Share

Bab 4. Tawaran yang Sulit ditolak

Charlene melangkah memasuki ruang kunjungan. Ia harus menyembunyikan wajahnya yang kesal di hadapan orang yang mengunjunginya.

"Kau harus menginap satu malam di penjara," kata Lee tadi malam, sebelum mengakhiri pembicaraan mereka secara sepihak.

Jika bukan karena Lee berjanji akan mencabut tuntutannya, tentu Charlene tidak akan mau bersusah payah menyembunyikan rasa jengkelnya pada pria itu.

Charlene berjalan ke sisi seberang. Lee mengangkat kepalanya untuk melihat gadis yang sejak tadi malam terus mengusik pikirannya. Lingkaran hitam samar di bawah mata Charlene, cukup untuk menunjukkan bahwa gadis itu tidak tidur dengan nyenyak semalam.

Atau bahkan mungkin gadis itu sama sekali tidak bisa tidur? Agh! Kenapa Lee harus peduli dengan hal itu? Bukankah mereka impas karena Charlene juga membuatnya tidak bisa tidur dengan nyenyak—meskipun Charlene tidak tahu apa-apa?

"Duduklah," titah Lee sembari menggerakkan dagunya ke arah kursi di seberang tempat duduknya.

Dengan malas, Charlene menarik kursi di depannya, kemudian mengempaskan bokongnya di sana.

"Kapan aku bisa bebas?" tanya Charlene tanpa basa-basi.

"Sepertinya kau sangat tidak betah berada di sini," ejek Lee.

Ingin sekali Charlene mencakar wajah sombong pria itu. Hanya saja, Charlene tidak tega merusak pahatan Tuhan yang begitu sempurna.

"Tidak sedetik pun," jawab Charlene singkat.

Rasanya memang sangat buruk karena selama ini Charlene tidak pernah bersinggungan dengan hukum. Hidupnya begitu damai dan penuh berkat meskipun ia hanya berasal dari keluarga sederhana. Orang-orang di sekelilingnya memperlakukan dia dengan baik, karena ia sendiri juga merupakan gadis yang manis, tidak pernah berulah.

Hingga akhirnya ia bertemu Lee semalam. Pria itu memperlakukan Charlene dengan buruk, serta berhasil mengeluarkan sisi lain dalam diri Charlene. Demi Tuhan, Charlene belum pernah lepas kendali seperti tadi malam.

"Jadi kapan aku akan bebas?" ulang Charlene tidak sabar. Ia menatap netra Lee yang tampak berkilat.

"Tawaranku tidak gratis, Nona Flynn," balas Lee.

Lee kemudian mendorong map plastik berwarna biru tua yang ada di atas meja, ke arah Charlene.

Charlene menurunkan pandangan menatap benda tersebut.

"Apa ini?"

"Bacalah," titah Lee.

Charlene tidak melepaskan pandangan dari Lee dan dengan ragu membuka map yang ada di hadapannya. Ia membacanya sekilas.

"Memangnya siapa yang ingin menjadi  asisten Anda?" sindir Charlene.

"Tentu saja kau," sahut Lee yakin, mengabaikan maksud Charlene yang sedang menyindirnya.

Charlene menggeleng diiringi dengan dengusan. "Heuh ..., maaf, aku tidak tertarik." Ia menutup map dan mendorongnya kembali ke arah Lee.

Ia tidak menyukai pria itu. Mustahil bisa bekerja pada orang yang tidak ia sukai.

"Pikirkan baik-baik," bujuk Lee.

"Sudah."

"Well, tampaknya kau lebih senang berada di sel daripada bekerja denganku."

Sekonyong-konyong Lee menyadari bahwa Charlene begitu tidak menyukainya. Charlene membuang mukanya ke arah lain. Lee yang sedang duduk bersandar, kemudian mendorong tubuhnya ke arah Charlene.

"Aku akan mengambil alih Best Novel yang sebelumnya diambil URead Novel," ujar Lee yang kini berhasil membuat Charlene menatap kembali ke arahnya.

"Untuk apa? Aku tidak peduli Best Novel berada di tangan siapa. Yang aku inginkan hanyalah mendapatkan hak kami sesuai dengan kontrak yang telah disepakati."

"Tidak masalah. Aku akan membayar semua bonus dan pembagian penjualan novel penulis sesuai kontrak."

Charlene memindai wajah Lee. Pria itu terlihat begitu angkuh dengan kepercayaan diri yang dimilikinya. Senyum kemenangan sudah ia deklarasikan terlebih dahulu di wajahnya, padahal Charlene belum memberinya jawaban.

Satu hal lagi, senyum itu membuat Lee semakin mempesona dan luar biasa tampan!

Oh, sial!

Charlene merutuki dirinya. Bisa-bisanya ia terus terpesona pada pria sombong itu. Otaknya mungkin sedang rusak.

"Aku juga akan membentuk manajemen baru."

Feeling Charlene mengatakan kalau itu adalah tawaran terakhir Lee. Jika ia menolak, maka kesempatan itu tidak akan ia dapatkan lagi. Dibanding mendekam di penjara, rasanya memang jauh lebih baik bekerja dengan Lee.

"Kenapa Anda memintaku menjadi asisten Anda?" lontar Charlene.

Sebab, kalau dipikir-pikir, rasanya agak aneh. Lee tentu bisa mendapatkan asisten dengan mudah. Jadi, kenapa dia memilih Charlene?

"Apa aku akan bekerja tanpa bayaran?" Mata Charlene memicing curiga.

Tawa lepas meluncur keluar dari bibir Lee. Charlene menatapnya dengan kening berkerut karena ia merasa tidak ada yang lucu dengan pertanyaan yang ia ajukan. Ia tidak tahu apakah humor orang kaya berbeda dengan humor rakyat jelata.

Namun, tawa itu dengan cepat Lee tarik kembali. Wajahnya mendingin.

"Tanpa bayaran? Aku bahkan bisa membeli harga dirimu, Nona Flynn."

Charlene punya penyakit darah rendah, tetapi karena Lee, darah rendahnya kini bermutasi jadi darah tinggi.

"Aku menjual tulisanku, bukan harga diriku, Tuan Montana," sanggah Charlene.

"Kalau begitu, kau akan melakukannya sekarang karena penawaran dariku."

Lee tahu posisi Charlene lemah, sehingga Charlene tidak akan mungkin menolak tawarannya. Senyum samar nan angkuh di wajah pria itu, membuat Charlene mengepalkan kedua tangannya.

"Aku anggap itu sebagai jawaban kalau aku dibayar." Charlene menyerah. Ia sendiri bahkan tidak percaya jika kalimat itu bisa meluncur keluar dari bibirnya.

"Lebih dari sepantasnya." Lee mempertahankan senyum angkuhnya.

Kecurigaan Charlene semakin menjadi. Mana ada orang yang berhati mulia seperti itu? Mencabut tuntutan, kemudian memberikan pekerjaan dengan gaji besar untuk orang yang awalnya ia tuntut!

Ia melirik ke arah map yang ada di depan Lee.

"Boleh aku baca lagi kontraknya?" tanya Charlene. Pengalaman mengajarkan pada Charlene agar ia tidak gegabah dalam menandatangani kontrak. Cukup dengan Best Novel dan URead Novel.

"Silakan," jawab Lee dengan ekspresi datar.

Tanpa menunggu lama, Charlene segera meraih map plastik tersebut. Ia membukanya, membaca satu per satu poin yang tercetak dalam kertas perjanjian. Ia tidak menemukan hal apa pun yang mencurigakan.

"Aku harus tinggal di penthouse Anda?" Charlene merasa sedikit keberatan. Jika seharusnya ia hidup sampai usia 80 tahun, maka tinggal seatap dengan Lee akan membuat masa hidupnya berkurang 10 tahun.

"Tentu saja. Kau harus melayani semua kebutuhanku. Jika tengah malam mendadak aku membutuhkanmu untuk mengemasi pakaianku, maka kau harus ada saat itu juga. Aku tidak suka menunggu, Nona Flynn."

Yeah, tertera dengan jelas di dalam kontrak bahwa pekerjaannya tidak mengenal waktu alias 24 jam sehari, tujuh hari dalam seminggu, 365 hari dalam setahun. Tanpa cuti. Well, tampaknya kecurigaan Charlene tidak beralasan karena Lee sama sekali tidak bermurah hati.

Selain gaji yang besar, tidak ada poin apa pun yang tampaknya menguntungkan Charlene. O, tidak, ia melewatkan satu hal yang membuatnya tidak bisa menolak tawaran tersebut. Bonus yang besar jika ia bisa menyenangkan hati atasannya itu.

Rasanya Charlene ingin tertawa terbahak-bahak membaca poin tersebut. Bagaimana caranya ia membuat atasannya itu senang, jika mereka tidak akur? Ia ingin mengeliminasi bonus itu dari pikirannya.

Namun, tidak ada salahnya jika ia mencoba. Demi rumahnya. Ya! Dengan bonus itu, ia bisa membayar utangnya sehingga rumah itu akan tetap menjadi miliknya.

"Bagaimana? Aku tidak punya banyak waktu," desak Lee. Ia pura-pura mengecek waktu melalui jam tangannya.

Charlene mendengus sembari bergumam kecil, "Heuh ... sungguh tidak sabaran."

"Aku mendengarnya, Nona Flynn."

Charlene terkesiap dan refleks menutup mulutnya dengan tangan. Argghhh! Seharusnya ia lebih hati-hati mempergunakan mulutnya. Bagaimana jika Lee mendadak berubah pikiran akibat ucapannya barusan?

"A-aku punya syarat tambahan!" seru Charlene.

"Syarat?" Lee menunjukkan ekspresi penasaran. Baru kali ini ada calon karyawan yang berani mengajukan syarat padanya.

Charlene mengangguk tegas. "Iya."

"Sebutkan."

***

<span;>***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status