Share

Chapter 8

"Alex! Berita apa ini!"

Jemima melempar ponselnya di sofa kamar sang putera. Alex yang masih sibuk memakai dasi belum tahu apa yang membuat ibunya murka.

"Berita apa, Mom? Aku belum membuka ponselku sejak semalam." Pria itu masih menjawab santai.

"Hhh.. tentu saja kau melupakan ponselmu, semalam kau pasti habis bersenang-senang dengan perempuan jalang itu, kan?"

"Mom!"

"Jangan berteriak di depanku, Alex! Kau tak bisa menyembunyikan apapun dariku. Dan berita pagi ini pun karena kebodohanmu yang tergila-gila pada wanita brengsek itu!"

Alex terdiam, bukan karena ia tak mampu melawan ibunya. Jemima akan terus menghina Diana jika ia terus membela wanita itu.

"Cepat turun, kita harus membuat rencana agar berita yang sudah beredar tak membuat elektabilitasmu menurun."

Jemima membanting pintu dengan kasar, meninggalkan putranya sendiri yang belum selesai memasang dasi di lehernya.

10 menit kemudian Alex turun menuju meja makan. Seperti biasanya, Alexa dan satu pelayan yang bertugas menyiapkan sarapan akan sibuk bolak balik untuk menata makanan di meja.

Alex menatap sang istri yang sibuk menata makanan. Atensinya terpaku pada raut datar dan tentu saja kaki Alexa yang semalam mengalami kram.

"Kakimu sudah sembuh?"

Alex bertanya seraya menarik kursi makan agar ia leluasa masuk dan duduk di atasnya.

"Hem."

Perhatian Alexa tak teralih dari kesibukannya menata makanan di meja. Jawaban singkat dari mulutnya membuat Alex menjadi sedikit merasa bersalah, namun bukan Alexander Morgans namanya jika mau menampakkan rasa bersalahnya pada istri yang telah 20 tahun ia nikahi.

"Alexa, duduklah! Kita harus bicara soal berita--

"Ini waktunya sarapan, Mom. Tak baik membicarakan hal buruk di meja makan," sentil Alexa yang kembali ke dapur untuk mengambil menu terakhir.

"Perempuan ini-- mengapa dia jadi sering menjawab kata-kataku?!"

Jemima menatap Alex, namun pria itu seperti tak peduli dan sibuk dengan gawai di tangannya.

Setelah semua menu sudah tersedia, Alexa duduk di depan kursi Alex dan langsung menyendok makanan di hadapannya tanpa berkata apapun.

"Dimana Laura? Mengapa dia tak ikut sarapan?" tanya Jemima.

"Dia masih di kamarnya, katanya masih mengantuk," sahut Alexa datar.

"Bukankah Laura ada kuliah pagi hari ini?"

"Aku datang, Neno. Jangan marahi mommy-ku."

Entah datang dari mana tiba-tiba Laura muncul tanpa ada yang menyadari langkahnya. Seperti halnya Alexa, Laura memilih untuk bersikap datar dan memutuskan untuk tetap berangkat kuliah.

"Neno tak memarahi ibumu, Sayang. Kemarilah duduk di samping Neno."

Meski tak menyukai Alexa, namun Jemima sangat menyayangi cucunya. Pada awalnya wanita tua itu juga ragu kalau Laura adalah anak kandung Alex karena kehamilan Alexa yang begitu cepat. Namun setelah bayi mungil itu lahir ke dunia, Jemima mulai meyakini bahwa gadis itu adalah cucunya. Perempuan tua itu melihat aura putranya pada sosok Laura kecil, apalagi dengan iris mata biru laut milik Laura, siapapun yang melihatnya akan meyakini bahwa gadis itu adalah putri kandung Alex.

"Aku tak mau sarapan. Kalian pasti mau membicarakan soal skandal yang terjadi semalam. Aku benci saat mengingatnya!"

"Laura!" bentak Alex.

"Jangan membentaknya Alex!"

Jemima membela cucunya. Kini Alex membuat dua wanita di meja makan menatap nyalang ke arahnya. Alexa yang tak suka putrinya dibentak pun tak pelak memberikan tatapan tajam pada suami yang sejak tadi diacuhkan olehnya.

"Pergilah. Kau memang tak perlu mendengar skandal bodoh yang dibuat papamu, Sayang. Aku akan minta dua pengawal untuk menjagamu. Pasti banyak reporter yang--

"No! Aku tak mau dikawal seperti tahanan. Aku bisa menjaga diriku, Neno. Kau jangan khawatir. Aku pergi dulu."

Laura cepat-cepat mencium pipi neneknya kemudian bergantian mencium ibunya.

"Aku berangkat, Mom. Jangan lagi mau dimanfaatkan dan pikirkan kata-kataku tadi. Kau pantas bahagia, Mommy!" sarkas gadis itu melirik singkat pada ayahnya.

Alex dan Jemima hanya bisa membuang napas kasar setelah melihat Laura menjadi gadis pemberontak.

Lanjutkan makan kalian, setelah itu kita harus membicarakan masalah ini!" titah Jemima pada putra dan menantunya.

Wanita itu masih menjadi pemimpin tertinggi di mansion mewah peninggalan Philips Morgans. Apa yang ia katakan adalah sebuah perintah yang tak boleh dibantah, meski itu oleh putranya sendiri.

"Aku tak enak badan, kalian saja yang membicarakan masalah ini dan katakan apa yang harus aku lakukan nanti."

Alexa beranjak dari kursinya tanpa menyentuh makanan yang ada di piring. Wanita itu memilih untuk kembali ke kamarnya.

"Ya, Tuhan.. aku bisa gila melihat wanita itu. Apa yang membuatnya berani menjadi seorang pembangkang!"

Jemima memegang kepalanya yang kini sering merasakan sakit karena sikap Alexa.

"Alex, kita harus bicara. Selera makanku hilang karena sikap buruk istri dan putrimu. Ooooh.. Lauraku pasti terpengaruh oleh sikap buruk ibunya."

Jemima meninggalkan meja makan seraya memegangi kepalanya. Wanita tua itupun turut tak berselera menyantap sarapan paginya. Kini hanya ada Alex di meja makan.

*

'Mom..'

'Mengapa kalian tak bercerai saja?'

Alexa merenungi kata-kata putrinya pagi tadi. Laura dengan tegas memintanya untuk meninggalkan sang ayah. Gadis itu benar-benar tak mau lagi melihat Alexa dipermalukan dengan skandal yang dibuat Alex, dan setelahnya harus tersenyum di depan kamera dengan menggandeng mesra sang suami seperti tak terjadi apapun. Alexa harus menjadi seorang aktris handal dari keluarga Morgans. Menjadi sosok nyonya muda yang bahagia dengan pernikahannya, dicintai oleh suami dan memiliki ibu mertua yang menyayangi dan mendukungnya.

"Alexa, boleh aku masuk?"

Suara Alex di balik pintu kamarnya memecah lamunan Alexa.

"Hem, masuklah!"

Pria itu membuka pintu kamar perlahan, dan melihat Alexa tengah duduk di sofa berpura-pura sibuk dengan gawainya.

"Aku mengganggu istirahatmu?"

Kening Alexa sedikit mengernyit, tak biasanya Alex berkata lembut seperti itu. Seketika senyum simpul terbit di bibirnya.

"Tidak. Kalian sudah memutuskan apa yang harus kita lakukan untuk meredam berita itu? Apa yang harus kulakukan? Tampil mesra bersamamu di depan publik?"

Sikap lembut Alex ditengarai karena ingin memintanya untuk bersandiwara.. lagi.

Alex terdiam sejenak. Kalimat dingin yang diucapkan istrinya terasa sebagai pukulan telak karena Alexa sudah sangat hapal apa yang harus ia lakukan.

"Mom meminta kita untuk memberikan klarifikasi di acara miss Taylor lusa nanti. Mereka mengundang kita untuk menjadi bintang tamunya. Kau mau datang, kan?"

"Oke. Kita akan datang. Apa yang harus aku katakan?" tanya Alexa datar.

"Eeem, kita hanya perlu bersandiwara seperti biasa. Aku rasa kau sudah tahu apa yang harus kau katakan tanpa harus kuajarkan."

Alex yang tadinya masih setia berdiri kini ikut duduk di sofa dengan satu kaki menumpu pada kaki yang lainnya.

Alexa lagi-lagi tersenyum kecil, "ya.. kau tenang saja. 20 tahun menjadi bagian dari keluarga Morgans membuatku lihai bersandiwara. Ngomong-ngomong kau tak mau mengontrakku jadi artis di bawah rumah produksimu, Alex? Oouh.. aku lupa. Kau pasti tak mau aku satu atap dengan kekasihmu itu."

Sindiran yang dilontarkan Alexa tak membuat Alex geram seperti biasanya. Pria itu justeru tak terlalu mengindahkan apa yang dikatakan istrinya. Alih-alih fokus pada perkataan Alexa, Alex malah tercenung takjub melihat senyum istrinya yang mahal. Meski senyum itu bernada ejekan, namun Alex baru sadar jika senyum Alexa sangat manis, bahkan membuatnya tak berkedip dalam beberapa detik.

'Kembalikan senyum ibuku, Papa..'

***

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status