Share

IDPK - Part 5. Pelakor Tidak Ada Akhlak

Mobil sedan mewah milik Hendro Satrio Haryo Sasongko meluncur memasuki halaman luas di rumah mewahnya. Wajah pria tampan itu terus menyunggingkan senyuman, karena sore ini ada yang tidak biasa.

Ya, sore ini Satrio mengajak Sherly pulang. Dia sengaja melakukan hal ini untuk membalas semua rasa kesal pada Lilian semalam.

Istri gendutnya itu semakin tidak tahu diri. Selain meminta kompensasi yang besar, Lilian bahkan tanpa sungkan menyindirnya melakukan selingkuh. Tentu saja Satrio tidak terima.

Selama ini dia setia dengan Sherly. Bahkan bisa dibilang, Sherly adalah satu-satunya wanita yang dicintainya. 

Adapun jika Satrio sampai menikah dengan Lilian, itu adalah sebuah musibah yang sama sekali tak diinginkannya.

"Masuk, Dek Sherly! Anggap aja rumah sendiri," ajak Satrio pada seorang gadis cantik berpakaian seksi yang diajaknya pulang sore ini.

Keduanya melangkah memasuki rumah sambil bergenggaman tangan, mesra. Satrio tidak melepaskan pandangan pada wajah cantik Sherly sedikit pun. Memandang wajah Sherly seakan sudah menjadi candu yang sulit untuk ditinggalkan.

"Rumah kamu bagus banget, Mas," puji Sherly. 

"Rumah ini akan semakin indah jika kamu yang menjadi ratunya, Dek." Rayuan gombal amoh meluncur dari bibir Satrio.

"Kamu mang ahlinya, Mas. Kalau muji pasti bikin klepek-klepek." Sherly tertawa renyah.

"Mas nggak muji kamu, Dek. Aslinya memang kamu cantik, bikin hati Mas selalu berbunga-bunga tiap ada di dekat kamu," sahut Satrio.

"Gombal!" tukasnya sambil tersenyum bangga.

Siapa yang tidak bangga, Satrio ini adalah putra pertama dari pemilik Perusahaan periklanan yang ternama di negeri ini. Sebelumnya, saat mereka masih di luar negeri, perusahaan mereka dikelola oleh orang lain. Aset kekayaan keluarga Haryo Sasongko ada dimana-mana. 

Bisa menjadi istri dari Satrio akan diidam-idamkan para wanita. Tak terkecuali Sherly.

Baru pertama kali ini dia masuk di rumah Satrio. Selama mereka berpacaran Satrio tidak pernah membawa Sherly ke rumah. Mereka biasa janjian di restoran atau tempat lain yang mereka inginkan.

"Kalau kita udah menikah nanti, kamu juga akan tinggal di sini, Dek." Satrio mengulas senyum tipis. 

"Iya, Mas. Rumah ini akan jadi milik kita kalau kita menikah. Aku udah nggak sabar, Mas. Kapan Mas Satrio menceraikan si gendut itu?" rajuknya manja. 

Saat mendengar Satrio menikahi Lilian, Sherly mengamuk sejadi-jadinya. Dia tidak terima kekasihnya menikahi wanita lain. Namun, Satrio mencoba untuk meyakinkan bahwa semua ini hanya sementara. Pemuda tampan itu membutuhkan waktu untuk menyampaikan semua ini kepada papinya.

"Segera setelah Papi setuju, Sayang. Kamu harus bantu Mas berdoa supaya Papi terbuka hatinya." Satrio berkata penuh harap.

"Gimana dong, Mas. Aku udah nggak sabar nunggu." Sekali lagi, Sherly merajuk. Mereka sudah berpacaran selama bertahun-tahun. 

Dulu, Satrio butuh waktu untuk mempersiapkan diri untuk memperkenalkan Sherly kepada keluarganya. Apes, malah keduluan Haryo Sasongko memerintahkan Satrio untuk menikahi Lilian tanpa konfirmasi.

"Mas Satrio sedang berusaha untuk meyakinkan Papi, Dek. Kamu sabar dulu, ya, Dek." 

"Iya, Mas. Tapi jangan lama-lama. Nanti kalau aku udah nggak sabar dan dilamar orang, Mas Satrio bakal nyesel seumur hidup!" ancam Sherly sambil manyun.

Satrio tertawa kecil mendengar ucapan Sherly yang sedang merajuk.

"Mas Satrio ambilkan minum dulu, ya, Dek!" Satrio melangkah menuju dapur akan mengambilkan minuman untuk Sherly.

Sherly mengekori langkah Satrio sembari menyapukan pandangan ke seluruh penjuru ruangan mewah yang dipenuhi dengan furniture serba mewah. Sherly terpukau dengan kemewahan rumah Satrio.

Tatapan takjub terlihat jelas berkilat di mata Sherly. Siapa yang tidak mau mempunyai seorang suami seperti Satrio? Sudah tampan, hidupnya mapan. Satrio sangat sempurna untuk menjadi suami. 

Sherly membayangkan betapa hidupnya akan bahagia dan sejahtera jika menjadi istri Satrio. Namun, saat ini dia masih harus bersabar. Masih ada wanita yang saat ini menempati posisi yang diinginkan oleh Sherly. 

"Kamu harus segera pergi dari rumah ini, wanita kampungan!" geram Sherly. Tangannya mengepal erat.

"Bagaimanapun, Kowe harus segera minggat dari rumah ini, Sebloh. Kalau aku udah nggak sabar, tak kruwes-kruwes awakmu sampai hancur lebur!" gumam Sherly. Tanduk di kepala muncul mengerikan saat mengatakan kalimat tersebut.

Semua rencana pernikahan yang dulu sempat direncanakan olehnya dengan Satrio harus kandas begitu saja. Semua itu gara-gara gadis gendut bernama Lilian Sudirgo.

"Dia dimana, Mas?" tanya Sherly penasaran.

Sejak beberapa menit lalu dia masuk rumah ini, batang hidung gadis bernama Lilian itu belum kelihatan.

"Siapa?" tanya Satrio yang sedang menuang sirup ke dalam gelas menoleh sekilas.

"Istri kamu lah, Mas. Si Sebloh itu, siapa lagi memangnya?" dengus Sherly kesal. Dia paling tidak suka menyebut nama Lilian. Panggilan yang paling disukainya untuk menyebut Lilian adalah Sebloh.

"Entah, Dek. Mas nggak peduli dia dimana juga." Satrio menjawab tak acuh.

"Kamu ini gimana to, Mas. Punya istri kok nggak dicek keberadaannya. Nanti kalau diculik orang gimana?" Sherly tertawa kecil. Dia merasa puas melihat Satrio mengacuhkan Lilian.

Menurutnya, hal itu sudah benar. Satrio tidak boleh memberikan perhatian pada Lilian sedikit pun.

"Istri bohongan doang, Dek. Kalau bukan karena Papi, aku nggak akan pernah mau menerima pernikahan ini," sembur Satrio.

Setiap kali membahas Lilian, hanya akan membawa pengaruh buruk bagi pikirannya. Satrio jadi semakin emosional.

"Aku doakan supaya kalian cepat cerai, ya, Mas," sahut Sherly antusias.

"Aamiin. Makasih, Dek."

Satrio melangkah menuju lemari es yang ada di sana. Dia bermaksud mengambil kotak red velvet yang dibelinya kemarin malam. Satrio sudah kecanduan dengan kue red velvet. Jadi, tidak akan pernah ada hari tanpa mengonsumsi kue tersebut. 

Sudah barang tentu, di kulkas selalu ada stok untuk hari berikutnya. Semalam dia sengaja beli untuk dimakan hari ini.

Wajah pemuda tampan itu mengernyit saat mengangkat kotak kue kesukaannya itu terasa ringan.

"Jangan bilang kalau semalam kamu makan kue punya aku lagi, Bloh!" tuduhnya curiga.

Benar saja, ketika dia membuka kotak itu, ternyata isinya tersisa tiga potong seperti biasanya.

Satrio mendengus kesal. Kali ini dia tidak bisa memberi toleransi. Hari-harinya selalu diprank oleh Lilian.

"Seblooohhh...." Teriakan nyaring bergema di seluruh penjuru rumah.

Lilian yang mendengarnya hanya mengintip dari ambang pintu kamarnya di lantai atas. Gadis gemoy itu melihat Satrio dan seorang gadis cantik sedang berada di bagian dapur. Sepertinya Satrio benar-benar telah memulai perang dingin dengannya. 

"Apa itu yang namanya Sherly?" gumamnya pelan sambil mengamati kecantikan wanita yang dicintai oleh suaminya tersebut dari sana.

"Aah, cantik banget kayak bintang film. Layak Mas Satrio tergila-gila sama dia," dengusnya.

Jika Lilian disuruh berdiri berdampingan dengan Sherly. Sudah barang tentu mereka tidak satu level. Keduanya seakan berasal dari kasta fisik yang jauh berbeda. 

Hati Lilian sudah terbakar penuh cemburu. Bagaimana pun, Lilian adalah istri sah Satrio. Dia tentu saja merasa tidak dihargai dengan kelakuan Satrio hari ini.

"Baiklah, Mas. Kamu sudah berani bawa pelakor itu pulang ke rumah kita," runtuk Lilian kesal.

Seharusnya Satrio tidak melakukan hal itu. Meskipun Satrio tidak mencintai dirinya. Minimal dia harus menghargai Lilian sebagai Ratu di rumah ini.

Lilian terlihat berpikir beberapa saat. Sepertinya dia sedang mempertimbangkan sikap apa yang harus diambilnya untuk memberi pelajaran kepada mereka berdua.

Lilian menjentikkan jari, ada lampu yang menyala di kepalanya. Dia telah menemukan ide untuk mengerjai Sherly dan Satrio hari ini.

Lilian bergegas meraih ponselnya yang tergeletak di nakas kecil samping ranjang. Dia menekan nomor ponsel yang dia simpan dengan nama 'Mamih Mertua'.

Tak berapa lama kemudian, panggilan tersebut sudah tersambung.

"Assalamualaikum, Lili." Suara ibu mertuanya terdengar begitu panggilan tersambung.

"Waalaikumsalam, Mamih. Apa sekarang Mamih longgar?" tanya Lilian to the point.

"Ada apa, Sayang?" tanya Fatimah terdengar penasaran.

"Lili butuh bantuan Mamih. Di dapur ada tikus, Mih. Lili takut banget! Hiks...." Lilian menangis pelan, pura-pura.

"Satrio tidak mau bantu ngusir tikusnya, Li?" tanya Fatimah lagi.

"Mas Satrio mana bisa ngusir, Mih," jawabnya pelan.

"Ya Allah, kasihan kamu, Sayang. Mami dan Papi akan segera datang. Tunggu dulu, ya." Fatimah tidak bisa membiarkan menantu gemoy kesayangannya itu terganggu oleh apapun, apalagi oleh tikus kurang ajar.

"Makasih, Mih. Lili pobia tikus, Mi." Lilian berkata kembali untuk semakin menguatkan situasinya yang menyedihkan.

"Okay, okay, Mamih paham, Sayang. Wait!"

Selepas itu, telepon sudah ditutup. Di seberang sana, Fatimah bergegas berangkat menuju rumah Satrio bersama Haryo untuk membantu menantunya itu mengusir tikus yang mengganggu dapurnya.

Lilian tersenyum puas. Dia tidak akan membiarkan dua orang itu hidup tenang. Bisa-bisanya Satrio mengajak pelakor secara terang-terangan ke rumahnya.

"Rasain Lo! Pelakor. Kita lihat gimana ekspresi kamu di depan Mamih dan Papih." Lilian mengepalkan tangannya erat. 

Dia benci pada orang yang tidak tahu diri. Jelas-jelas dia adalah istri sah Satrio. Eh, bukannya Sherly mundur teratur, ini malah dia kepedean meminta Satrio untuk segera menceraikan Lilian. Dasar wanita tidak ada akhlak!

"Kalau Lilian masih ada di rumah ini, jangan harap kalian bisa berbuat seenaknya sendiri." 

Lilian menyeringai. Tidak peduli dari lantai bawah, Satrio masih memanggil dirinya dengan begitu geram.

"Sebloh! Turun kamu!" pekik Satrio dari bawah. 

Tampaknya, pemuda tampan itu sudah tidak tahan dengan kelakuan Lilian yang selalu saja mencuri red velvet miliknya. Pokoknya, sekarang dia harus membuat perhitungan dengan Lilian.

Bersambung

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status