Share

Ratu Yang Dijadikan Babu

Bab 4

Benda itu sudah berada di tanganku.

"Ini mainan milik Vano, kemarin saat kalian pergi ke acara hajatan Mbak di rumah bersama Mas Fadil dan juga Vano. Vano dititpkan karena Mbak Tyas ada urusan," jelasku.

Rika mengangguk-anggukan kepalanya.

"Biar nanti Mbak kembalikan," lanjutku.

Gadis itu kembali berjongkok dan mengambil dus sneakers yang kusimpan di sana. Tidak bisa membayangkan jika ia mengotak-atik dan menarik pelatuknya. Membayangkannya saja aku tidak mampu.

Sudahlah ….

Sekarang yang penting Rika tidak curiga.

“Mbak, ini tidak apa-apa aku pinjam? Rasanya sayang kalau dipakai, ini bagus sekali. Aku saja tidak pernah melihat sepatu seperti ini dipakai orang selain di tv.”

"Kalau suka ambil saja."

"Tidak, ini milik Mbak Aya. Ini pasti mahal."

"Itu kw," dustaku.

Jelas saja itu bukan barang tiruan, aku membawanya dari rumah waktu itu. Jika Rika tahu harga asli sepatu itu yang sama dengan dua buah motor, sudah pasti ia tidak akan percaya. Tentu saja karena Mas Fadil dan keluarganya hanya tahu jika orang tuaku seorang petani.

“Aku pinjam ya,” ucapnya lagi.

“Ambil saja untukmu, itu baru Mbak pakai sekali. Maaf, seharusnya Mbak membelikan yang baru.”

Rika tetap keukeuh tidak mau menerimanya padahal aku tahu ia sangat menyukai sepatu itu. Satu hal lain yang harus aku syukuri, adik iparku satu ini selalu berada di pihakku. Kalau Radit? Entahlah, ia jarang sekali bicara. Hanya bicara seadanya dan seperlunya.

“Ya ampun! Aya … cucian belum kamu jemur juga.”

Suara melengkik ibu mertua kembali menyapa telingaku. Aku langsung memasukan pistol ke tempat semula. Setelah Rika keluar dari kamar,

“Iya, Bu.” Jika tidak langsung dilakukan maka telingaku akan panas mendengar omelannya yang sepanjang sungai nil.

The real di jadikan babu aku di sini. Aku juga bisa membedakan mertua yang membabukan menantunya dengan mertua yang memang sudah tidak berdaya dan butuh diurus segala macamnya. Ibu mertua masih sangat sehat tapi apa-apa harus aku yang mengerjakannya.

Aku harus ikhlas agar apa yang kukerjakan tidak sia-sia, jika terus menggerutu capek iya pahala tidak dapat. Rugi nanti, tenagaku terbuang sia-sia.

Selesai menjemur, aku berniat untuk menelpon Mama karena kemarin belum sempat. Semua pekerjaan rumah sudah selesai, waktunya untukku bersantai.

Baru saja pintu kamar dikunci terdengar suara Elena.

“Bu, Mbak Aya mana? Kenapa bajuku tidak dicuci?”

Ia pikir aku pembantunya, sengaja memang semua baju kotor miliknya dan Radit aku tumpuk sampai banyak dan disembunyikan dekat mesin cuci. Ibu dan Elena sudah pasti tidak akan datang ke tempat cuci tapi sepertinya hari ini pengecualian.

“Ada di kamarnya. Kamu ketuk saja pintunya, ibu ke rumah Bu Ajeng dulu mau bicarakan soal arisan nanti sore.”

Terdengar suara derap langkah kaki mendekat lalu pintu kamar diketuk.

Terus saja ketuk, aku tidak akan peduli!

Sebelum nanti kedua minion raksasa itu datang lagi ke sini, aku harus menghubungi Mama.

“Mbak Aya!” Elena masih sibuk memanggilku.

Aku tidak akan keluar!

Kedua telinga disumpal menggunakan headset lalu menghidupkan ponselku yang sudah beberapa hari dinonaktifkan.

Banyak sekali pesan dan panggilan dari Mama dan juga kedua Abangku. Kalau Papa jangan ditanya karena setiap Mama menghubungiku sudah pasti ada Papa di sampingnya, aku kadang iri melihat kemesraan orang tuaku sendiri. Aku juga ingin pernikahanku awet seperti mereka.

“Sayang … kenapa baru menelpon Mama? Mama tunggu dari kemarin.” Wajah Mama kini memenuhi layar ponsel.

“Maaf, Ma. Kemarin Mas Fadil ada di rumah jadi aku menghabiskan waktu dengannya,” jawabku apa adanya.

“Kapan kalian datang ke sini? Sebentar lagi kakak iparmu melahirkan-”

Tok! Tok! Tok!

“Mbak Aya!”

Aku meringis mendengar itu, kukira ia sudah pergi karena sebelum memutuskan menepon Mama suaranya sudah tidak terdengar lagi.

“Zenda, apa itu?” tanya Mama.

“Tetangga, Ma. Biasan mau pinjam uang,” bohongku.

Tidak tahu bagaiamna reaksi Mama saat tahu putri kesayangannya ini dijadikan babu di sini. Mungkin mereka akan dimasukkan kandang buaya.

Kejam? Ya. Mamaku memang sekejam itu. Berbeda dengan Papa yang sangat lemah lembut, Papa bahkan tidak tahu cara untuk berkelahi jadi di sini Mama yang melindungi Papa.

Lucu tapi menurutku sangat manis karena biasanya laki-laki yang melindungi wanitanya tapi ini malah sebaliknya.

Bersambung ….

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Neni Chairani
bagus...aku suka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status