“Kau sangat menjijikkan, Ellea!”
Elleana menatap pantulan dirinya di cermin. Matanya yang sembab, wajah yang sedikit pucat, rambut awut-awutan, sungguh mengerikan sekali penampilannya itu. Tangan Elleana perlahan menelusuri tanda merah di leher bahkan dadanya.
David benar-benar melahapnya semalam. Pria itu bahkan meninggalkan begitu banyak jejak kepemilikan di tubuhnya yang semula mulus tanpa noda.
“Keluar kalian semua!”
Samar-samar, Elleana mendengar keributan di luar panti. Cepat-cepat ia tutupi tanda merah di lehernya dengan bedak agar tidak terlalu mencolok sekali. Lalu ia ikat asal rambutnya sebelum keluar dari kamar kecilnya yang nyaman.
Elleana melangkahkan kakinya semakin dekat, ia melihat semua orang sudah berkumpul di sana, bahkan anak-anak panti juga saling berpelukkan. Mereka nampak ketakutan.
"Saya mohon jangan seperti ini, Yopi. Ke mana kita semua akan pergi?" Wanita pemilik panti itu tengah memohon sambil menyatukan kedua tangannya.
"Saya tidak peduli!"
"Kasihanilah mereka sedikit saja."
Pria asing itu mendengus kasar.
‘Keras kepala! Tidak punya hati!’ batin Elleana merutuki pria itu.
"Cukup! Saya sudah beri kalian waktu seminggu, dan waktu itu sudah habis. Jadi, kalian semua pergi dari sini sekarang juga!" Tangan pria itu mengacung ke arah pagar seolah tengah menunjukkan pintu keluarnya.
Anak-anak panti semakin ketakutan mendengar bentakan pria itu, bahu mereka sampai bergetar. Wanita pemilik panti itu masih terus memohon, tak kunjung beranjak dari sana. Pria itu semakin geram, lalu anak buahnya yang bertubuh kekar itu menghampiri pemilik panti dan menyeretnya.
Wanita senja itu meronta-ronta sambil menangis pilu, mulutnya terus melontarkan permohonan demi permohonan. Berharap keponakan tirinya itu luluh. Tapi, ternyata tidak, hatinya seolah membatu.
Salah satu pria bertubuh kekar itu mendorong wanita pemilik panti dengan kencang. Beruntung Elleana lebih dulu menangkap tubuh senjanya. Wanita senja itu mendongak mendapati wajah cantik Elleana dengan mata yang sembab.
Pemilik panti itu menatap Elleana dengan sorot kelegaan. "Maaf aku terlambat. Tadi malam aku mengalami kesulitan tidur."
Elleana berjalan mendekati pria asing itu sambil merangkul erat pundak rapuh Nyonya Daisy yang sedikit tegang. "Dia lebih tua dari anda, Tuan. Tolong bersikap hormat padanya, meskipun hanya sedikit."
Suasana menjadi lengang seketika.
Elleana menyerahkan wanita separuh abad yang sedikit terguncang itu bersama anak-anak panti lainnya yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Pria asing itu bersedekap dada sambil mengangkat dagunya sedikit. Angkuh sekali.
"Urusan anda dengan saya, Tuan. Waktu yang anda berikan itu adalah tanggung jawab saya, bukan mereka."
Pria itu malah tersenyum miring. "Kalau kau datang hanya untuk meminta perpanjangan waktu, lebih baik simpan saja niat itu lalu segera angkat kaki dari sini!"
"Memangnya Anda mendengar kalau saya meminta perpanjangan waktu?" sahut Elleana sinis. Alis matanya sebelah terangkat tinggi.
"Lalu?"
"Uangnya sudah siap. Tunggu sebentar!"
Elleana melenggang pergi dari sana. Semua penghuni panti menatap punggungnya yang hilang tenggelam di balik pintu panti dengan tatapan sulit diartikan.
Di kamar kecil Elleana, ia mengambil uang dua juta yang sedikit lembab karena sempat terguyur semalam. Ia menggenggam uang itu erat-erat. Tiba-tiba kejadian tadi malam bersama David berputar mulus di kepalanya. Ia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam. Elleana harus kuat. Berkali-kali ia meyakinkan diri kalau yang dilakukannya sudah benar.
Tak butuh waktu lama, Elleana kembali. Ia tersenyum miring sambil menatap wajah angkuh pria itu.
"Ini!" Elleana menyerahkan uang itu. Dengan senang hati pria angkuh mengambilnya dan menghitung uang itu dengan teliti.
Elleana dapat melihat tatapan bingung bercampur lega dari anak-anak panti, juga tatapan penuh pertanyaan dari nyonya pemilik panti. Tak ketinggalan pula tatapan penuh selidik dari sang ibu yang ia tutupi dengan ekspresi datarnya seolah-olah tidak peduli dengan apa yang dilakukan Elleana.
Pria itu merasa telah selesai menghitung langsung memasukkan uang itu ke saku jas bagian dalam. "Saya menyukai orang yang menepati janjinya seperti Anda."
Elleana mendengus sambil memutar bola matanya jengah. "Dan saya tidak menyukai orang yang kasar seperti anda!"
Pria keparat itu kemudian melenggang pergi dengan senyum jumawa. Anak-anak panti berlarian memeluk Elleana. Mereka tersenyum bahagia. Elleana merasa lega sekarang.
"Kau menyelamatkan kami semua, El. Terima kasih." Pemilik panti itu memeluk Elleana. Ketulusan sungguh terpancar dari suaranya yang lembut, juga pelukannya yang erat.
"Terima kasih, El!" ujar anak-anak panti kompak.
Lalu nyonya pemilik panti menggiring semua anak-anak panti untuk masuk ke dalam. Sesuai jadwal yang berlaku, mereka harus merapikan tempat tidur, mandi, lalu sarapan.
Kini, hanya tersisa Elleana dan sang ibu. Elleana tersenyum hangat. Namun, ibunya membalas dengan tatapan penuh kebencian. Elleana tidak ambil hati, ia sudah biasa menerima itu dari ibunya.
Elleana melangkahkan kaki hendak masuk ke dalam. Tapi baru beberapa langkah saja, perkataan sang ibu berhasil menghentikan kakinya.
"Dari mana kau mendapatkan uang sebanyak itu?"
Elleana memutar tubuhnya menghadap sang ibu. "Meminjamnya dari tempat kerja, Mom."
Bohong! Elleana berbohong. Nyatanya tidak ada satu pun yang memberikannya pinjaman, semua menolak mentah-mentah untuk membantunya.
Ibunya Elleana menatapnya sengit anak semata wayangnya itu. "Meminjam atau menjual tubuhmu?"
Bahu Elleana menegang, tapi segera ia tutupi dengan senyum cantik di wajahnya.
"Menjijikkan! Kau pikir bisa membohongiku?" ujarnya sarkas. "Tutupi dengan baik tanda merah yang ada di lehermu itu! Aku tidak mau dipermalukan hanya karena tanda merah itu!"
**
Sudah hampir satu bulan berlalu sejak kejadian malam yang ia lewati bersama David. Keadaan pun perlahan mulai membaik. Elleana juga sudah berhenti bekerja di tempat maksiat itu, ia bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kakinya di club itu lagi.
"Satu bacon dengan telur dan pancake." Elleana menghidangkan kedua pesanan pelanggannya dengan sopan. "Selamat menikmati!" Elleana memberi hormat sebelum pergi dari sana.
Langkah kaki Elleana menuju dapur mendadak berhenti kala melihat sesosok di hadapannya. Matanya melotot, mulutnya sedikit menganga.
Seseorang itu berujar dengan senyum miring tercetak di bibirnya. "Terkejut melihatku? Huh?"
Elleana menelan salivanya susah payah. Rachel berdiri di hadapannya sambil bersedekap dada, matanya menyorot tajam, membuat Elleana menundukkan kepalanya takut. Wanita itu berjalan menghampiri Elleana yang berdiri bak patung. Niatnya, Elleana ingin berlari menghindari Rachel, tapi mendadak kakinya sulit untuk digerakkan.
"Kenapa kau melakukan itu?" tanya Rachel setelah berhadapan dengan Elleana. Matanya menuntut penjelasan Elleana.
"A-aku te-terpaksa," jawab Elleana sambil meremas jemari tangannya.
"Kau tau, Ellea, yang sudah kau lakukan itu sangat mempengaruhi reputasiku di mata Mr. Miller! Karena ulahmu, dia jadi meragukanku. Bahkan malam itu dia marah besar padaku!" ujarnya geram.
"Maafkan aku, Rachel, aku tidak bermaksud seperti itu."
"Sekarang ceritakan padaku semuanya!"
Elleana mendongak, berharap Rachel hanya bercanda saja, tapi ternyata ekspresi wajah wanita itu begitu serius. Elleana melirik sekitarnya was-was, lalu ia menarik Rachel ke meja restoran di sudut belakang yang kebetulan kosong.
Mendadak suasana hening. Helaan napas berat lolos dari mulut mungil Elleana. Rachel masih setia menatapnya tajam dalam diam.
Elleana memejamkan matanya perlahan. Ingatannya melayang menembus dimensi kenangan malam itu bersama David.
“Sebenarnya, yang terjadi pada malam itu ….”
“Malam itu ….” Malam itu, ketika David Miller telah di puncak hasratnya, Elleana memberikan sedikit permainan. Untuk mengulur waktu, gadis itu mengajak David yang sudah dimabuk hasrat meminum wine terlebih dulu. Mengaku bernama Rina dan baru seminggu berprofesi sebagai jalang, wanita itu berperan seolah meyakinkan. Elleana tidak menolak sentuhan David yang begitu memabukkan. Ia bahkan menyukai sikap dominan David atas tubuhnya. Sentuhan-sentuhan kasar, tetapi mampu membangkitkan gairahnya semakin tinggi. Gadis itu bahkan melenguh Elleana kala lidah David tanpa permisi menerobos masuk dan mengaduk-aduk dengan tempo cepat. ‘Astaga, kenikmatan ini bisa membuatku gila!’ Untuk itu, sebelum ia hilang kendali atas dirinya sendiri, dengan kesadaran dan keberanian penuh, kaki jenjang Elleana menendang pria tersebut. Naas, tendangan itu mengenai sesuatu yang sudah mengeras sedari tadi. "Argh!" David meringis kesakitan, tendangan Elleana sangat kencang sekali. Tak ingin melewatkan kesempat
Satu minggu telah berlalu sejak kejadian lembur yang membuat Elleana hampir saja berjumpa dengan David Miller!Dan selama satu minggu itu juga Elleana berhasil mendapatkan informasi bahwa restoran Lilylucianna dipercayakan untuk mengurus acara makan malam dua keluarga kaya raya itu dan termasuk hidangan untuk pesta pernikahan nanti. Jadi, restoran Lilylucianna sudah pasti hanya akan mengirim para pramusaji terbaiknya untuk melayani acara spesial itu. Dan sialnya, salah satu nama yang masuk jajaran karyawan terbaik itu adalah Elleana. Kini, Elleana dan seluruh karyawan terpilih tengah sibuk dengan tugasnya masing-masing. Tentu saja, tak ketinggalan berbagai pujian yang terlontar dari mulut pelayan lain tentang betapa mewah pesta malam itu. Tak ingin menanggapi lebih jauh, Elleana memilih untuk pergi ke dapur Keluarga Scott saja.“Apa masih ada yang perlu kubantu?” tanya Elleana pada karyawan pria sambil melempar senyum ramahnya.Karyawan pria itu meneliti sekeliling ruang pesta, sesek
"Ms. Scott..." Elleana tidak sanggup meneruskan panggilannya kala melihat pemandangan yang ada di depannya. Tubuh Elleana seketika mematung kaku, mulutnya juga sedikit menganga. "A-apa yang sedang kalian lakukan...?!"Mempelai pengantin wanita itu cukup terkejut mendengar suara Elleana. Menyadari kehadiran Elleana, sontak saja mempelai wanita itu pun langsung mendorong dada bidang pria asing itu untuk melepaskan tautan bibir keduanya.Elleana yang masih dengan ekspresi kaget bercampur bingung itu memicingkan kelopaknya, memandang intens pria asing yang sedang bersama Isabelle Scott. Elleana mengenalnya, pria asing itu adalah Alexander – si aktor ternama di Amerika. Yang Elleana tahu, mereka berdua pernah bermain dalam sebuah film romance tahun lalu dan sukses besar. Bahkan yang Elleana dengar, proyek film kedua mereka akan segera rilis di akhir bulan depan."Apa-apaan semua ini, Ms. Scott? A-aku melihat ka-kalian berciuman m-mesra….?" Gumam Elleana dengan suara yang terdengar bergetar
Elleana memandangi pantulan bayangannya di cermin kala sang perias profesional telah selesai mendandaninya dengan gaun pernikahan putih yang sederhana namun tetap terlihat sangat cantik. Seharusnya Isabelle Scott lah yang memakai gaun indah di acara sakral ini. Dalam hati Elleana memuji selera Isabelle Scott yang begitu cantik dan berkelas.David Miller itu pria kaya raya, segalanya bisa ia beli dengan uangnya itu. Mudah bagi dia untuk membeli gaun pernikahan yang baru, tapi tidak ia lakukan. Sungguh keterlaluan sekali dirinya. Gaun pernikahan ini akan membuat Elleana terlihat seperti wanita murahan nantinya. Menggantikan posisi Isabelle Scott, aktris yang sedang naik daun. Seluruh Manhattan kelak pasti akan menggunjingnya.Untung Elleana meminta si perias agar rambutnya di konde saja dan berikan aksesoris tiara kecil nan manis di puncak kepalanya. Kata si perias, Isabelle ingin rambutnya di gerai. Tapi, ini kan Elleana sendiri yang akan menjalaninya, jadi khusus untuk rambut Elleana
WARNING!!! 21++____Elleana berjalan mengikuti David sambil mengangkat sedikit gaun pengantinnya, ia agak kesusahan untuk berjalan lepas karena ujung gaunnya yang menjuntai panjang. Pria yang beberapa jam lalu sudah resmi menjadi suaminya itu pun juga sangat tidak peka. Padahal Elleana berharap David menawarkan bantuan padanya, setidaknya menggenggam tangan Elleana. Tapi, sama sekali tidak, justru David malah berjalan cepat meninggalkannya.Pesta pernikahan telah usai. Ralat, sebenarnya pesta pernikahan yang mewah itu masih berlangsung. Namun, setelah menyapa beberapa kolega penting, David memutuskan untuk pamit undur diri lebih dulu, menyisakan orang tua dan kedua adiknya bersama para tamu. Sebenarnya Elleana masih ingin berada di pesta itu, tapi tidak ada yang ia kenal di sana, jadi Elleana hanya bisa mengekori David. Istri yang baik selalu berada di belakang suaminya, kan?Cihhh!Selama perjalanan menuju mansion milik keluarga Miller, Elleana dan David hanya bungkam dan tenggelam
Elleana bangun pagi-pagi sekali, bahkan sang surya saja belum muncul. Tadinya Elleana sempat bingung mencari letak dapur, apalagi keadaan rumah keluarga suaminya itu juga sepi sekali. Elleana tidak mendapati satu orang pun yang berlalu-lalang untuk Elleana tanyai. Alhasil dia muter-muter seperti orang hilang hanya demi menemukan dapur, ya sudahlah tidak masalah. Hitung-hitung Elleana sedang beradaptasi dengan tempat tinggal barunya ini.Elleana menatap takjub sekeliling rumah milik keluarga suaminya itu. Elleana pernah melihat rumah sebesaran ini, tapi bukan dalam dunia nyata melainkan dalam cerita-cerita dongeng juga di film-film. Ini kali pertama Elleana melihat rumah besar bak di negeri dongeng. Astaga, keluarga suaminya ini memang sangat kaya! Entah Elleana harus bersyukur karena bisa menjadi menantu di keluarga terhormat ini atau menyesal karena harus hidup selamanya dengan pria sekejam David.Kaki jenjang Elleana mendadak terhenti kala ia tiba di sebuah ruangan yang berada di po
Elleana baru saja kembali dari restoran tempat ia bekerja, ia datang ke sana untuk menjawab berbagai pertanyaan dari atasan dan rekan kerjanya tentang Elleana yang menjadi pengantin pengganti dari David Miller kemarin. Tak hanya itu, Elleana juga meminta mereka semua untuk memperlakukannya seperti biasa meskipun kini Elleana sudah menjadi menantu sulung dari keluarga Miller. Untungnya mereka semua paham dan menyetujui permintaannya.Elleana melepas mantel dinginnya sambil meniupkan hawa panas ke telapak tangannya. Elleana menggantung mantel dinginnya di tempat gantungan dekat pintu, lalu ia berjalan ke dapur. Kepala pelayan bersama lima orang pelayan sedang sibuk berkutat dengan bahan-bahan masakan. Elleana menghampiri mereka tanpa ragu. Para pelayan yang menyadari kehadirannya pun membungkuk memberi hormat.Elleana mendelik tidak suka. Padahal tadi pagi ia sudah menjelaskan pada seluruh pelayan yang ada di rumah ini bahwa Elleana tidak pernah dan tidak mau jika ada seseorang yang ber
"Minta pelayan untuk mengantarkan kopi sepeti biasa ke ruangan saya sekarang juga!" Titah David tanpa melirik sedikit pun pada asisten pribadi yang tengah menyambutnya dengan senyum hangat dari meja resepsionis. Pria it uterus memacukan kakinya lebar menuju ruangannya.David baru saja selesai rapat dengan Palavi Corp. Salah satu kolega bisnisnya yang datang jauh-jauh dari Paris. Saat ini Miller Group tengah menggarap proyek hotel besar yang akan di bangun di ibukota Paris, tentunya dengan bantuan Palavi Corp."Bagaimana hubunganmu dengan Elleana? Kuharap baik-baik saja." Celetuk Tommy saat David baru saja menduduki bangku kebesarannya.David mendelik tajam, namun Tommy sama sekali tidak memedulikan tatapan menyeramkan yang David lemparkan itu.Tidak usah heran, Tommy dan David memang sudah berteman sejak kecil. Ayahnya dengan ayah Tommy berteman baik, bisa di bilang mereka rekan bisnis. Tommy tahu betul bagaimana tabiat David yang keras kepala dan emosian."Dia itu wanita yang baik, D