Share

Chapter 2

20 tahun yang lalu..

"Kau hamil?" tanya Alex tak percaya.

Alexa yang baru berusia 19 tahun hanya bisa tertunduk takut. Gadis polos itu sangat takut melihat aura dingin suaminya.

"Ya. Aku sudah mengeceknya berkali-kali, dan semuanya positif," jawabnya pelan.

"Sialan! Aku dipermainkan oleh perempuan berwajah lugu sepertimu, Alexa."

Alex tertawa sinis seraya melayangkan wajah meremehkan pada isteri yang baru ia nikahi satu bulan lalu.

"Apa maksudmu? Aku-- aku tak mengerti," tanya Alexa yang memberanikan diri untuk menatap wajah suaminya meski hanya sekilas.

"Jangan mempermainkanku, Perempuan Jalang! Siapa ayah dari bayi laknat itu!"

Terasa dihantam ribuan batu besar yang berjatuhan di kepalanya, Alexa hanya bisa ternganga mendengar ucapan kasar suaminya. Selama satu bulan menjadi menantu di keluarga Morgans, meski merasa tak dianggap namun tak sekalipun Alex berkata kasar padanya. Kali ini ia baru mengetahui sisi lain sang suami yang tak hanya dingin dan acuh, Alex juga mampu menghancurkan mental seseorang dengan kata-kata kasarnya.

"Jawab aku! Siapa ayah dari anak yang kau kandung? Kita hanya melakukan hubungan itu satu kali, dan aku tak sedikitpun mengingatnya karena saat itu aku dalam keadaan mabuk. Apa ayah kandungnya adalah pria yang dulu ingin kau ajak lari bersama?" Wajah Alex semakin mengejek diselingi dengan tawanya yang cukup menggelegar.

Seketika Alexa mengingat hari itu, hari dimana kekasihnya, Gilbert Jackson mengingkari janjinya. Perempuan itu meminta sang kekasih untuk menjemputnya di sebuah stasiun kereta bawah tanah. Ia meminta Gill membawanya pergi dan membatalkan pernikahan politik itu. Alexa telah berpacaran selama satu tahun dengan pemuda yang saat itu masih berusaha meraih gelar di fakultas kedokteran. Gill menyetujuinya, namun setelah menunggu hampir dua jam pemuda itu tak kunjung datang. Hingga orang suruhan kakeknya menemukan Alexa dan membawa gadis itu kembali ke rumahnya.

"Aku harus melakukan test DNA pada janin yang kau kandung untuk membuktikannya--

"Tak perlu." Suara Alexa menghentikan ocehan Alex.

"Anak ini memang bukan anakmu, jadi kau tak perlu repot-repot melakukan test apapun. Apa sekarang kita akan bercerai?" tantang Alexa.

Baginya bercerai dengan Alex akan menjadi sebuah jackpot.

"Kau tak bisa begitu saja lepas dari keluarga Morgans setelah melempar kotoran, Jalang! Kau akan kubuat menderita, Alexa. Kau salah memilih sasaran. Akan kubuat hidupmu bagai di neraka, hingga kau harus meminta ampun dan bersujud di kakiku, Jalang!"

Alex membuang kasar wajah sang isteri setelah mencengkram rahang perempuan itu. Meski tak ada rasa cinta diantara mereka, namun harga dirinya terasa diinjak-injak oleh gadis berwajah polos seperti Alexa. Menikahinya hanya agar anak yang dikandung perempuan itu memiliki seorang ayah, bagi Alex itu semua adalah sebuah penghinaan yang kejam.

**

"Mom.. Mommy, boleh aku masuk?"

Laura berteriak di depan pintu kamar ibunya. Meski usianya sudah genap 19 tahun namun tingkah gadis itu masih saja seperti gadis kecil yang sembrono.

"Masuklah. Pintunya tak dikunci," sahut Alexa dari dalam kamarnya.

"Mom, papa--

"Hei, Gadis Nakal! Kau ini bukan lagi anak kecil, jangan biasakan berteriak seperti itu."

Alexa yang masih sibuk memoles wajahnya dengan make up menasehati sang puteri.

"Mom, dengarkan aku! Papa mengajakku ke pesta nanti malam. Aneh! Biasanya dia tak pernah mengajakku ke pertemuan seperti itu. Apa ada sesuatu?"

Alexa menghentikan kegiatan memoles wajahnya, lalu menoleh pada Laura yang berada di atas ranjangnya.

"Papamu mengajak ke pesta nanti malam?"

Laura mengangguk, "baru saja papa memanggiku ke ruang kerjanya," sambung gadis itu.

"Ada apa? Apa ada sesuatu yang tak aku ketahui?"

Di usianya yang telah beranjak dewasa, Laura sudah bisa memahami situasi orang tuanya. Meski sang ibu selalu menampik ketidakharmonisan hubungan antara dirinya dengan sang suami, namun Laura bukanlah gadis bodoh yang percaya begitu saja. Apalagi selama ini ia tak pernah merasa jika Alex menyayanginya. Pria itu selalu bersikap dingin padanya. Dulu, saat ia kecil, Laura belum menyadari keanehan sikap Alex terhadapnya. Pria itu sebisa mungkin menghindar saat Laura mendekatinya, namun perlahan saat gadis itu beranjak remaja dan dewasa, ia bisa dengan jelas merasakan sikap dingin sang ayah.

"Tidak. Bukankah bagus jika papa mengajakmu ke pesta, Sayang? Kau bisa menggandeng tangannya dan berjalan bersama. Sejak dulu kau selalu ingin berjalan bersama papamu, kan?"

Alexa menatap sendu wajah puterinya. Tangan perempuan itu mengelus lembut pipi Laura, satu-satunya orang yang ia berikan cinta setelah beberapa kali perempuan itu merasa dikhianati oleh orang yang ia cintai. Pertama oleh kedua orang tuanya yang meninggal bersamaan saat mereka berlibur, lalu sang kakek yang menjadi pelopor pernikahan politik hingga membuatnya kehilangan kekasih hati dan harus menjalani kehidupan yang penuh dengan sandiwara. Kemudian Gillbert, kekasih yang tak kunjung datang disaat Alexa merasa tak memiliki siapapun untuk menolongnya, dan tentu saja Alex, suami politiknya yang meski tak pernah terbesit rasa cinta sedikit pun di hatinya untuk pria itu, namun sikap Alex yang terus menghujamkan benih luka menambah kekecewaan perempuan itu terhadap cinta.

"Mom.."

"Hem?"

Laura tiba-tiba menatap balik wajah ibunya. Luka itu masih terlihat jelas meski sang ibu selalu berusaha menyembunyikannya. Laura tak mengetahui, luka apa yang pernah dialami ibunya, namun ia selalu berusaha untuk membalut luka itu dengan senyuman dari bibirnya. Laura tahu, ibunya akan tersenyum saat bersama dengannya, dan akan kembali mengulas wajah datar jika berhadapan dengan sang ayah ataupun neneknya.

"Apa kau bahagia?"

"Hem? Kau aneh, Loly. Tentu saja aku bahagia. Aku memiliki puteri cantik dengan manik mata spesial yang tak semua orang miliki, bagaimana aku tak bahagia, hm?"

"Syukurlah, jika aku membuatmu bahagia."

Laura memberi senyum termanis pada ibunya.

Hanya dalam hitungan detik setelah Laura keluar dari kamarnya, Alexa melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Alex. Wajahnya tak lagi seceria saat bersama sang puteri.

Brakk...

"Kau kira aku tak serius dengan ucapanku kemarin, Alex?"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status