Beranda / Romansa / Istri Eksklusif sang CEO / Bab 5. Pindah ke Penthouse

Share

Bab 5. Pindah ke Penthouse

Penulis: Lucy Amadeus
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-05 18:38:16

Axel memarkirkan mobilnya tidak begitu jauh dari pintu utama Universe Hotel and Apartments. Ia tidak bisa berhenti di depan pintu utama karena ada sebuah mobil yang lebih dulu bertengger di sana.

"Kau yakin tidak perlu aku temani ke atas?" tanya Axel pada Charlene setelah keduanya turun dari mobil.

Charlene menggeleng pelan. "Tidak perlu. Aku bisa sendiri."

Keduanya saling melempar senyuman hangat. Pemandangan itu terpindai oleh pemilik mobil di depan, melalui pantulan kaca spion di luar mobil. Ekspresinya yang  terlihat tenang, tampak kontras dengan sorot matanya yang dingin.

Pria itu bergegas turun tanpa menyuruh asistennya untuk membukakan pintu mobil. Sebenarnya, sewaktu tiba tadi, seperti biasa sang asisten hendak turun untuk membukakan pintu mobil baginya. Namun, pria itu mencegah sang asisten melakukan hal itu setelah tanpa sengaja melihat Charlene di belakang.

"Suruh Nona Flynn ke atas sekarang juga," titah pria yang tak lain adalah Lee, pada Marvin.

Dari nada bicara Lee, Marvin sangat paham kalau perintah itu harus segera dilaksanakan. Bagaimanapun situasinya!

"Baik, Tuan."

Marvin pun bergegas menghampiri Charlene dan Axel.

"Nona Flynn," interupsi Marvin, membuat Axel yang hampir mencium Charlene, jadi batal.

Pasangan kekasih itu kini mengalihkan tatapan ke arah Marvin.

"Tuan Johnson," sapa Marvin yang mengenal Axel sewaktu berada di kantor polisi tempo hari.

Marvin kemudian beralih kepada Charlene.

"Maaf, saya mengganggu, Nona. Tetapi Tuan Montana meminta Anda untuk segera ke penthouse," jelas Marvin.

Pada saat itulah, Charlene menyadari bahwa Lee adalah pemilik mobil mewah yang terparkir di depan pintu utama. Keduanya beradu tatapan untuk sesaat sebelum dengan sikap tak acuh, Lee melenggang masuk ke dalam gedung.

Charlene dan Axel mengekori langkah Lee melalui netra mereka, hingga CEO UC itu menghilang ke dalam gedung.

"Nona, sebaiknya Anda segera ikut dengan saya," usul Marvin.

Marvin tahu bahwa Charlene tidak memiliki waktu yang lama untuk berpikir. Mereka harus segera menyusul Lee sebelum pria itu memasuki lift.

"Maaf jika saya lancang, tetapi saya hanya tidak ingin Anda terkena masalah."

Charlene dan Axel saling melempar tatapan. Menilai dari ucapan dan juga ekspresi Marvin, Axel bisa merasakan kekhawatiran pria itu. Sepertinya Lee Montana memang pria yang tidak memiliki belas kasihan.

"Masuklah," imbuh Axel.

Charlene mengangguk.

"Sampai jumpa," pamit Charlene pada Axel.

Ia dan Marvin berlari kecil dan berhasil menyusul Lee sesaat setelah pria itu memasuki ruangan mewah berisi empat buah lift. Marvin dengan cepat berhasil mengatur kembali napasnya.

Sementara Charlene, masih berusaha mengumpulkan udara.

Di dalam ruangan itu, rupanya terdapat beberapa orang berseragam pelayan yang juga sedang menunggu lift. Begitu melihat Lee, mereka mengangguk hormat.

Ting! Lift bertuliskan nomor 1, tempat mereka menunggu, kini terbuka.

Lee melangkah masuk disusul Marvin dan Charlene.

"Eh, tunggu, kenapa mereka tidak ikut masuk? Bukankah lift ini masih sangat lapang?" celetuk Charlene.

Tidak ada jawaban. Marvin melirik ke arah bosnya. Ia ingin menjelaskan, tetapi tidak berani.

Ting!

Pintu lift terbuka, menampilkan sebuah ruangan yang dibatasi oleh dinding dan pintu kaca. Ruangan itu juga hanya berisi lift saja, seperti di lantai bawah.

Lee menarik langkah ke arah pintu, memindai retinanya pada sensor yang ada di samping pintu. Sensor yang sekilas tak kasat mata, karena tulisan di dinding kaca tersebut berwarna putih. Namun, begitu Lee mendekat, bagian dindingnya mengeluarkan refleksi retina Lee dalam bentuk hologram.

Pintu kemudian terbuka. Charlene yang melihat hal itu, langsung melongo.

"Wah, keren sekali! Seperti di film mata-mata."

Lee melirik ke arahnya sedingin biasa dan Charlene pun hanya bisa mencebikkan bibirnya. Mereka lantas melewati lorong yang cukup lebar yang juga dipisahkan oleh dinding kaca. Pada sisi kanan lorong, terdapat pintu kaca menuju area outdoor dengan tanah yang lapang.

Sedangkan pada sisi kiri lorong, terdapat pintu kaca yang terbuka, menampilkan pemandangan kolam ikan koi. Lee berbelok ke sana dan mengambil makanan ikan dari rak penyimpanan yang terletak tidak jauh dari kolam. Berbeda dengan Marvin yang menunggu di pintu, Charlene justru terus mengikuti Lee.

"Monkey!" panggil Lee kala sudah berdiri di depan kolam.

Charlene sontak berjengit kaget mendengar ucapan Lee.

"Apa?! Di mana monkey-nya?!" Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Raut wajahnya menunjukkan kecemasan. Bagaimana jika si monkey mendadak melompat ke arahnya? Bisa dipastikan ia langsung pingsan!

"Tuan! Di-di mana monkey yang Anda maksud?!" desak Charlene karena ia sama sekali tidak mendengar suara khas hewan itu.

Lee menoleh ke arah Charlene, sebelum pandangannya turun ke lengannya. Tangan gadis itu tengah menarik setelan jas hasil jahitan desainer kenamaan yang ia kenakan. Charlene menyengir lebar dan segera melepaskan tangannya dari pria itu.

Masih segar dalam ingatannya di mana Lee tampak begitu marah saat ia menyentuh pria itu pada pertemuan pertama mereka. Namun, anehnya kali ini pria itu tidak terlihat terlalu menakutkan. Pria itu hanya mengembuskan napas berat dengan jengkel.

"Kau lihat ikan yang berwarna kuning itu?" Lee menunjuk dengan dagunya.

Charlene lalu menjulurkan kepala ke arah kolam. Tampak sekumpulan ikan koi sedang berenang ke sana ke mari dan ada satu yang terlihat mencolok karena merupakan satu-satunya ikan yang berwarna kuning. Charlene kemudian mengangguk.

"Namanya Monkey," beritahu Lee.

Charlene sontak mengangkat pandangannya ke arah Lee dengan mata melebar. Namun, Lee segera berlalu meninggalkannya setelah melemparkan segenggam makanan ikan ke dalam kolam.

"Ck! Apa dia sudah gila? Menamai ikan koi dengan nama Monkey?" Charlene bermonolog.

Ia lantas bergegas menyusul Lee.

"Kenapa Anda menamai ikan itu dengan nama Monkey?" selidik Charlene ketika mereka memasuki sebuah ruangan yang begitu luas.

Ia kembali terpana melihat penthouse itu. Terdapat dua set sofa di sana dan juga area bar. Tangga melingkar, lampu kristal gantung, sampai piano. Seluruh dinding-dinding ruangan yang terbuat dari kaca, sehingga Charlene bisa melihat pemandangan khas perkotaan yang penuh dengan bangunan-bangunan.

"Bukan aku yang memberinya nama, tetapi almarhum kakekku. Ikan itu adalah ikan kesayangan kakekku," beber Lee yang kemudian terkejut mendapati dirinya menjelaskan hal itu pada Charlene.

Ia melintasi ruangan dan saat itu seorang pelayan juga melintas tidak jauh dari hadapannya.

"Nyonya Cullen," panggil Lee.

Wanita yang usianya lebih tua dari orang tua Lee itu, bergegas menghampiri bosnya.

"Ada apa, Tuan?"

Lee kemudian memperkenalkan Charlene pada sang kepala pelayan yang bernama Berta Cullen.

"Mulai hari ini, Nona Flynn yang akan menggantikanmu untuk mengurus semua keperluanku," imbuh Lee.

Berta mengangguk dengan senyuman yang tampak tulus dan ramah.

"Jadi, tolong kau beritahu Nona Flynn, apa saja yang harus ia lakukan."

"Baik, Tuan."

Lee mengangguk kemudian berlalu menuju ruang kerjanya bersama Marvin meninggalkan Charlene bersama Berta.

"Well, sebaiknya kita mulai saja penthouse tour-nya," usul Berta tanpa ingin membuang-buang waktu.

"Tentu, Nyonya Cullen," balas Charlene sembari tersenyum.

Berta kemudian membawa Charlene mengelilingi penthouse. Ia menjelaskan pada Charlene apa saja tugas-tugas yang harus dilakukan gadis itu. Selain itu, ia juga memberitahu Charlene mengenai apa yang disukai dan tidak disukai oleh bos mereka, serta kebiasaan pria itu.

Hingga akhirnya, mereka tiba di kamar Lee.

"Bagian walk in closet ini digunakan untuk menyimpan pakaian-pakaian yang sudah tidak Tuan pakai lagi dan akan Tuan sumbangkan," jelas Berta. "Jadi kau bisa menyiapkan pakaian mana pun, kecuali yang ada di lemari ini."

Charlene mengangguk.

"Ayo, sekarang kita ke kamarmu," ajak Berta.

Charlene mengikuti langkah Berta. Namun, mata gadis itu melebar kala Nyonya Cullen membawanya ke sebuah kamar yang tepat berada di samping kamar Lee.

"Ngg ... aku harus tidur di sebelah kamar Tuan?" tanya Charlene.

"Iya, kenapa?" balas Berta dengan heran.

Charlene tampak bimbang.

"Tuan Muda ingin semuanya praktis. Jika di malam hari Tuan membutuhkan bantuanmu, dia tidak perlu menunggu lama agar kau tiba di kamarnya. Sebab, pelayan datang pada pukul 4 pagi dan pulang pukul 5 sore."

"Apa?!" Charlene merasa terganggu dengan informasi yang baru saja Berta berikan. "Mak-maksud Anda, hanya ada aku dan Tuan yang ada di sini kalau malam?"

"Tentu saja."

Charlene membuka mulutnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Ucapan Berta benar-benar membuat Charlene over thinking.

Lee membutuhkan BANTUAN Charlene di malam hari.  Charlene menggarisbawahi kata 'bantuan'.

"Kau baik-baik saja?" tanya Berta cemas.

Charlene menelan salivanya, kemudian menatap Berta.

"Ngg ... apa Tuan selalu pulang atau pernah membawa kekasihnya menginap?" Dari informasi yang Charlene ketahui, Lee memang belum menikah.

Berta melemparkan senyum ke arah Charlene. "Tuan selalu pulang dan tidur di penthouse, kecuali kalau Tuan sedang berpergian."

"Lalu bagaimana dengan membawa teman kencannya?" desak Charlene.

Berta kembali mengulas senyum lagi. "Kenapa kau sangat ingin tahu?" seloroh Berta.

Charlene tidak menjawab, ia hanya menggigit bibirnya menatap seisi kamar itu. Kamar itu dilengkapi dengan berbagai perabotan mewah. Ada ranjang berukuran king size serta satu set sofa. Benar-benar terlalu bagus untuk ditempati oleh seorang asisten. Namun, hanya berduaan dengan Lee di penthouse milik pria itu, tampaknya tidak terlalu bagus.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Eksklusif sang CEO   Bab 112. Memelukku Jauh Lebih Menghangatkan

    Lee membuka pintu kamarnya dan menemukan Charlene berdiri di hadapannya. Gadis itu sedang memeluk laptop dan memegang ponselnya. "Ada apa?" tanya Lee. "Nggg ... tidak. Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin menanyakan apakah kau butuh sesuatu," kilah Charlene. Sejujurnya, bukan itu tujuannya menghampiri kamar Lee. Setelah pembicaraan mereka tadi pagi, malam ini ia berpikir untuk tetap tidur di kamar Lee—sesuai permintaan pria itu. Namun, begitu Lee telah berdiri di hadapannya saat ini, ia justru tidak sanggup mengatakan bahwa ia menerima tawaran pria itu dan mulai malam ini ia akan tidur seranjang dengan Lee."Tidak, aku tidak membutuhkan apa-apa," balas Lee.Charlene mengangguk. "Baiklah, kalau begitu, selamat malam." Charlene memutar tubuhnya 90 derajat, berniat kembali ke kamarnya.Namun, tangan Lee bergerak dengan cepat meraih lengan atas gadis itu. Langkah Charlene pun terhenti."Ada apa? Kau teringat jika membutuhkan sesuatu?" Giliran Charlene yang bertanya."Iya.""Kau lapar? in

  • Istri Eksklusif sang CEO   Bab 111. Jatuh Cinta

    "A-aku ...." Charlene tidak tahu harus menjawab apa. Ini sangat aneh untuknya.Lee terkadang sangat berbeda. Tidak, bukan berbeda. Sikap pria itu memang agak berubah dan Charlene tidak tahu apa yang menyebabkan pria itu menjadi seperti saat ini. "Kenapa kau ingin aku tidur di sini? Jangan bilang kalau kau jatuh cinta padaku." Antara ingin mencari penjelasan sekaligus mencairkan situasi yang terasa begitu canggung baginya saat ini.Mengenai Lee yang jatuh cinta padanya, jelas tidak mungkin. Charlene tidak memiliki jawabannya. Hanya saja memang mustahil jika Lee jatuh cinta padanya. "Apakah berdosa jika aku jatuh cinta padamu?"Deg!Seketika, keyakinannya tadi goyah setelah mendengar apa yang Lee katakan selanjutnya. Tidak! Tidak!Lee mungkin hanya mengerjainya saja. Pria itu pasti sedang bercanda. Setelah itu, seperti biasanya, Lee pasti akan mengeluarkan kata-kata yang mencemooh atau apa pun itu."Tidak. Kau berdosa jika hanya berniat mengejekku," ucap Charlene."Siapa bilang aku se

  • Istri Eksklusif sang CEO   Bab 110. Permintaan Lee

    Charlene ingin menarik dirinya mundur. Namun, Lee mencegahnya dengan mempererat pelukannya. Ya! Posisi mereka saat ini sedang berbaring sambil berpelukan. "Lepas, Lee." Charlene mendorong dada pria itu. "Tidak, sampai kau tenang dulu." Lee tetap menahannya. Charlene masih terus menggeliat. Tidak mengacuhkan apa yang Lee katakan. "Teruslah melawan, tetapi kau harus tahu kalau aku tidak ingin melukaimu." Ucapan Lee seketika itu sukses menghentikan serangan yang Charlene lakukan. Gadis itu berusaha mengumpulkan udara setelah tadi mengeluarkan cukup banyak tenaga agar bisa terlepas dari belenggu Lee. Charlene harus mendongak untuk bisa menatap netra pria itu. "Kau janji akan melepaskanku, bukan? Kenapa belum dilepaskan juga?" tuntut Charlene. "Akan kulepaskan asalkan kau tidak menyerangku lagi," tawar Lee. Charlene memejamkan matanya untuk mengatur emosinya. Ia lantas kembali membuka matanya untuk menatap mata Lee. "Aku janji tidak akan menyerangmu. Jadi tolong lepaskan ak

  • Istri Eksklusif sang CEO   Bab 109. Genap 2000

    "Aturannya masih tetap sama. Jangan melewati batas yang telah aku buat," ujar Charlene. Ia lantas mengempaskan bokongnya ke atas tempat tidur Lee disusul dengan menghela napas. "Aku merasa belakangan ini ibumu terlalu sering menginap di sini." "Kenapa? Kau keberatan?" lontar Lee yang tengah bersandar pada kepala tempat tidur dengan tablet di tangan. Ia sedang sibuk mengerjakan sesuatu yang tidak Charlene ketahui. Namun, kini ia tengah mengalihkan tatapan dari tabletnya ke arah Charlene. "Tidak. Kenapa harus keberatan?" Charlene balik bertanya. "Ini rumahmu. Wajar jika ibumu datang dan menginap.""Kalau tidak keberatan, kenapa mengeluh?" tuding Lee."Aku tidak mengeluh," bantah Charlene.Ia bukan memang bukan mengeluh, tetapi hanya merasa ada sesuatu yang janggal dengan apa yang Hana lakukan."Apa yang kau pikirkan?" selidik Lee kala mendapati Charlene seperti sedang memikirkan sesuatu. "Tidak. Tidak ada." "Jangan berbohong. Kalau aku memaksamu untuk berkata jujur, nanti kau akan

  • Istri Eksklusif sang CEO   Bab 108. Jawabanku adalah 'Iya'

    Charlene menggeleng. "Kalau begitu, ayo kita makan siang bersama." Lee menawarkan tangannya. Charlene hampir tidak berani bergerak, tetapi ia mengerling ke arah rekan kerjanya. Tidak perlu waktu yang lama baginya untuk memutuskan menyambut tangan Lee. Lebih cepat, lebih baik sebelum teman-temannya itu terkena masalah.Sebab, Charlene merasa Lee sedang marah. Hal itu membuatnya yakin jika Lee cukup banyak mendengar pembicaraan mereka. Lee pun menariknya pergi setelah tangan Charlene berada di dalam genggamannya.Charlene sempat menoleh ke arah rekan-rekan kerjanya hanya untuk melempar senyuman sembari memberi isyarat 'oke' dengan jari-jarinya, agar mereka tidak cemas. Lee lantas membawa Charlene menuju ke depan gedung kantor. Di sana sudah ada Marvin yang tampak stand by di samping mobil Lee. Mereka masuk ke dalam mobil dan Marvin pun melajukan mobilnya di tengah kepadatan lalu lintas di siang hari. Setelah beberapa saat berlalu, Charlene diam-diam melirik ke arah Lee yang duduk di

  • Istri Eksklusif sang CEO   Bab 107. Pengecut

    "Kenapa dia terlihat lesu?" tanya Charlene kala bergabung dengan rekan sekantornya di salah satu kafe kantor."Dia sedang patah hati karena akhirnya kau menikah dengan bos," terang Beatrice."Padahal dari awal aku sudah katakan padanya kalau dia bukanlah saingan bos," timpal Victor.Wajah Charlene menunjukkan tanda tidak nyaman dan serba salah."Kalian ini, jangan sembarangan bicara. Ronald hanya mengganggapku sebagai teman."Sementara itu, Ronald yang sedari tadi menjadi topik pembicaraan mereka, sama sekali tidak memberikan komentar. Charlene pun menarik kursi yang ada di hadapan pria itu. "Kau tahu, kami cukup kesal karena kau tidak berkata jujur pada kami saat pertama kali bekerja di sini," tukas Rebecca yang duduk di sebelah Ronald. "Kenapa kau tidak terus terang mengatakan bahwa kau memang punya hubungan dengan bos?"Charlene menjadi semakin tidak enak. Teman-temannya menjadi salah paham dan ia sendiri tidak tahu harus bagaimana menjelaskan pada mereka bahwa dirinya memang tida

  • Istri Eksklusif sang CEO   Bab 106. Ingin Punya Berapa Anak?

    Charlene menatap Lee dengan mata menipis. Ia memang telah dibohongi Lee. Ugh! Harus terlihat romantis di depan Hana? Justru mertuanya itu jadi merasa mengganggu mereka. Charlene lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke Hana. Ekspresinya yang gusar kini telah berganti dengan senyuman. "Tidak, sama sekali tidak mengganggu." Hana tersenyum balik. "Apa kau sudah selesai mengupas kentangnya? Aku sudah menyajikan steak-nya ke atas meja makan," jelas Hana. Senyum Charlene mendadak lenyap. Ia melirik tajam ke arah Lee yang berdiri di belakangnya. Lee menatap balik ke arahnya tanpa rasa bersalah. Satu lagi kebohongan pria itu. Well, dia akan membuat perhitungan dengan suaminya nanti. "Belum. Sebentar lagi. Aku akan meminta Lee untuk membantuku," ujar Charlene. "Baiklah, kalau begitu aku akan memanggil Pieter dulu." Hana kemudian meninggalkan Charlene dan Lee di dapur. "Kau menipuku." Itu bukan pertanyaan dan Charlene bahkan belum menoleh ke arah Lee karena tatapannya masih tertuju ke amb

  • Istri Eksklusif sang CEO   Bab 105. Tertipu

    Charlene sedang menyiapkan makan malam di dapur bersama dengan Hana. Baru dua hari lalu, Charlene menikah dengan Lee, tetapi Hana sudah datanf untuk menginap. Bukannya Charlene merasa tidak nyaman dengan kehadiran Hana ataupun merasa keberatan. Ia justru sangat senang karena bisa mengobrol banyak hal dengan wanita paruh baya itu. Hanya saja, Charlene merasa sedikit aneh. Apakah Hana memang sengaja menginap di sana untuk memata-matai Charlene dan Lee? "Makan apa kita malam ini?" tanya Lee. Kemunculan Lee yang mendadak, sebenarnya tidak akan membuat Charlene terkejut seandainya pria itu tidak tiba-tiba memeluk tubuh Charlene dari belakang dan kemudian mengecup pelipis Charlene. Sontak saja sekujur tubuh Charlene terasa meremang. Ia melirik Lee dengan keberadaan wajah pria itu yang begitu dekat dengan wajahnya. Lee tersenyum menggoda. Menilai dari ekspresi pria itu, sepertinya Lee memang sengaja mengambil kesempatan itu agar dapat memeluk dan mencium Charlene. Charlene ingin marah, t

  • Istri Eksklusif sang CEO   Bab 104. Pasrah di Bawah Tubuh Lee

    Charlene tidak tahu sejak kapan Lee menanggalkan penutup dada yang ia kenakan karena terlalu sibuk memikirkan hal lain tadi. Namun, setelah menyadari apa yang tengah Lee lakukan padanya saat ini, membuat darah Charlene seakan bergejolak di dalam sana. Tubuhnya terasa panas dan tanpa ia inginkan, bagian bawah tubuhnya terasa sangat hangat.Lee mengisap bongkahan kenyal itu sambil memainkan puncak berwarna pink merona yang berada di dalam mulutnya, dengan menggunakan lingualnya. Sesekali Lee mengisapnya dengan sangat kuat, membuat tubuh Charlene menegang karena rasa nikmat. Kali lainnya, pria itu memindahkan bibirnya pada bagian bongkahan hanya untuk meninggalkan tanda kepemilikan di sana.Satu tangan Lee memilin puncak yang lainnya, mempermainkannya. Charlene merasa sangat basah. Hanya desahan dan lenguhan yang keluar dari bibirnya tanpa adanya penolakan."Lee ...," lirih Charlene. Tidak ada pria mana pun yang pernah menyentuhnya seintim ini, termasuk Axel. Namun, bukan berarti ia pol

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status