Brakk...
Alexa mendorong kasar pintu ruang kerja suaminya."Kau kira aku tak serius dengan ucapanku kemarin, Alex?""Apa-apaan kau datang dengan wajah marah seperti itu?!"Alex menyandarkan punggungnya di kursi putar. Kedua telapak tangannya saling mengait. Pria itu biasanya akan langsung mengamuk jika Alexa berbuat onar, namun setelah pertengkaran mereka kemarin, Alex justeru merasa tertantang dengan sikap frontal dan membangkang isterinya. Selama ini Alexa tak pernah banyak membantah. Perempuan itu lebih sering mengatakan kata 'ya' atau 'tidak' saat berbicara dengan suaminya. Sebisa mungkin Alexa menghindari interaksi antara mereka berdua."Kau tetap ingin mengenalkan Laura pada putera keluarga Tompson? Kau dan ibumu ingin menjodohkan mereka berdua?""Baguslah kalau kau sudah tahu. Aku tak perlu menjelaskannya lagi." Alex berucap santai."Kau memang brengsek, Alex! Sudah kukatakan jangan menyentuh puteriku--"Laura juga puteriku, Alexa. Setidaknya di dalam akte kelahirannya tertulis namaku sebagai ayahnya."Entah bagaimana cara pria itu mendekat, Alexa tak menyadari kalau sang suami sudah berada tepat di depannya. Wajah Alex yang hanya berjarak beberapa centimeter dengan wajah Alexa membuat perempuan itu tak bisa menghentikan degup jantung yang berdetak tak beraturan. Bagaimana pun Alexa adalah wanita normal yang membutuhkan sentuhan seorang pria, apalagi di hadapannya kini tubuh tegap dengan bulu menghiasi rahang tegas itu seakan mempertontonkan pesonanya. Alexa membuang wajahnya, di samping untuk menghirup oksigen yang terasa semakin sedikit, perempuan itu juga tak ingin wajah gugupnya terlihat oleh sang suami."Kenapa? Kau gugup berada sedekat ini denganku, Alexa? Kau mau kusentuh?"Alex membelai wajah isterinya dengan lembut. Memberi sensasi memabukkan yang hampir saja membuat Alexa terlena.Untung saja dalam sepersekian detik Alexa mampu sadar dari godaan suaminya dan langsung mundur beberapa langkah."Jangan mengalihkan pembicaraan kita, Alex. Aku tak akan membiarkanmu melakukan perjodohan laknat ini! Aku pastikan kau tak akan berhasil, Alex!"Baru saja Alexa ingin berbalik namun tangannya ditarik oleh pria itu dan seketika tubuhnya mendekat. Alex langsung menyesap bibir lembut berwarna kemerahan meski tanpa lipstik. Alexa yang berusaha memberontak tak memiliki kekuatan sebanding dengan suaminya. Alex berhenti menyesap bibir isterinya setelah Alexa menggigit bibir pria itu."Brengsek!"Plakk..Satu buah tamparan melesat di pipi Alex. Dengan wajah penuh emosi dan mata mulai memerah Alexa berlari keluar dari ruang kerja suaminya.Sementara di dalam, Alex masih mengelus bekas tamparan sang isteri di pipinya. Biasanya pria itu akan langsung murka jika wajahnya disentuh, apalagi dengan sebuah pukulan. Namun kali ini berbeda, alih-alih marah, Alex justeru mengulas senyum smirk yang mencurigakan."Kenapa wanita ini semakin berani sekarang? Tapi-- aku senang melihat kau menjadi seorang pemberontak Alexa. Permainan ini akan semakin seru," gumamnya kembali menunjukkan sebuah senyum licik.*Alex tengah bersiap-siap datang ke pesta keluarga Tompson. Satu stell tuxedo berwarna hitam telah menghiasi tubuh tegap dan kekar miliknya. Ia harus lebih banyak menghadiri pesta-pesta seperti itu sebelum masa kampanye dimulai. Meski banyak memiliki relasi, namun mendekati para konglomerat seperti keluarga Tompson dirasa pria itu akan lebih menguatkan pencalonannya sebagai seorang Gubernur."Pa, bagaimana penampilanku?"Laura berlenggak lenggok di depan ayahnya, memamerkan gaun malam yang tentu saja model dan warnanya sesuai dengan usia gadis itu."Hem." Alex hanya merespon pendek, membuat Laura tampak kecewa."Puteriku akan selalu terlihat cantik saat memakai apapun."Dengan senyum merekah Alexa mengomentari pakaian sang puteri dari atas tangga. Wanita itu melihat kekecewaan di wajah Laura saat respons Alex tak sesuai harapannya."Mom? Waaaaw.. kau cantik sekali," puji Laura tak main-main.Alexa memang terlihat cantik dan elegant saat turun dari anak tangga. Perempuan itu memakai gaun one shoulder dress berwarna turkish, sangat menyerap di kulitnya yang berwarna putih pucat. Gaun itu berbentuk asimetris dengan lengan panjang. Meski tak lagi bisa dikatakan wanita muda, namun Alexa tak nampak seperti wanita seusianya. Tubuh tinggi semampai dengan kaki jenjang yang tertutupi gaun terbelah hingga batas lutut membuat Alexa terlihat lebih muda. Ia juga tak terbiasa memoles wajahnya dengan make up tebal. Alexa lebih senang dengan make up flawless atau malah menampakkan wajah naturalnya. Untuk sedikit menghibur hati atau sekedar menghilangkan kepenatan wanita itu lebih memilih untuk merawat tubuh dan wajahnya. Jadi tak aneh jika di usianya yang hampir berkepala empat, wajah serta tubuh perempuan itu masih tampak segar."Kau yang paling cantik, Sayang."Alexa sangat senang membelai pipi puterinya. Senyum yang terlukis pun hanya ia tujukan untuk gadis itu, selainnya tak ada lagi yang bisa membuatnya tersenyum, setidaknya selama 20 tahun terakhir."Kau jadi ikut?" tanya Alex yang merasa diabaikan.Pria itu juga sengaja mencairkan suasana karena sejak Alexa turun tadi, dirinya tak lepas menatap penampilan sang isteri yang membuat matanya sulit berkedip. Alex seperti orang yang baru menyadari jika isterinya adalah wanita yang mempesona. Selama 20 tahun mereka hanya intens berinteraksi saat di luar rumah, tepatnya jika dalam sebuah undangan pesta atau undangan wawancara yang kini kerap mereka dapatkan setelah Alex mencalonkan dirinya sebagai Gubernur di kota itu."He em. Aku mau menemani Laura. Aku khawatir nanti kau sibuk berbicara dengan teman-temanmu dan Laura merasa kesepian."Alexa hanya beralasan. Perempuan itu tak mau melihat puterinya dijadikan alat oleh sang suami guna mencapai ambisi keluarga untuk duduk di kursi kepemimpinan.*Mobil BMW X7 berwarna hitam sudah bertengger di depan halaman luas mansion keluarga Morgans. Seorang sopir pribadi keluarga konglomerat itu membukakan pintu samping mobil untuk tuan dan nyonyanya."Kau di rumah saja, aku akan menyetir sendiri," tegas Alex pada sopirnya."Baik, Tuan Morgans."Sang sopir menundukkan kepalanya dan meninggalkan keluarga itu.Alexa dan Laura sudah berada di dalam mobil, tepatnya di kursi belakang. Namun suasana menjadi canggung saat Alex tak kunjung menyalakan mobilnya."Apa yang kau tunggu? Apa ada yang tertinggal?" tanya Alexa pada suaminya."Apa aku harus menjadi sopir pribadi kalian?"Alexa dan Laura saling menatap, "maksudmu?" tanya Alexa polos."Ah.. Mom, pindahlah ke samping papa. Aku mau sendirian disini."Ternyata Laura lebih peka dari pada ibunya. Ia langsung membuka pintu dan mendorong sang ibu agar keluar dan pindah ke samping Alex."Tapi--"Sudahlah! Nanti kita terlambat. Lagi pula kasian papa jika sendirian di depan. Mana ada calon Gubernur kota ini yang beralih pekerjaan menjadi sopir pribadi," goda Laura.Alexa membuka pintu di samping kemudi dengan sedikit canggung. Selama ini ia tak pernah berdampingan seperti ini saat di mobil bersama Alex. Selain selalu diantar oleh sopir pribadi, pasangan suami isteri itu tak pernah melakukan perjalanan hanya berdua saja."Kenapa bukan kau saja yang duduk di depan Laura," cetus Alex dengan nada angkuh."Oh, maaf. Harusnya kau katakan dari tadi. Laura kita tukar tempat, Nak.""Tidak perlu. Kita sudah terlambat," sela Alex yang langsung menyalakan mobilnya."Alexa tak peduli dengan ucapan suaminya. Perempuan itu tetap membuka pintu untuk bertukar tempat dengan sang puteri. Ia tak mau berada dekat dengan orang yang tak menginginkannya."Ku bilang tak perlu. Tutup pintunya, kita akan segera berangkat."Alex meraih satu tangan isterinya serta berucap dingin. Sorot tajam manik biru laut pria itu tampak mendominasi, membuat Alexa menuruti permintaan sang suami tanpa membantah sedikit pun."Pa, apa keluarga Tompson salah satu konglomerat di kota ini? Tapi aku belum pernah mendengar nama keluarga itu.""He em."15 menit perjalanan tanpa ada yang bicara membuat Laura jenuh. Gadis itu mencoba membuka obrolan dengan ayahnya namun lagi-lagi reaksi Alex membuat obrolan mereka kembali mati.Alexa yang mendengar reaksi pendek suaminya kemudian menatap Alex dengan sinis. Ia paling benci jika Alex tak menghiraukan ocehan puterinya."Mereka baru pindah ke kota ini beberapa bulan yang lalu, Sayang. Jadi belum banyak yang mengenalnya. Ayahmu datang ke pesta mereka hanya karena butuh dukungan para konglomerat untuk pencalonannya nanti," sindir Alexa seraya melirik ke arah suaminya.Alex yang merasa tersindir balik melirik sang isteri dengan sorot tajam matanya. Pasangan itu malah saling menatap dengan sorot mata yang menyiratkan sebuah tantangan."Hhh... kalian seperti anak remaja yang sedang bermusuhan."Laura tampak frustasi dan menyerah. Gadis itu menyandarkan tubuhnya pada sandaran jok mobil dan pura-pura memejamkan mata. Perjalanan 40 menit yang dilalui terasa seperti satu abad karena kebisuan dan aura dingin diantara ayah dan ibunya.Akhirnya kepenatan yang dirasakan Laura Morgans berakhir saat mobil mereka sampai di area parkir luas milik keluarga Tompson. Mansion mewah itu memiliki area parkir 6 lantai dan setiap lantai terhubung dengan sebuah lift khusus yang bisa membawa para tamu langsung ke tempat pesta berlangsung."Mom, mansion ini sangat mewah. Mansion milik kakek saja tak sebesar ini," ungkap polos Laura.Gadis itu mengabaikan lirikan tajam ayahnya. Laura dan ibunya berjalan lebih dulu setelah keluar dari lift. Alex yang merasa diabaikan hanya bisa mendengus kesal melihat dua wanita di depannya tampak sangat akrab dan tak peduli dengannya. Pria itu berjalan santai dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya."Selamat malam, Nyonya Morgans."***"Cincin ini.. adalah cincin turun temurun keluarga Morgans. Cincin batu safir ini biasa diturunkan pada menantu wanita setelah pemilik terakhir meninggal dunia. Tapi ibu mertuaku dengan tulus memberikannya beberapa bulan yang lalu, tepatnya di ulang tahun pernikahan kami yang ke 20. Beliau memintaku untuk memakai dan menjaganya meskipun beliau masih ada." Alexa sekilas menatap teduh wajah suaminya seraya tersenyum, dan Alex pun membalasnya dengan kembali mencium kening wanita itu. Brakk! Suara gaduh terdengar dari bangku penonton. Suara yang tiba-tiba membuat seisi studio terkejut dan menoleh ke arahnya. "Apa terjadi sesuatu?" tanya miss Taylor pada seorang kru. "Dok-- dokter, Anda.. tidak papa?" Carlos tampak cemas dengan emosi majikannya yang mulai tak bisa dikendalikan. Melihat keintiman antara Alex dan Alexa membuat Gillbert naik pitam. Dua kali matanya menangkap Alex yang mencuri cium Alexa, pemandangan itu cukup membuat Gillbert berang dan menggebrak kursi kosong di
"Aku masih tak percaya bisa melihat kemesraan nyonya dan tuan Morgans disini. Kalian tahu? Para gen Z menobatkan kalian sebagai pasangan termanis."Miss Taylor membuka acaranya dengan terus memuji pasangan yang menjadi bintang tamu. Mengundang Alex dan Alexa bukanlah perkara mudah, mereka kerap kali menolak acara-acara yang dirasa tak penting, terutama Alex. Jika acara itu dirasa tak bisa memberikan manfaat untuk pencalonannya sebagai Gubernur, pria itu akan menolaknya."Anda terlalu berlebihan, Miss Taylor. Masih banyak pasangan muda yang lebih manis dari kami, benarkan, Darl?"Alexa menoleh pada suaminya dengan mengulum senyuman, dan seperti gayung bersambut Alex pun langsung mengembangkan kepiawaian aktingnya dengan mencium kening sang isteri."He em.." sahutnya dengan suara lembut."Waaaw.. kalian benar-benar membuatku cemburu. Oh, tidak! Di usia yang sudah tak muda lagi kalian masih terlihat saling mencintai. Ngomong-ngomong, kalian sudah berapa tahun bersama, Nyonya Morgans?""E
"Lolly, hari ini acara miss Taylor menayangkan orang tuamu, kan? Ayo kita lihat! Kelas baru dimulai dua jam lagi."Jaqueen kini bisa dengan leluasa memanggil Laura dengan sebutan Lolly. Keduanya berada di lorong kampus setelah selesai dengan mata kuliah pertamanya."Kau salah satu fans orang tuaku, Jaq? Kuberi tahu, mereka itu pemain sandiwara yang handal, jadi jangan mau tertipu.""Aku tak peduli, anggap saja aku sedang menonton sebuah drama. Bukankah sebuah drama juga hanya bersandiwara? Aku hanya senang melihat wajah ibumu yang selalu terlihat cantik. Wajahnya sangat keibuan tapi tetap mempesona sebagai perempuan. Kau sangat beruntung punya ibu seperti mommy-mu.."Suara Jaqueen terdengar getir pada kalimat terakhir. Ya, Laura sudah sering mendengar nada kegetiran jika sahabatnya itu membicarakan tentang seorang ibu. Meski Laura tak tahu apa yang dialami Jaqueen, tapi gadis itu sangat yakin, ada trauma yang mendalam dirasakan gadis bertubuh tinggi kurus itu."Ibuku memang satu-satuny
"Brengsek!"Gillbert melempar ponselnya begitu saja di atas meja. Pria yang berprofesi sebagai dokter ortopedi itu nampak murka melihat foto-foto dan video Alexa bersama suaminya. Meski kecemburuan selalu mengintai setelah melihat keintiman pasangan suami isteri itu, Gill tetap saja selalu ingin melihat keseharian kekasih hatinya."Maaf, Dokter.. apa.. nona Alexa dan suaminya sudah mulai--"Tidak mungkin, Carlos! Mereka hanya bersandiwara demi simpati publik. Pria brengsek itu memanfaatkan kekasihku untuk kepentingan dirinya dan keluarganya. Aku tahu dari mimik wajah Alley.. dia sangat tersiksa karena harus selalu berpura-pura."Gill mengepalkan kedua tangannya di atas meja. Sorot tajam dari manik coklatnya membuat Carlos tak berani menatap pria itu. Gill selalu saja diselimuti rasa cemburu saat melihat kebersamaan Alex dan Alexa, meski dia sendiri tahu kalau itu hanya sebuah sandiwara.**Foto-foto dan video kebersamaan Alex dan Alexa saat makan siang sudah tersebar di beberapa akun
"Kau sudah siap?" Entah mengapa Alex merangsek masuk ke dalam kamar Alexa yang tengah bersiap-siap untuk datang ke acara talk show with miss Taylor, padahal dulu pria itu sangat anti masuk kesana. "Sebentar lagi," sahut pendek Alexa. Wanita itu masih memoles wajahnya di depan cermin dengan bantuan Arabella, namun sang asisten langsung keluar saat melihat Alex datang. "Kau bisa menungguku di bawah. Aku hanya butuh beberapa menit lagi, setelahnya aku akan langsung turun ke bawah." Alexa merasa risih dengan keberadaan suaminya disana. Biasanya Alex tak pernah peduli berapa lama sang istri berdandan. Ia hanya akan menunggunya di bawah atau malah menunggu di dalam mobil. Namun kali ini lelaki itu bertingkah aneh. Ia bahkan tak langsung keluar setelah mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, Alex justeru mengelilingi kamar yang sangat jarang ia masuki sebelumnya. "Kenapa kau tak datang saja ke salon dari pada repot-repot berdandan sendiri." Pria itu tak mengindahkan permintaan Alexa u
"Baik, aku akan menyerahkan villa itu untukmu, Alexa. Tapi dengan satu syarat..""Syarat?" Kening Alexa mengerut. "He em," sahut Alex."Syaratmu pasti sesuatu yang aneh. Aku tak mau. Kau pikirkan saja permintaanku, dan sebelum acara talk show dimulai kau harus sudah memberi jawabannya padaku, Alex."Alex mulai geram dengan tingkah sang istri yang mencoba menekannya. Pria itu berlari menuju pintu ruang kerjanya dan menarik tangan Alexa serta membenturkan tubuh perempuan itu ke tembok."Aku tak suka didikte, Alexa. Aku yang harus mengendalikanmu, bukan kau yang mengendalikanku, hm? Jadi jangan coba mengancamku," ucap Alex dengan seringai tajam dari bibirnya.Alexa tak bisa melepas tubuhnya yang dihimpit pria itu ke tembok, sekuat apapun ia memberontak tubuhnya tetap saja bergeming karena tenaga Alex sangat kuat. Semakin ia coba melawan tubuhnya justeru hanya merasakan perih karena Alex pun semakin kuat menghimpitnya."Terserah. Disini aku yang menawarkan negosiasi padamu, jadi kau tak