disini dan menjadi istri untuk selamanya bagi cucu kakek itu." kata Ara."Terima kasih Ra, kakek berharap kamu bisa mengubah keras kepala Joan." tentu saja kakek Janned berharap suatu saat Ara bisa mengubah cucunya itu menjadi pria yang tidak keras kepala lagi.Meskipun Joan bukankah cucu kandungnya, tapi kakek Janned sudah menganggapnya sebagai cucunya sendiri, yang akan menjadi pewaris kekayaannya.Mengingat lagi, kakek Janned tidak memiliki keturunan lagi setelah anak dan juga menantunya yang Joan pikir adalah orang tuanya, telah meninggal dunia karena kecelakaan.Ara menganggukkan kepalanya untuk menimpali ucapan kakek Janned.Dimana pria paruh baya tersebut kini beranjak dari duduknya. "Ra, panggil Joan. Ajak dia sarapan, kakek tunggu kalian berdua di meja makan.""Baik Kek,"Setelah kakek Jan
Bibi Miu segera membawa Ara ke rumah sakit, setelah Joan memanggilnya. Ketika mendapati sang istri tiba-tiba pingsan setelah ia dorong dan mengeluh sakit di bagian perutnya.Tanpa merasa bersalah setelah apa yang terjadi pada Ara, Joan kembali menghisap puntung rokok yang menyala, berharap frustasi yang sedang ia rasakan segera menyingkir.Karena sampai detik ini Joan belum juga menemukan keberadaan Vio, yang seolah hilang di telan bumi. Padahal Joan sudah pergi kesana kemari mencari wanita yang sangat dicintainya."Arrggggg!" Joan memukul meja kaca dihadapannya sampai hancur, dan membuat telapak tangannya terluka. "Vio, kembalilah padaku. Aku tidak bisa hidup tanpamu,"Sementara itu di rumah sakit. Bibi Miu merasa lega setelah Ara ditangani oleh dokter, kini kondisinya baik-baik saja dan sudah sadarkan diri.Ruang perawatan VIP menjadi tempat Ara beristirahat setelah dokter menyuruhnya untuk menjalani rawat inap."Non, apa yang terjadi sebenarnya?" tanya bibi Miu, yang belum mengetah
Ara menitikan air mata dan terus menatap pada Joan, ia tidak percaya pria tersebut menyuruhnya untuk menggugurkan bayi yang ada di dalam rahimnya.Meskipun awalnya Ara sempat berpikir jika Joan tidak mungkin akan menerima bayinya, tapi tidak terlintas sedikitpun di benaknya jika pria tersebut ternyata lebih keji dengan memintanya menggugurkan bayinya."Kamu pikir, dengan kamu menangis akan mengubah keputusanku? Tidak! Keluar dari kamar ini dan segera gugurkan bayimu!""Jahat." ucapan tersebut lolos begitu saja dari bibir Ara.Namun, hanya membuat Joan tersenyum, lalu mendorong tubuh Ara Keluar dari dalam kamarnya. "Pergi dari hadapanku!"Ara yang sudah berada di depan kamar Joan, menatap pintu kamar tersebut yang baru saja di tutup dengan kencang oleh Joan.Tidak, Ara tidak boleh menangis. Membuatnya segera menghapus air mata yang membasahi kedua pipinya.Dan Ara juga tidak boleh bersedih, ada kakek Janned yang selalu mengerti akan dirinya. "Aku harus memberi tahu kakek.""Jika kamu m
Rehan masih tidak percaya, setelah mencari kesana kemari keberadaan sang kekasih setelah kejadian malam itu, dimana ia kehilangan Ara saat di stasiun Bus.Kini ia menemukan keberadaan kekasihnya tersebut, saat Rehan sudah pasrah mencarinya."Kak Rehan." ucap Ara lagi, karena Rehan tidak menimpali ucapannya. Yang ada Rehan terus menatapnya, masih tidak percaya jika gadis yang sekarang sudah berdiri di hadapannya, adalah Ara. "Ara, kamukah ini?" tanyanya."Iya Kak, aku Ara."Rehan segera membawa gadis tersebut ke dalam pelukannya. "Tuhan, terima kasih. Engkau telah mempertemukan aku dengan Ara." ucapnya, dan semakin erat memeluk kekasihnya tersebut."Kak, lepaskan aku." pinta Ara.Bukan hanya ia sulit bernafas, karena Rehan memeluknya begitu erat.Tapi selama menjalin hubungan kekasih dengan Rehan, tidak pernah sekalipun keduanya saling berpelukan. Rehan segera melepas pelukannya ketika mendengar permintaan Ara.Lalu menatap lekat wajah gadis tersebut. "Kamu ke mana saja Ra? Asal kamu
Meskipun tahu, gadis yang sangat Rehan cintai sudah memiliki suami dan juga sedang hamil.Tapi Rehan tidak tega untuk mengabaikan Ara, apa lagi ia tahu pernikahan gadis tersebut dengan suaminya tidak berjalan semestinya.Dan Rehan berjanji akan terus bersama dengan Ara, yang kini tidak memiliki siapapun. Termasuk ibu kandung Ara yang tidak menginginkan sang putri kembali."Aku pulang." Rehan membuka pintu kamar kostnya, sesaat setelah ia pulang bekerja.Ara yang seharian berada di dalam kamar kost, beranjak dari duduknya melihat Rehan telah pulang."Kak Rehan bilang pulang agak malam, kenapa sekarang sudah pulang?" tanya Ara mengingat pria tersebut tadi menghubunginya, akan pulang malem. Tapi baru juga jam lima sore Rehan sudah pulang."Bos tidak jadi memintaku lembur, Ra." jawab Rehan dan berjalan mendekati Ara. "Ini untuk kamu," Rehan menyodorkan buah tangan kehadapan Ara.Ara mengambil paperbag tersebut dan membukanya, dimana di dalam paperbag terdapat susu hamil dan beberapa cemil
Kakek Janned terpaksa mengakhiri tidur nyenyaknya. Ketika pintu kamarnya di ketuk dari luar berulang kali.Setelah beranjak dari tidurnya kakek Janned menatap pada jam yang terpasang di dinding kamarnya, dimana jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari."Apa Jo sudah menemukan Ara." kata Kakek Janned berpikir yang mengetuk pintu adalah sang cucu.Dan itu mungkin saja, karena semua yang bekerja di rumah tersebut, boleh mengijinkan Joan masuk asal bersama dengan Ara.Bergegas Kakek Janned menuju pintu ingin segera menemui sang cucu.Namun, ketika sudah membuka pintu kamarnya. Bukan Joan sang cucu yang sudah berdiri di depan kamar, melainkan Zack.Tautan kening menghiasi wajah Kakek Janned ketika melihat Zack penuh dengan luka, hingga tetesan darah masih menetes dari beberapa sudut tubuhnya."Tuan, Jo..." belum juga Zack meneruskan ucapannya, tubuhnya sudah lebih dulu jatuh tersungkur keatas lantai, dan tidak sadarkan diri.Perasaan kakek Janned tidak enak karena ucapan Zack. Membuat k
"Tu... Tuan Jo." ucap Ara lagi.Yakin memang pria tersebut adalah ayah dari bayi yang sedang di kandungnya.Ara menjauhkan tangannya ketika ingin membalik tubuh Joan.Dan ingin meninggalkannya, karena Ara ingin benar-benar melupakan pria tersebut.Namun, ia urungkan. Hati kecilnya begitu iba dengan kondisi Joan yang begitu berantakan. Apa lagi ada beberapa luka di wajahnya.'Ra, abaikan saja dia. Ingat apa yang sudah dia lakukan padamu' ucap Ara pada dirinya sendiri. Berharap ia membuang jauh rasa ibanya pada Joan.Hingga akhirnya, Ara melangkahkan kakinya ingin segera meninggalkan pria yang masih berstatus sebagai suaminya.Dan sekarang kembali ia urungkan. Bukan karena hati kecilnya merasa iba dengan kondisi Joan.Tapi salah satu kaki Ara dipegang oleh Joan. "To... to... tolong aku." ucap Joan terbata.Sampai akhirnya Ara menolong Joan, dan membawanya pulang. Dengan di bantu oleh warga yang kebetulan melewati jalanan dimana ia berada.Bukan hanya itu saja, tapi Ara juga memanggil do