Home / Romansa / Istri Dadakan sang Pewaris / BAB 5 | Dunia Asing

Share

BAB 5 | Dunia Asing

Author: Yulia Ang
last update Last Updated: 2024-05-25 10:12:21

Anna berulang kali meremas ujung bajunya dengan gugup. Perasaannya campur aduk. Bagaimana tidak, tiba-tiba seorang pria bernama Khairan datang ke kosnya, mengaku sebagai sopir pribadi Kavi. Ia membawa kabar duka sekaligus menjemput Anna.

Erianto—kakek penjual steak itu meninggal dunia.

Hati Anna langsung terasa kosong. Meski mereka hanya bertemu sekali, makan malam bersama Erianto di Teras Rumah menyisakan kesan mendalam yang tak terlupakan. Dalam hidupnya, baru kali itu Anna merasa benar-benar didengar. Dan ironisnya, itu justru dilakukan oleh orang asing—seorang pria tua yang belakangan Anna ketahui adalah kakek Kavi.

Anna masih ingat betul momen malam itu. Bagaimana Erianto dengan sabar mendengarkannya menangis, tanpa menghakimi.

“Aku merencanakan makan malam ini dari jauh-jauh hari, Kek. Mereka semua senang, tidak sabar ingin ke sini saat tahu aku berhasil reservasi di Teras Rumah. Tapi tiba-tiba mereka membatalkan dan membuat acara sendiri... tanpa memberitahuku,” ucap Anna lirih, air matanya jatuh satu per satu.

“Selama ini aku menganggap mereka seperti keluarga. Tapi ternyata aku salah.”

Erianto tak berkata apa-apa. Ia hanya mengulurkan tisu. Anna menerimanya dan mengusap matanya yang basah.

“Aku merasa Tuhan tidak adil. Terlalu berat rasanya. Dari kecil aku dan adikku—Orion—sudah yatim piatu. Kami diasuh oleh kerabat yang merawat kami seadanya. Kalau kami membuat kesalahan, kami dipukul atau dimaki. Bahkan untuk hal yang sepele.”

“Sampai akhirnya aku nekat kabur dengan Orion waktu aku lulus SMP. Kami tinggal di rumah kosong yang katanya berhantu. Tapi aku tidak peduli. Hidupku jauh lebih menyeramkan dari hantu mana pun.”

Anna berhenti sejenak, napasnya tersendat karena tangis.

“Waktu SMA aku mulai kerja sambilan. Dua tempat sekaligus. Sampai pernah sakit tipes, tapi tetap kerja. Yang aku pikirkan cuma satu, cari uang. Untuk makan. Untuk bertahan. Untuk biaya sekolah adikku.”

“Setelah uangku cukup, aku sewa kamar kos. Tapi, kami malah diusir karena dikira pasangan kumpul kebo. Umur kami memang cuma beda setahun.”

“Orion akhirnya kerja setelah lulus SMA. Aku kuliah dengan beasiswa. Dan ketika aku mendapat pekerjaan, gaji pertamaku aku pakai untuk membiayai Orion yang baru mulai kuliah.”

Anna mengangkat pandangannya, menatap Erianto dengan mata sembap, namun masih menyisakan senyum tipis.

“Sampai detik ini aku masih berjuang, Kek. Aku ingin Orion bisa cepat lulus kuliah, mendapat pekerjaan yang mapan dan hidup dengan baik.”

“Kalau ditanya apa yang aku mau sekarang... aku cuma ingin uang dan kekuasaan. Karena dengan uang, orang lain baru akan melihatmu dan menghargaimu. Kelihatan mata duitan sekali ya, Kek?”

Erianto tetap menatap Anna dengan mata teduh. Tak menghakimi, tak menyela.

“Setiap orang punya jalan hidup masing-masing, Anna,” ucap Erianto, tenang dan penuh makna. “Mungkin sekarang jalanmu penuh duri. Tapi semua itu yang membentukmu jadi sekuat ini. Percayalah... setelah kesulitan akan datang kemudahan. Kakek yakin itu.”

*

Anna tersadar dari lamunannya ketika mobil yang ditumpanginya berhenti perlahan. Gerbang besi setinggi hampir tiga meter terbuka otomatis, disambut suara decitan pelan yang terdengar megah. Khairan kembali menjalankan mobil melewati hamparan taman luas yang rapi dan terawat sempurna.

Dari kejauhan, bangunan rumah utama menjulang dengan anggun. Rumah itu berdiri seperti potongan dunia lain—terisolasi dari hiruk pikuk kota, memancarkan aura yang lebih dari sekadar kemewahan. Dinding putih bersih membalut dua lantai bangunan yang dikelilingi pilar-pilar tinggi bergaya neoklasik. Pilar-pilar itu menjulang seperti penjaga kerajaan, menegaskan status keluarga ini terpandang, terhormat, dan tak tersentuh.

Air mancur bundar di tengah halaman seakan menyambut para tamu yang datang. Menciptakan suasana yang hening dan berwibawa, hampir membekukan.

“Ini... rumah Kakek Erianto?” tanya Anna setengah berbisik, masih tak percaya.

“Betul, Nona. Teras Rumah hanya sebagai rumah peristirahatan. Kediaman utamanya memang di sini, dan masih ada beberapa lagi di luar kota maupun luar negeri,” jawab Khairan sopan.

Anna ternganga. Siapa sangka, kakek penjual steak yang hangat itu ternyata konglomerat yang disegani.

Mobil berhenti. Khairan turun lebih dulu dan membukakan pintu untuk Anna. Di depan rumah, Rendy sudah berdiri menyambut. Ia tersenyum hangat saat melihat Anna.

“Selamat datang di kediaman Tuan Besar Erianto Waradana,” sapanya ramah.

Anna hanya mengangguk kecil. Perasaannya campur aduk. Gugup, sedih, dan juga bingung.

“Tuan Muda dan keluarga besar Waradana sudah menunggu. Mereka tidak sabar ingin berkenalan dengan calon istri Bagas Kavi Waradana,” lanjut Rendy santai.

DEG!

Kata-kata itu menghantam Anna. Ia belum siap menyandang status calon istri Kavi, apalagi harus berhadapan dengan keluarga kelas atas yang belum pernah ia temui sebelumnya. Tujuan kedatangannya ke sini selain untuk menyampaikan duka cita atas kepergian Erianto, juga untuk memenuhi undangan dari kuasa hukum mendiang. Bukan untuk... ini.

“Mari kita masuk,” ucap Rendy sambil memberi isyarat.

Anna meraih lengan Rendy, reflek menahannya. Matanya gelisah, suaranya nyaris tak terdengar. “Apa yang harus aku katakan nanti? Aku bingung harus bicara apa. Apa aku harus menyalami semua orang? Ada berapa orang di dalam?”

Rendy tertawa pelan. Ia bisa melihat jelas kegugupan Anna yang berlebihan.

“Tenang saja. Serahkan semuanya pada Kavi,” katanya menenangkan. Tapi kemudian tatapannya berubah, menyapu penampilan Anna dari atas ke bawah.

“Ada yang salah dengan penampilanku?” tanya Anna panik.

“Bukan salah sih... tapi, ada yang bisa diperbaiki sedikit,” jawab Rendy sambil tersenyum penuh rahasia. “Mari ikut saya.”

“Kemana?” Anna mengerutkan dahi, bingung.

Rendy tak menjawab, hanya memberi isyarat agar Anna mengikutinya. Mau tak mau, Anna melangkah masuk ke rumah mewah itu. Memasuki sebuah dunia asing.

*

Ruang utama kediaman Erianto membentang luas, nyaris menyerupai aula istana daripada ruang keluarga biasa. Langit-langitnya menjulang tinggi. Sebuah lampu gantung kristal raksasa tergantung megah di tengah ruangan, memantulkan cahaya matahari seperti ribuan bintang yang bersinar lembut. Dinding-dindingnya dihiasi lukisan-lukisan klasik berbingkai emas, menambah kesan agung dan berwibawa.

Di tengah ruangan, sebuah meja panjang membentang elegan. Kavi duduk di ujung meja, di samping Harris—pengacara pribadi mendiang Erianto. Satu kursi di sebelah Kavi sengaja dibiarkan kosong. Di sisi lain, Devan Jovian Waradana, sepupunya, duduk tenang dengan ekspresi sulit dibaca.

Orang tua Devan, Fiki Waradana dan Silvia Karina, duduk berseberangan dengan Salma Waradana—anak bungsu Erianto. Semuanya tampil rapi dalam balutan busana formal serba hitam. Elegan, berkelas, dan mahal. Aura kekuasaan serta kekayaan seakan memenuhi udara.

Saat pintu ruangan terbuka, semua kepala menoleh hampir serempak.

“Silakan masuk, Nona Brianna Izara,” ujar Rendy, mempersilakan.

Langkah pertama Anna menjejak lantai marmer mengeluarkan gema lembut yang menyebar ke seluruh penjuru ruangan. Semua mata tertuju padanya—menatap, menilai, dan mengamati. Termasuk Kavi, yang matanya tak lepas memandangi Anna.

Penampilannya jelas kontras dengan yang lain. Kemeja putih polos yang dipadukan dengan celana jeans dan sepatu kets membuatnya tampak seperti tersesat di tengah perjamuan bangsawan. Tapi ia berjalan tetap tegak, dengan napas yang ditahan dan kepercayaan diri yang dipaksakan.

Rendy menghampiri Kavi, lalu berbisik pelan, “Calon istrimu lumayan keras kepala. Dia menolak memakai gaun yang sudah disiapkan.”

Kavi hanya mengangguk kecil, lalu berdiri menyambut Anna.

“Selamat datang, Anna,” sapanya lembut. Ia menarik kursi kosong di sampingnya dan mempersilakan Anna duduk.

Anna tersenyum kaku dan mengangguk kecil. “Terima kasih,” ucapnya pelan, lalu duduk dengan tangan bertaut di pangkuan.

Begitu duduk di tengah-tengah keluarga Waradana, detak jantung Anna mulai tak beraturan. Sorot mata yang menghujam, atmosfir yang terlalu sunyi dan terlalu sopan, semuanya terasa seperti ujian.

Di ruangan yang megah ini, Anna duduk sebagai satu-satunya orang luar. Ia bukan siapa-siapa. Bukan darah Waradana. Bukan bagian dari warisan. Ia hanya gadis biasa yang ditarik masuk ke dalam lingkaran kekuasaan yang tak ia mengerti. Namun, jauh di dalam dirinya, Anna berharap keputusannya untuk datang ke tempat ini bukanlah langkah yang akan ia sesali. []

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 20 | Jeritan di Tanah Serut

    Berbeda jauh dari Jayapuri yang sombong, Tanah Serut adalah kota yang diam-diam menolak zaman. Letaknya di ujung tenggara negeri, nyaris tak terlihat di peta. Di sini, langit tetap luas karena taka da bangunan yang mencoba menyentuhnya.Malam mulai turun. Jalanan itu sunyi, hanya satu-dua lampu jalan yang berkedip redup. Anna, baru saja pulang dari rumah Sitha, berjalan kaki sambil memeluk tas ke dadanya. Ia memilih jalan pintas—yang ternyata lebih sunyi dari yang ia perkirakan. Angin malam menerpa pipinya, membuatnya sedikit menunduk.Di depannya, jalan itu berubah menjadi lorong gelap yang dinaungi pohon-pohon mahoni tinggi. Cabangnya seperti tangan-tangan tua yang saling berpegangan, menutupi langit. Anna ragu. Tapi ia terus melangkah, berharap pangkalan ojek yang tadi ia lihat masih ada orangnya.Begitu sampai, harapannya pupus. Pangkalan itu kosong. Tak ada suara motor. Tak ada tawa lelaki-lelaki tua yang biasa duduk menunggu penumpang. Hanya ada bangku kayu, dan sebuah lampu tem

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 19 | Pertemuan Keluarga

    “Aku akan menikahi Anna,” ucap Kavi. Suaranya tenang, terkendali—nyaris dingin, seperti keputusan itu telah diperhitungkan dengan baik.Di seberangnya, Anna duduk diam. Tubuhnya tegak, wajahnya tenang, tapi kedua tangannya saling menggenggam erat di pangkuan, berusaha menyembunyikan gemetar halus yang menyusup lewat ujung jari. Ketegangannya masih sama, walaupun ini sudah kedua kalinya Anna berada di tengah-tengah Keluarga Waradana.“Ini bukan keputusan yang mudah,” lanjut Kavi, tatapannya menyapu seisi ruangan. “Aku tahu mungkin belum semua setuju. Tapi aku yakin, ini yang terbaik untuk Waradana Group.”Seketika ruang keluarga yang luas itu terasa menyusut. Hening, tegang. Seperti ada sesuatu yang menggantung di udara—tak terlihat, tapi menekan.Devan, yang sejak tadi duduk dengan rahang mengeras, akhirnya mengangkat wajah. Matanya tajam menatap Kavi di ujung meja.“Kenapa kau berubah pikiran?” tanyanya. Nada suaranya datar, tapi ada bara yang tersembunyi. “Bukankah kau sudah memutus

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 18 | Salah Ruangan

    Anna keluar dari taksi dengan langkah ringan namun gugup. Blazer hitam dan blus putih yang ia kenakan membuatnya terlihat profesional, seperti pelamar kerja lainnya yang datang ke Semesta Gahana hari itu. Ia baru saja menyelesaikan wawancara kerja di tempat lain, dan kini menuju gedung tinggi tempat Kavi memintanya datang.Tadinya Kavi bilang pada Anna kalau Khairan akan menjemputnya, tapi gadis itu menolak. Ia memilih untuk datang sendiri.Sesampainya di lobi utama, seorang resepsionis menyambutnya dengan ramah. Tapi saat Anna menyebutkan ingin bertemu Kavi, ekspresi resepsionis sedikit bingung.“Maaf, perekrutan terbatas untuk divisi kreatif kami tidak melibatkan Bapak Kavi. Silakan duduk dulu di sana bersama peserta lain. Nanti akan dipanggil satu per satu.”Anna sempat mengerutkan dahi. “Saya... tidak melamar kerja di sini. Saya mau menemui Bapak Kavi.”“Kalau begitu, tunggu sebentar ya,” ujar resepsionis. Namun, sebelum sempat diklarifikasi, seorang staf menyambut dan mengarahkan

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 17 | Semesta Gahana

    Langit adalah batas bagi mereka yang punya kuasa, dan tak ada yang lebih dekat ke langit daripada Semesta Gahana.Ia menjulang di jantung kota Jayapuri—kota megapolitan, ibukota ekonomi, dan simbol kejayaan modern. Kota yang dibangun dari ambisi dan beton. Tempat mereka yang haus kekuasaan bertarung untuk menjadi yang tercepat, terkuat, dan paling diperhitungkan.Di antara para raksasa itulah berdiri PT Semesta Gahana—imperium bisnis yang menjulang nyaris setinggi langit.Dulu, kerajaan ini dipimpin oleh satu nama yang tak tergoyahkan: Erianto Waradana.Ia bukan sekadar pemimpin, ia adalah barometer. Sekali ia mengangguk, perusahaan kecil bisa hidup. Sekali ia menggeleng, bisnis-bisnis bisa runtuh dalam semalam.Tapi sang raja telah tiada.Dan kini, singgasana kosong.Rapat luar biasa Dewan Komisaris diadakan di ruang rapat utama Waradana Tower. Dengan agenda, menetapkan Pelaksana Tugas Direktur Utama. Dan semua orang penting hadir di situ. Termasuk keluarga besar Waradana: Fiki, Selv

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 16 | Kebebasan Orion

    Anna berdiri di sudut ruangan kantor polisi ibu kota. Matanya terpaku pada pintu yang masih tertutup rapat. Setiap detik terasa melambat. Kegelisahan semakin menggerogoti perasaan Anna. Ia menahan napas, cemas dan berharap. Keputusan yang ia ambil demi melunasi utang-utang Orion, kini berada di ujung harapan. Semua usaha itu hanya untuk satu hal, melihat adik kesayangannya itu berjalan keluar dari balik jeruji besi.Ketika pintu akhirnya terbuka, Anna melihatnya—Orion, tanpa borgol, tanpa pakaian jingga pudar yang dulu membungkus tubuhnya. Dia bebas. Dan begitu melihatnya, air mata Anna meluncur tanpa bisa dibendung.Orion memandang Anna, tanpa sepatah kata pun. Ia langsung melangkah maju, merangkulnya dalam pelukan erat. Anna tak ragu membalas pelukan itu, menggenggam tubuh Orion seolah takut kehilangan lagi. Mereka berdua saling berpelukan begitu dalam—pelukan yang penuh luka, tapi juga harapan.“Bagaimana kabarmu, bocah nakal?” kata Anna, suara lembutnya penuh kasih sayang, meskipu

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 15 | Salah Kamar

    Langkah Kavi terdengar ringan menyusuri lorong indekos yang kini sudah terasa seperti rumah kedua baginya. Tidak ada rasa canggung, apalagi ragu. Cara ia membuka pintu, cara ia melangkah masuk, semua dilakukan dengan yakin. Seolah kamar itu memang miliknya. Atau setidaknya, seperti rumah yang sudah menunggunya pulang.Indekos itu sudah tenang. Malam telah turun, dan mayoritas penghuni sepertinya sudah terlelap. Tapi tidak dengan Anna. Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Kavi langsung mengenali bunyi itu—Anna sedang mandi.Ia tersenyum samar, nyaris tak terlihat. Kavi lalu menjatuhkan diri dengan santai ke sofa seperti biasa. Ponselnya terangkat, layar menyala. Ia mulai memeriksa email, menunggu dengan sabar. “Siapa kau?” seru seorang perempuan yang terdengar panik, bingung. Tapi ada juga nada curiga di sana.Aneh. Kavi tidak mengenali suara itu.Ia mendongak. Matanya langsung membelalak. Yang muncul dari kamar mandi bukanlah Anna. Melainkan seorang wanita asing berdiri di

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 14 | Runtuhnya Gunung Es

    Mobil Kavi terparkir di tepi jalan perbukitan yang menyuguhkan pemandangan city light nan indah. Lampu-lampu kota berkelap-kelip seperti bintang yang jatuh ke bumi, tapi semua itu kontras dengan suasana hati Anna sekarang, yang dirundung rasa bersalah begitu pekat. Anna pun tidak mengerti rasa bersalah yang ia rasakan. Entah pada Kavi atau lebih kepada dirinya sendiri. Sudah lebih dari satu jam Kavi membisu, membiarkan Anna menangis sepuasnya. Hingga akhirnya tangis Anna pun mereda. Benar-benar kesunyian yang panjang dirasakan keduanya di dalam mobil itu.“Maafkan aku,” ucap Anna tiba-tiba.“Maaf untuk apa?” Dinginnya nada suara Kavi seolah bisa Anna rasakan sampai menusuk ke tulangnya.“Entahlah... Tapi aku merasa sangat bersalah,” ujar Anna pelan, suaranya bergetar, seperti takut didengar—atau tidak didengar sama sekali.Anna menunduk dalam-dalam. Sambil memegangi topeng Lady Rose di pangkuannya. Topeng yang tadinya ia pikir bisa menyembunyikan jati dirinya. Tapi ternyata Kavi bisa

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 13 | Kesatria Berkuda Putih

    Perjuangan Anna untuk membebaskan Orion semakin membawanya melangkah lebih jauh. Namun, setiap langkah yang diambilnya kini terasa mencekiknya.Apakah ini harga yang harus dibayar?Begitu banyak perasaan yang bergumul dalam hatinya, dan ia mulai merasa hampir tak bisa lagi membedakan antara harapan dan kehormatan diri. Anna membulatkan tekad. Ia mencoba memfokuskan diri, bahwa tujuannya saat ini hanyalah Orion.Anna meneguk wine yang ada di depannya dengan gerakan cepat, seolah ingin mengusir segala kegelisahan yang menggelayuti. Rasa manis, getir, dan pahitnya wine itu menyatu di lidahnya, seakan mengaburkan pikirannya.Tanpa bisa menahan rasa cemas yang merayap, Anna berdiri dan melangkah ke tengah ruangan, tepat di depan para pria berkelas yang menunggu. Semua kecemasan yang semula membelenggu dirinya seolah lenyap begitu saja. Ia memutuskan untuk tidak lagi mempedulikan keberadaan Kavi.Dengan gerakan lambat, Anna mulai membuka satu per satu kancing kemeja top crop transparan yang

  • Istri Dadakan sang Pewaris   BAB 12 | Di Ambang Runtuhnya Harga Diri

    Meeting santai bersama klien di lounge mewah, ditemani lady escort, sudah menjadi hal lumrah bagi Kavi. Banyak kliennya yang memang menikmati suasana santai sambil ditemani LC cantik—entah itu sekadar untuk minum, bersulang, atau berkaraoke di sela diskusi bisnis.Biasanya, Kavi tak terlalu peduli dengan keberadaan para LC itu. Namun, kali ini berbeda. Sejak seorang LC yang diperkenalkan sebagai Lady Rose melangkah masuk ke private lounge mereka, pandangan Kavi tak bisa lepas darinya. Tanpa ia sadari, wanita di balik topeng cantik dan gaun menggoda itu adalah... Anna.Anna sendiri sempat terhenyak saat melihat sosok Kavi duduk santai di ujung ruangan, dikelilingi tiga kliennya. Namun dengan cepat ia memalingkan wajah, menunduk seolah tak melihat apa pun. Ia berusaha tetap tenang, menelan keterkejutannya bulat-bulat.Ternyata Kavi pun tampak tak menyadari kehadirannya. Ia kembali fokus pada obrolan dengan para kliennya. Anna sedikit bernapas lega. Setidaknya untuk sekarang, ia merasa a

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status