Share

Bab 3. Masalah Selesai

“Kau sangat menjijikkan, Ellea!”

Elleana menatap pantulan dirinya di cermin. Matanya yang sembab, wajah yang sedikit pucat, rambut awut-awutan, sungguh mengerikan sekali penampilannya itu. Tangan Elleana perlahan menelusuri tanda merah di leher bahkan dadanya.

David benar-benar melahapnya semalam. Pria itu bahkan meninggalkan begitu banyak jejak kepemilikan di tubuhnya yang semula mulus tanpa noda.

“Keluar kalian semua!”

Samar-samar, Elleana mendengar keributan di luar panti. Cepat-cepat ia tutupi tanda merah di lehernya dengan bedak agar tidak terlalu mencolok sekali. Lalu ia ikat asal rambutnya sebelum keluar dari kamar kecilnya yang nyaman.

Elleana melangkahkan kakinya semakin dekat, ia melihat semua orang sudah berkumpul di sana, bahkan anak-anak panti juga saling berpelukkan. Mereka nampak ketakutan.

"Saya mohon jangan seperti ini, Yopi. Ke mana kita semua akan pergi?" Wanita pemilik panti itu tengah memohon sambil menyatukan kedua tangannya.

"Saya tidak peduli!"

"Kasihanilah mereka sedikit saja."

Pria asing itu mendengus kasar.

‘Keras kepala! Tidak punya hati!’ batin Elleana merutuki pria itu.

"Cukup! Saya sudah beri kalian waktu seminggu, dan waktu itu sudah habis. Jadi, kalian semua pergi dari sini sekarang juga!" Tangan pria itu mengacung ke arah pagar seolah tengah menunjukkan pintu keluarnya.

Anak-anak panti semakin ketakutan mendengar bentakan pria itu, bahu mereka sampai bergetar. Wanita pemilik panti itu masih terus memohon, tak kunjung beranjak dari sana. Pria itu semakin geram, lalu anak buahnya yang bertubuh kekar itu menghampiri pemilik panti dan menyeretnya.

Wanita senja itu meronta-ronta sambil menangis pilu, mulutnya terus melontarkan permohonan demi permohonan. Berharap keponakan tirinya itu luluh. Tapi, ternyata tidak, hatinya seolah membatu.

Salah satu pria bertubuh kekar itu mendorong wanita pemilik panti dengan kencang. Beruntung Elleana lebih dulu menangkap tubuh senjanya. Wanita senja itu mendongak mendapati wajah cantik Elleana dengan mata yang sembab.

Pemilik panti itu menatap Elleana dengan sorot kelegaan. "Maaf aku terlambat. Tadi malam aku mengalami kesulitan tidur."

Elleana berjalan mendekati pria asing itu sambil merangkul erat pundak rapuh Nyonya Daisy yang sedikit tegang. "Dia lebih tua dari anda, Tuan. Tolong bersikap hormat padanya, meskipun hanya sedikit."

Suasana menjadi lengang seketika.

Elleana menyerahkan wanita separuh abad yang sedikit terguncang itu bersama anak-anak panti lainnya yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Pria asing itu bersedekap dada sambil mengangkat dagunya sedikit. Angkuh sekali.

"Urusan anda dengan saya, Tuan. Waktu yang anda berikan itu adalah tanggung jawab saya, bukan mereka."

Pria itu malah tersenyum miring. "Kalau kau datang hanya untuk meminta perpanjangan waktu, lebih baik simpan saja niat itu lalu segera angkat kaki dari sini!"

"Memangnya Anda mendengar kalau saya meminta perpanjangan waktu?" sahut Elleana sinis. Alis matanya sebelah terangkat tinggi.

"Lalu?"

"Uangnya sudah siap. Tunggu sebentar!"

Elleana melenggang pergi dari sana. Semua penghuni panti menatap punggungnya yang hilang tenggelam di balik pintu panti dengan tatapan sulit diartikan.

Di kamar kecil Elleana, ia mengambil uang dua juta yang sedikit lembab karena sempat terguyur semalam. Ia menggenggam uang itu erat-erat. Tiba-tiba kejadian tadi malam bersama David berputar mulus di kepalanya. Ia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam. Elleana harus kuat. Berkali-kali ia meyakinkan diri kalau yang dilakukannya sudah benar.

Tak butuh waktu lama, Elleana kembali. Ia tersenyum miring sambil menatap wajah angkuh pria itu.

"Ini!" Elleana menyerahkan uang itu. Dengan senang hati pria angkuh mengambilnya dan menghitung uang itu dengan teliti.

Elleana dapat melihat tatapan bingung bercampur lega dari anak-anak panti, juga tatapan penuh pertanyaan dari nyonya pemilik panti. Tak ketinggalan pula tatapan penuh selidik dari sang ibu yang ia tutupi dengan ekspresi datarnya seolah-olah tidak peduli dengan apa yang dilakukan Elleana.

Pria itu merasa telah selesai menghitung langsung memasukkan uang itu ke saku jas bagian dalam. "Saya menyukai orang yang menepati janjinya seperti Anda."

Elleana mendengus sambil memutar bola matanya jengah. "Dan saya tidak menyukai orang yang kasar seperti anda!"

Pria keparat itu kemudian melenggang pergi dengan senyum jumawa. Anak-anak panti berlarian memeluk Elleana. Mereka tersenyum bahagia. Elleana merasa lega sekarang.

"Kau menyelamatkan kami semua, El. Terima kasih." Pemilik panti itu memeluk Elleana. Ketulusan sungguh terpancar dari suaranya yang lembut, juga pelukannya yang erat.

"Terima kasih, El!" ujar anak-anak panti kompak.

Lalu nyonya pemilik panti menggiring semua anak-anak panti untuk masuk ke dalam. Sesuai jadwal yang berlaku, mereka harus merapikan tempat tidur, mandi, lalu sarapan.

Kini, hanya tersisa Elleana dan sang ibu. Elleana tersenyum hangat. Namun, ibunya membalas dengan tatapan penuh kebencian. Elleana tidak ambil hati, ia sudah biasa menerima itu dari ibunya.

Elleana melangkahkan kaki hendak masuk ke dalam. Tapi baru beberapa langkah saja, perkataan sang ibu berhasil menghentikan kakinya.

"Dari mana kau mendapatkan uang sebanyak itu?"

Elleana memutar tubuhnya menghadap sang ibu. "Meminjamnya dari tempat kerja, Mom."

Bohong! Elleana berbohong. Nyatanya tidak ada satu pun yang memberikannya pinjaman, semua menolak mentah-mentah untuk membantunya.

Ibunya Elleana menatapnya sengit anak semata wayangnya itu. "Meminjam atau menjual tubuhmu?"

Bahu Elleana menegang, tapi segera ia tutupi dengan senyum cantik di wajahnya.

"Menjijikkan! Kau pikir bisa membohongiku?" ujarnya sarkas. "Tutupi dengan baik tanda merah yang ada di lehermu itu! Aku tidak mau dipermalukan hanya karena tanda merah itu!"

**

Sudah hampir satu bulan berlalu sejak kejadian malam yang ia lewati bersama David. Keadaan pun perlahan mulai membaik. Elleana juga sudah berhenti bekerja di tempat maksiat itu, ia bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kakinya di club itu lagi.

"Satu bacon dengan telur dan pancake." Elleana menghidangkan kedua pesanan pelanggannya dengan sopan. "Selamat menikmati!" Elleana memberi hormat sebelum pergi dari sana.

Langkah kaki Elleana menuju dapur mendadak berhenti kala melihat sesosok di hadapannya. Matanya melotot, mulutnya sedikit menganga.

Seseorang itu berujar dengan senyum miring tercetak di bibirnya. "Terkejut melihatku? Huh?"

Elleana menelan salivanya susah payah. Rachel berdiri di hadapannya sambil bersedekap dada, matanya menyorot tajam, membuat Elleana menundukkan kepalanya takut. Wanita itu berjalan menghampiri Elleana yang berdiri bak patung. Niatnya, Elleana ingin berlari menghindari Rachel, tapi mendadak kakinya sulit untuk digerakkan.

"Kenapa kau melakukan itu?" tanya Rachel setelah berhadapan dengan Elleana. Matanya menuntut penjelasan Elleana.

"A-aku te-terpaksa," jawab Elleana sambil meremas jemari tangannya.

"Kau tau, Ellea, yang sudah kau lakukan itu sangat mempengaruhi reputasiku di mata Mr. Miller! Karena ulahmu, dia jadi meragukanku. Bahkan malam itu dia marah besar padaku!" ujarnya geram.

"Maafkan aku, Rachel, aku tidak bermaksud seperti itu."

"Sekarang ceritakan padaku semuanya!"

Elleana mendongak, berharap Rachel hanya bercanda saja, tapi ternyata ekspresi wajah wanita itu begitu  serius. Elleana melirik sekitarnya was-was, lalu ia menarik Rachel ke meja restoran di sudut belakang yang kebetulan kosong.

Mendadak suasana hening. Helaan napas berat lolos dari mulut mungil Elleana. Rachel masih setia menatapnya tajam dalam diam.

Elleana memejamkan matanya perlahan. Ingatannya melayang menembus dimensi kenangan malam itu bersama David.

“Sebenarnya, yang terjadi pada malam itu ….”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status