Share

Tuduhan Carla

Carla masih belum sadar padahal sudah beberapa hari berlalu hingga pria yang menolongnya jadi risau. 

Luka yang dialami Carla cukup serius bahkan dokter menyatakan koma namun, sebuah keajaiban telah muncul jari-jari tangan itu mulai bergerak. 

Kedua bola mata coklat itu telah terbuka hal pertama ia ingat adalah wajah Victor dan Kekasihnya. Mereka berdua bahkan rela melakukan kejahatan bersama agar ia segera dilenyapkan.

Air matanya meluncur hingga hilang balik leher putih tersebut, wajah sepasang kekasih sedang berselingkuh itu terus mengganggu pikirannya.

"Tega sekali kau Victor," tangisnya sesenggukan.

"Sayang, kau sudah bangun?" suara berat mengagetkannya pria yang tidak ia kenal menyebutnya sayang.

"Siapa kau? Kau bukan suruhan Victor kan?" tuduh Carla takut. 

Pria tampan itu menaikkan alis tebalnya dia sama sekali tidak mengerti tuduhan Carla.

"Apa yang kau katakan sayang? Aku adalah suamimu, Rava." Carla terbelalak mendengar pengakuan pria tampan di hadapannya ini.

Kepalanya kembali berdenyut Carla kembali pingsan terpaksa Rava memanggil dokter.

Dia tahu wanita ini sudah pulih hanya saja syok mengetahui fakta tentang pernikahan mereka.

"Istriku sudah siuman periksa ia awas sampai terjadi sesuatu kepadanya rumah sakit ini aku ratakan!" ancam pria itu bernama Rava.

"Baik Tuan," jawab dokter itu gugup.

"Dia baru mengatakan aku adalah istrinya? Aku kan masih istri Victor hanya saja pria bodoh itu telah memilih wanita lain," batin Carla sambil merasakan tangan dokter mengenai kulitnya dingin dan berkeringat.

Carla hanya berpura-pura pingsan ia tidak mengerti dengan situasi yang dihadapinya ini.

"Tuan, Nona sementara ini harus banyak istirahat karena kecelakaan yang menimpanya beberapa hari lalu mungkin masih membekas dalam ingatannya. Dua hari lagi sudah bisa kembali ke rumah." Dokter wanita itu mengusap keningnya yang berkeringat karena diagnosanya baik-baik saja.

"Baik terus pantau kesehatannya." Dokter mengangguk mengerti.

Carla kembali membuka mata karena tidak kuat menerima kenyataan ini. Ia butuh penjelasan tentang pria di hadapannya ini ngaku-ngaku sebagai suaminya.

"Aku di mana?" lirihnya berpura-pura.

Rava langsung mengisyaratkan kepada dokter agar meninggalkan mereka berdua.

"Kau berada di rumah sakit sayang?" ucap Rava halus.

"Kau pria penipu kan? Siapa yang membayarmu sampai ngaku-ngaku saya adalah istrimu?!" sentak Carla tiba-tiba.

"Ternyata efek samping kecelakaan yang hampir merenggut nyawamu sudah terlihat," ucap Rava sambil mengusap wajahnya kasar.

Carla mengerutkan keningnya ia bahkan tidak merasakan sakit hanya beberapa luka goresan kaki itupun sudah kering.

"Kau pria gila?! Jangan mengira aku tidak tahu maksud perkataanmu?" teriak Carla sambil memberontak tidak peduli infus di tangannya hampir lepas.

"Hentikan! Kau dalam pemulihan aku tidak mau sesuatu terjadi kepadamu. Kecelakaan maut itu pasti sudah menyakiti ingatanmu karena itu dokter menyatakan saat ini kau amnesia," lirih Rava sambil mengusap wajah pucat Carla.

Carla geleng-geleng kepala ia tidak amnesia semua diingat termasuk kelakuan Victor dan Julia Kefira. 

Rava mendekat, duduk sambil memberikan air minum agar Carla bisa sedikit tenang.

"Minumlah! Aku tahu kau pasti terluka tapi memikirkan masalah tentu harus bisa berpikir positif bukan?" ucap Rava halus.

"Aku tidak mau," tolak Carla ketus.

"Apa yang kau inginkan? Aku bisa menjelaskan semua yang terjadi termaksud dengan pernikahan kita." Carla langsung menatap Rava serius.

"Menikah? Aku masih istri orang?" balas Carla terkejut.

"Ya, dokter mengatakan kau hanya ingat satu hal yaitu pernikahan terdahulumu. Mantan suamimu sudah menandatangani surat cerai lalu dia menyuruhku menikahimu," jawab Rava santai.

Carla sesak napas mendengar ucapan Rava semua yang dikatakan pria tampan ini tidak ada yang benar.

Tatapannya tidak sengaja menelisik tubuh Rava dari atas sampai ke bawah. Dari segi cara berpakaian hingga berbicara pun lembut. Ia baru menyadari pria ini sepertinya bukanlah orang sembarangan.

Carla curi pandang melihat wajah tampan Rava yang tidak membosankan. Pria itu malah sibuk memainkan ponsel dan tidak melanjutkan ceritanya. 

"Aku sudah dapat izin dari dokter, seseorang saat ini menunggu kita di rumah," ucap Rava lalu memasukkan ponselnya kembali ke saku celananya.

"Siapa?" tanya Carla gugup.

"Nanti kau juga akan tahu," balas Rava sambil mengerlingkan matanya. 

Carla jadi salah tingkah ia memalingkan wajahnya yang memerah. 

Rava menggenggam tangan Carla menuju ke mobilnya yang sudah disiapkan ajudan. Carla merasa jantungan perdana memasuki rumah orang asing.

Carla tertegun melihat isi rumah Rava bertekstur klasik Eropa dibandingkan dengan kediamannya tidak ada apanya.

"Ayah!" seorang anak kecil lari hampiri Rava.

"Hai Ozora, apa yang kau lakukan hari ini?" tanya Rava lalu memberikan pelukan hangat.

"Siapa wanita bersama ayah?" tanya Ozora takut dan tidak mengindahkan ucapan Rava.

"Tenang ya, ayah akan terangkan ketika kita sudah masuk ke dalam, sayang ayo masuk!" ajak Rava lembut.

Carla hembuskan napas kuat lalu mengikuti Rava dari belakang sementara Ozora menatapnya tanpa berkedip.

"Bagus sekali rumah pria ini?" batin Carla.

"Sayang duduk sini!" Rava menepuk sofa agar Carla mau duduk sebelahnya.

"Ayah belum jelaskan siapa wanita ini?" gerutu Ozora sambil memanyunkan bibir tipis ya hingga Rava dan Carla gemas melihatnya.

"Mulai sekarang Ozora sudah memiliki ibu, hutang ayah lunas ya karena sudah memenuhi permintaanmu sayang," bisik Rava halus.

"Apa benar itu ayah?" sorak Ozora.

"Ya sayang, namanya ibu Carla," balas Rava halus.

"Ibu!" seketika Ozora langsung memeluk Carla sampai wanita dewasa itu terkejut.

"Ibu?" ucapnya gugup.

"Kau sekarang sudah menjadi ibu ozora," ujar Rava.

"Kenapa ibu tidak mau memeluk Ozora?" lirihnya lalu menatap Rava.

"Maaf ya, ibu masih kurang sehat jadi belum bisa bicara banyak," alasan Carla lalu ia melirik Rava yang diam sambil memandangi mereka berdua.

"Ibu sakit ya ayah?" tanya Ozora sendu.

"Berikan ibu waktu, Ozora tidak marah kan?" rayu Rava.

"Ozora sayang ibu." Ozora langsung mencium kedua pipi Carla lalu izin pamit ke kamar.

Carla tertegun ia menyentuh pipi kanannya baru dicium anak kecil baru dikenal. 

"Dia putriku usianya tiga tahun, sayang sekali ketika dia lahir ibunya berpulang," ucap Rava.

"Maaf," lirihnya.

"Kau harus banyak istirahat kamar kita ada di atas kalau butuh sesuatu tekan saja tombol ini pelayan akan datang." Carla diam termangu melihat isi kamar Rava wangi, rapi beda dengan Victor suka timbun pakaian kotor dan lain-lain.

"Aku ingin sendiri," pinta Carla.

"Baiklah, jangan sungkan semua isi rumah ini milikmu juga." Rava keluar perasaan yang begitu kecewa.

Dia tadi berharap Carla mau mengobrol dengannya namun nihil.

Wanita itu mondar-mandir memikirkan cara agar bisa kabur, ia semakin terjebak seorang anak kecil bahkan sekarang memanggilnya ibu.

Kemudian nafasnya jadi naik turun membayangkan wajah Victor dan kekasih barunya saat ini sedang merayakan kematiannya.

    

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status